ISB Consultant https://isbconsultant.com/ Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 07 Sep 2025 08:03:23 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 ISB Consultant https://isbconsultant.com/ 32 32 196301377 Solusi Kode Faktur Pajak 02 & 03 Muncul Otomatis di SPT PPN https://isbconsultant.com/solusi-kode-faktur-pajak-02-03-muncul-otomatis-di-spt-ppn/ Wed, 10 Sep 2025 07:51:17 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6121 Mengisi SPT Masa PPN sering kali bukan perkara mudah, apalagi ketika sistem Coretax DJP menampilkan angka yang terasa janggal. Tidak sedikit wajib pajak terkejut saat mendapati adanya nilai DPP dan PPN yang otomatis muncul di bagian pemungutan oleh pemungut PPN, meskipun merasa tidak pernah melakukan transaksi tersebut. Situasi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar “Dari […]

The post Solusi Kode Faktur Pajak 02 & 03 Muncul Otomatis di SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
Mengisi SPT Masa PPN sering kali bukan perkara mudah, apalagi ketika sistem Coretax DJP menampilkan angka yang terasa janggal. Tidak sedikit wajib pajak terkejut saat mendapati adanya nilai DPP dan PPN yang otomatis muncul di bagian pemungutan oleh pemungut PPN, meskipun merasa tidak pernah melakukan transaksi tersebut. Situasi ini tentu menimbulkan tanda tanya besar “Dari mana asal data tersebut? Mengapa bisa muncul secara otomatis?”

Fenomena ini kerap berkaitan dengan faktur pajak berawalan kode 02 atau 03. Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) baru menyadari bahwa jenis kode faktur ini memiliki perlakuan khusus.

Tanpa pemahaman yang tepat, wajib pajak berisiko melakukan kesalahan pengkreditan yang berdampak serius terhadap laporan SPT Masa PPN. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai asal-usul, dampak, dan cara mengatasi faktur pajak kode 02 serta 03.

Mengenal Kode Faktur Pajak 02 dan 03

Faktur pajak memiliki kode unik yang mencerminkan jenis transaksi. Kode ini bukan sekadar angka, melainkan identitas yang menentukan bagaimana pajak diperlakukan.

  • Kode Faktur Pajak 02: Digunakan ketika PKP melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada Instansi Pemerintah.
  • Kode Faktur Pajak 03: Diterapkan pada transaksi dengan pemungut PPN selain instansi pemerintah, seperti BUMN, perusahaan tambang, atau badan usaha tertentu yang ditetapkan.

Dengan kata lain, kode 02 dan 03 bukanlah kode untuk transaksi biasa. Keduanya mengindikasikan bahwa PPN tidak dipungut langsung oleh penjual, melainkan dipungut oleh pihak pembeli yang berstatus sebagai pemungut PPN.

Mengapa Faktur Pajak Kode 02/03 Muncul Otomatis?

Sistem Coretax DJP didesain untuk menarik data secara otomatis dari Lampiran B2 atau B3 pada SPT PPN. Ketika Anda menerima Faktur Pajak Masukan dengan kode 02 atau 03, nilai pajak dari faktur tersebut langsung terbaca dan tercatat dalam kolom pemungutan PPN oleh pemungut. Inilah alasan mengapa faktur pajak dengan kode tersebut sering muncul tanpa Anda sadari.

Bagi PKP yang bukan pemungut PPN, kondisi ini tentu menimbulkan kebingungan. Pasalnya, data yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawab mereka malah tercatat otomatis dalam SPT.

Risiko Salah Mengkreditkan Faktur Pajak 02/03

Menganggap enteng perbedaan kode faktur bisa berakibat fatal. Beberapa konsekuensi yang mungkin muncul antara lain:

  1. Faktur dianggap tidak sah oleh Direktorat Jenderal Pajak karena tidak sesuai dengan ketentuan.
  2. PPN tidak bisa dikreditkan, sehingga pembeli tidak berhak menjadikan nilai tersebut sebagai pengurang Pajak Keluaran.
  3. Sanksi administratif dapat menimpa pihak penjual jika faktur yang diterbitkan tidak sesuai kode yang benar.

Cara Mengatasi Faktur Pajak Kode 02/03 Muncul

Jika Anda mendapati faktur pajak kode 02 atau 03 muncul dalam SPT PPN, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh:

1. Tandai Faktur Tidak Valid

Apabila faktur sudah terlanjur masuk, segera buka daftar faktur pajak pada sistem Coretax. Klik opsi “Tandai sebagai Tidak Valid” agar data tersebut tidak ikut terbawa dalam SPT Masa PPN. Langkah ini penting untuk mencegah ketidaksesuaian laporan.

2. Hubungi Penjual

Mintalah lawan transaksi (PKP penjual) untuk menerbitkan faktur pengganti dengan kode yang benar, biasanya kode 04 atau 05. Pastikan koreksi dilakukan sesuai dengan ketentuan PER-11/PJ/2025 atau aturan yang berlaku.

3. Pembetulan SPT

Jika faktur sudah terlanjur dikreditkan:

  • Sebelum pembayaran: Anda bisa menunggu kode billing hangus, kemudian melakukan pembetulan setelah faktur pengganti diterima.
  • Setelah pembayaran: Lakukan pembetulan SPT PPN dan masukkan faktur pengganti. Sistem akan menyesuaikan saldo secara otomatis.

4. Catat Sesuai Ketentuan

Jika memilih tidak mengkreditkan, maka faktur tersebut harus dicatat sebagai Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan pada lampiran B3. Hal ini memastikan pelaporan tetap sesuai standar.

Contoh Simulasi Perhitungan

Misalkan sebuah perusahaan jasa mengeluarkan faktur kepada instansi pemerintah senilai Rp200.000.000 dengan kode faktur 02. Nilai PPN sebesar 11% (Rp22.000.000) seharusnya dipungut langsung oleh pihak instansi pemerintah, bukan oleh penjual.

Namun, jika penjual salah input dan pembeli bukan pemungut, maka PPN Rp22.000.000 akan muncul otomatis pada SPT pembeli. Dalam kasus ini, pembeli tidak berhak mengkreditkan PPN tersebut. Solusinya adalah meminta penjual membuat faktur pengganti dengan kode faktur yang benar.

Dampak Bagi Penjual dan Pembeli

Setiap kode faktur membawa konsekuensi administratif yang berbeda, sehingga baik penjual maupun pembeli perlu memahami implikasinya dengan cermat. Berikut uraian dampak yang harus diperhatikan.

Bagi Penjual

  • Wajib melaporkan transaksi di bagian penyerahan yang dipungut oleh pemungut PPN.
  • Tidak memungut PPN sendiri, karena menjadi kewajiban pihak pemungut.

Bagi Pembeli

  • Faktur akan berstatus Approved di sistem.
  • Bisa memilih untuk mengkreditkan, tidak mengkreditkan, atau membiarkan faktur.
  • Jika dikreditkan secara salah, akan menimbulkan ketidaksesuaian pada SPT.

Situasi rumit seperti ini sering kali memerlukan pendampingan ahli. Tidak semua PKP memahami teknis administrasi perpajakan secara detail, terutama yang berkaitan dengan kode faktur khusus. Di sinilah peran konsultan pajak sangat membantu, baik untuk mengoreksi laporan maupun mencegah kesalahan serupa di masa depan.

Bila perusahaan Anda berlokasi di Jawa Timur, menggunakan layanan profesional seperti perusahaan pajak Surabaya ISBC bisa menjadi solusi yang tepat. Dengan pengalaman bertahun-tahun di bidang perpajakan, ISBC dapat membantu mengelola SPT, memastikan kepatuhan, serta memberikan pendampingan strategis agar perusahaan terhindar dari risiko sanksi.

Pentingnya Pemeriksaan Kode Faktur Secara Rutin

Mengingat risiko yang cukup besar, wajib pajak sebaiknya melakukan pemeriksaan kode faktur secara berkala. Beberapa langkah pencegahan yang dapat diterapkan antara lain:

  • Mengecek lampiran B2 dan B3 sebelum melaporkan SPT.
  • Memastikan semua faktur yang dikreditkan sesuai dengan status pembeli.
  • Menyediakan SOP internal agar staf akuntansi selalu menandai faktur dengan kode khusus.

Pahami bahwa kode faktur 02 dan 03 memiliki perlakuan berbeda dari kode faktur lain. Dengan penanganan yang tepat, Anda dapat menghindari kesalahan pelaporan dan menjaga integritas laporan perpajakan perusahaan.

Baca juga: 5 Kesalahan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang Wajib Dihindari

The post Solusi Kode Faktur Pajak 02 & 03 Muncul Otomatis di SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
6121
Cara Mengatasi Lupa Password Coretax Tapi Email Tidak Cocok https://isbconsultant.com/cara-mengatasi-lupa-password-coretax/ Tue, 09 Sep 2025 07:30:36 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6116 Mengalami kendala saat login ke akun Coretax bisa sangat menyulitkan, terutama ketika Anda tidak hanya lupa password tetapi juga menemukan bahwa alamat email yang terdaftar tidak lagi sesuai. Kondisi ini sering terjadi pada Wajib Pajak yang mungkin sudah lama tidak memperbarui data atau ketika terjadi perubahan email namun belum dilaporkan ke sistem Direktorat Jenderal Pajak […]

The post Cara Mengatasi Lupa Password Coretax Tapi Email Tidak Cocok appeared first on ISB Consultant.

]]>
Mengalami kendala saat login ke akun Coretax bisa sangat menyulitkan, terutama ketika Anda tidak hanya lupa password tetapi juga menemukan bahwa alamat email yang terdaftar tidak lagi sesuai.

Kondisi ini sering terjadi pada Wajib Pajak yang mungkin sudah lama tidak memperbarui data atau ketika terjadi perubahan email namun belum dilaporkan ke sistem Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Situasi semacam ini dapat menimbulkan kepanikan karena akses ke layanan pajak digital menjadi terhambat.

Namun, masalah ini tetap bisa diatasi dengan langkah-langkah yang tepat. Sebagai Wajib Pajak yang taat aturan, penting untuk mengetahui prosedur resmi dan alternatif solusi agar tetap bisa memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat waktu.

Artikel ini akan mengulas secara detail cara mengatasi lupa password Coretax meskipun email yang terdaftar tidak cocok, sehingga Anda bisa kembali mengakses layanan DJP tanpa hambatan.

Mengapa Kasus Email Tidak Cocok Bisa Terjadi?

Ada beberapa penyebab umum mengapa alamat email pada akun Coretax tidak cocok dengan data yang dimiliki:

  • Email lama tidak aktif: Akun menggunakan alamat email lama yang sudah tidak digunakan.
  • Perubahan data belum dilaporkan: Wajib Pajak mengganti email tetapi tidak memperbarui data ke DJP.
  • Kesalahan input saat registrasi: Terjadi typo atau kesalahan pengetikan pada saat pendaftaran awal.
  • Data tidak sinkron dengan sistem: Kadang terjadi error sinkronisasi antara data Coretax dan database pajak.

Dengan memahami penyebabnya, Anda dapat memilih solusi yang paling tepat untuk memperbaiki permasalahan tersebut.

Langkah-langkah Mengatasi Lupa Password Tanpa Akses Email

Jika alamat email yang tercatat tidak cocok atau sudah tidak aktif, Anda tetap dapat mengembalikan akses akun Coretax melalui beberapa metode resmi:

1. Gunakan Nomor Telepon yang Terdaftar

  • Pastikan nomor telepon yang pernah Anda daftarkan masih aktif.
  • Pada saat reset password, pilih opsi konfirmasi melalui SMS.
  • Sistem akan mengirimkan tautan reset password ke nomor tersebut.

2. Hubungi Kring Pajak 1500200

  • Jika Anda tidak memiliki akses ke email maupun nomor telepon lama, segera hubungi call center Kring Pajak.
  • Siapkan data diri seperti NPWP, NIK, dan dokumen pendukung.
  • Petugas akan membantu melakukan verifikasi dan memberikan arahan untuk mengatur ulang akun Anda.

3. Datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

  • Bawa dokumen identitas asli seperti KTP dan NPWP.
  • Sampaikan bahwa email Anda tidak sesuai dan Anda lupa password akun Coretax.
  • Petugas KPP akan melakukan update data email Anda di sistem, lalu membantu proses reset password.

4. Perbarui Data Secara Online (Jika Memungkinkan)

  • Beberapa KPP menyediakan layanan pembaruan data melalui email resmi KPP.
  • Kirimkan surat permohonan resmi yang ditandatangani, beserta lampiran identitas digital (scan KTP/NPWP).
  • Setelah data diperbarui, lakukan proses reset password kembali.

Tips Membuat Password Baru yang Aman

Saat berhasil melakukan reset password, pastikan Anda membuat kata sandi yang aman dengan panduan berikut:

  • Gunakan kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol.
  • Hindari menggunakan data pribadi seperti tanggal lahir atau nama keluarga.
  • Minimal 8 karakter untuk meminimalkan risiko peretasan.
  • Simpan password di tempat yang aman atau gunakan password manager.

Contoh Kasus Perhitungan Pajak Jika Terlambat Login

Untuk memahami pentingnya segera mengatasi masalah lupa password, bayangkan Anda tidak bisa login hingga melewati batas lapor SPT Tahunan. Misalnya:

  • Batas akhir pelaporan adalah 31 Maret.
  • Anda baru bisa login pada 5 April karena masalah email.
  • Sesuai aturan, keterlambatan lapor dikenakan denda administratif Rp100.000.

Kasus ini menunjukkan bahwa kendala teknis sekecil apapun bisa menimbulkan konsekuensi finansial jika tidak segera diatasi.

Mengurus reset password, verifikasi data, hingga memastikan kepatuhan pajak seringkali memakan waktu dan membingungkan, terutama bagi pelaku usaha yang sibuk.

Dengan menggunakan jasa ISB Consultant sebagai tax consultant Surabaya terpercaya yang berlokasi di Surabaya Barat, Anda bisa mendapatkan bantuan profesional untuk mengelola permasalahan administrasi perpajakan, termasuk mengatasi kendala teknis di akun Coretax. Hal ini tentu akan menghemat waktu, mengurangi risiko kesalahan, serta memastikan kewajiban perpajakan Anda tetap terjaga.

Cara Mencegah Kendala Lupa Password dan Email Tidak Cocok

Untuk menghindari kejadian serupa di masa depan, terapkan langkah-langkah preventif berikut:

1. Rutin Perbarui Data Pribadi

  • Pastikan email dan nomor telepon selalu yang terbaru.
  • Segera laporkan perubahan data melalui KPP atau layanan DJP online.

2. Catat Informasi Login dengan Aman

  • Gunakan aplikasi manajemen password.
  • Hindari menyimpan password di catatan ponsel tanpa proteksi.

3. Gunakan Autentikasi Ganda

  • Aktifkan opsi verifikasi dua langkah jika tersedia.
  • Hal ini akan menambah lapisan keamanan akun Anda.

4. Jangan Tunda Akses Akun

  • Rutin login meskipun tidak ada kebutuhan mendesak.
  • Hal ini memastikan Anda selalu ingat password dan data Anda masih valid.

5. Manfaatkan Bantuan Konsultan

  • Konsultan pajak dapat membantu mengecek, memperbarui, sekaligus mengelola data pajak Anda secara berkala.

Baca juga: Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah

The post Cara Mengatasi Lupa Password Coretax Tapi Email Tidak Cocok appeared first on ISB Consultant.

]]>
6116
Pajak Ditanggung Pemerintah, Ini Regulasi & Kontroversinya https://isbconsultant.com/pajak-ditanggung-pemerintah/ Mon, 08 Sep 2025 06:54:14 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6113 Dalam diskusi publik mengenai transparansi keuangan negara, isu mengenai pajak ditanggung pemerintah (DTP) kerap menjadi sorotan. Banyak masyarakat mempertanyakan mengapa pajak penghasilan pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), hingga anggota TNI/Polri ditanggung oleh anggaran negara, sementara di sisi lain beban fiskal semakin berat. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar “Apakah skema DTP benar-benar adil dan bagaimana […]

The post Pajak Ditanggung Pemerintah, Ini Regulasi & Kontroversinya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam diskusi publik mengenai transparansi keuangan negara, isu mengenai pajak ditanggung pemerintah (DTP) kerap menjadi sorotan. Banyak masyarakat mempertanyakan mengapa pajak penghasilan pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), hingga anggota TNI/Polri ditanggung oleh anggaran negara, sementara di sisi lain beban fiskal semakin berat.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar “Apakah skema DTP benar-benar adil dan bagaimana mekanisme sebenarnya dijalankan?”

Sebagai bagian dari kebijakan fiskal, pajak ditanggung pemerintah bukanlah konsep yang sederhana. Meskipun terlihat seolah-olah penerima penghasilan terbebas dari kewajiban pajak, faktanya pajak tetap dipotong dan disetor ke kas negara. Hanya saja, pembiayaan pajak tersebut berasal dari anggaran belanja negara maupun daerah, bukan langsung dari penghasilan bersih penerima.

Apa itu Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)?

Pajak ditanggung pemerintah (DTP) adalah mekanisme di mana beban pajak penghasilan tertentu dibayar menggunakan APBN atau APBD. Hal ini diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur tata cara pemotongan dan penyetoran.

Skema ini berlaku khusus untuk penghasilan yang bersumber dari gaji, tunjangan tetap, uang pensiun serta penghasilan rutin lainnya yang dibayarkan dari kas negara atau daerah.

Secara administratif, pajak tetap dihitung sesuai ketentuan umum. Bendahara instansi melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, lalu menyetorkannya ke kas negara. Setelah itu, anggaran yang telah disiapkan digunakan untuk mengganti beban pajak tersebut. Dengan cara ini, take-home pay penerima tidak terpengaruh oleh kewajiban pajak.

Dasar Hukum Pajak Ditanggung Pemerintah

Skema DTP memiliki landasan hukum yang jelas dalam peraturan perundang-undangan, di antaranya:

  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 262/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan pejabat negara, ASN, anggota TNI/Polri dan pensiunannya yang pajaknya ditanggung pemerintah.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 92/PMK.03/2023 yang memperbarui ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan dan pertanggungjawaban pajak ditanggung pemerintah.
  • Undang-Undang APBN setiap tahun yang menetapkan alokasi anggaran belanja pegawai termasuk pos pembayaran pajak DTP.

Dengan dasar hukum ini, DTP dipastikan bukanlah bentuk pembebasan pajak, melainkan mekanisme fiskal yang sah dan diatur secara resmi oleh pemerintah.

Subjek yang Termasuk dalam Skema DTP

Tidak semua pihak mendapatkan fasilitas DTP. Berdasarkan regulasi yang berlaku, skema ini hanya berlaku bagi pihak-pihak tertentu, antara lain:

  • Pejabat negara, seperti anggota DPR, menteri, hakim dan pejabat tinggi lainnya.
  • Aparatur Sipil Negara (ASN), baik di pusat maupun daerah.
  • Anggota TNI dan Polri.
  • Penerima pensiun yang pembayaran manfaatnya berasal dari APBN/APBD.

Dengan demikian, DTP lebih bersifat sebagai kebijakan khusus yang hanya menyasar penerima penghasilan tetap dari negara. Artinya, masyarakat umum yang berprofesi sebagai pengusaha, profesional atau pekerja swasta tetap menanggung pajaknya sendiri.

Penghasilan yang Tidak Ditanggung Pemerintah

Meski DTP memberikan fasilitas bagi penghasilan tertentu, tidak semua jenis pendapatan seorang pejabat atau ASN ditanggung oleh negara. Beberapa jenis penghasilan yang pajaknya wajib ditanggung sendiri antara lain:

  • Honorarium dari kegiatan di luar tugas utama yang dibiayai APBN/APBD.
  • Pendapatan usaha atau profesi pribadi.
  • Hasil investasi seperti bunga deposito, dividen atau capital gain.
  • Penghasilan lain yang bersifat non-reguler dan bukan bagian dari gaji pokok atau tunjangan tetap.

Semua penghasilan tersebut tetap wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan apabila terdapat pajak kurang bayar, maka penerima penghasilan wajib melunasinya.

Dari Mana Sumber DTP?

Sumber pembiayaan pajak ditanggung pemerintah berasal dari pos belanja pegawai dalam APBN atau APBD. Dalam APBN, penerimaan terbesar memang berasal dari pajak, kemudian disusul oleh penerimaan negara bukan pajak (PNBP), hibah dan pembiayaan. Oleh karena itu, wajar apabila masyarakat menilai bahwa DTP sejatinya tetap berasal dari “pajak rakyat”.

Meski demikian, DTP bukanlah bentuk pembebasan pajak. Secara hukum, pajak tetap ada, dipotong dan disetor ke kas negara. Perbedaannya hanya terletak pada siapa yang menanggung beban finansialnya.

Contoh Ilustrasi Perhitungan

Misalkan seorang ASN memiliki penghasilan rutin berupa gaji dan tunjangan sebesar Rp15.000.000 per bulan. Setelah dilakukan penghitungan sesuai lapisan tarif PPh Pasal 21, didapatkan pajak terutang sebesar Rp1.800.000.

Dalam skema umum, pajak ini dipotong dari gaji sehingga take-home pay berkurang menjadi Rp13.200.000. Namun, dalam skema DTP, bendahara instansi tetap memotong dan menyetorkan Rp1.800.000 ke kas negara. Selanjutnya, anggaran belanja pegawai menanggung beban pajak tersebut, sehingga ASN tetap menerima gaji bersih Rp15.000.000.

Dampak Fiskal dan Tata Kelola

Skema DTP memiliki implikasi besar terhadap tata kelola fiskal dan kesehatan APBN/APBD. Dari sisi kelebihan, mekanisme ini mempermudah perencanaan anggaran karena take-home pay penerima lebih stabil. Selain itu, kepatuhan administratif lebih terjamin sebab pajak disetorkan langsung oleh bendahara.

Namun, terdapat pula sejumlah dampak fiskal yang perlu diperhatikan secara rinci:

  • Beban Anggaran: Belanja pegawai meningkat karena negara tidak hanya menanggung gaji dan tunjangan, tetapi juga pajak yang semestinya dipotong dari penghasilan.
  • Efisiensi Fiskal: Sebagian ruang fiskal yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan atau kesehatan menjadi terbatas akibat tingginya pos belanja pegawai.
  • Risiko Defisit: Ketika penerimaan negara tidak sebanding dengan kewajiban belanja, termasuk DTP, maka risiko defisit APBN meningkat dan dapat mendorong kebutuhan pembiayaan utang.
  • Distorsi Keadilan Pajak: Penggunaan dana publik untuk membayar pajak kelompok tertentu menimbulkan kesan ketidakadilan, terutama bagi masyarakat umum yang harus menanggung pajak secara mandiri.
  • Dampak Jangka Panjang: Apabila tidak dievaluasi, skema DTP berpotensi menciptakan rigiditas fiskal, yaitu kondisi ketika sebagian besar anggaran terkunci untuk belanja rutin sehingga sulit dialihkan ke program prioritas lain.

Dengan berbagai dampak tersebut, kebijakan DTP perlu dikelola secara hati-hati agar tidak menggerus fleksibilitas fiskal negara dan tetap sejalan dengan prinsip keadilan sosial.

Kontroversi di Balik Pajak Ditanggung Pemerintah

Selain dampak fiskal, skema DTP memunculkan kontroversi di ruang publik. Kritik utama muncul karena dianggap memberikan keistimewaan kepada pejabat negara dan ASN, sementara masyarakat umum tetap wajib menanggung sendiri kewajiban pajaknya. Beberapa kontroversi yang sering dibicarakan antara lain:

  • Ketidakadilan Sosial: Publik menilai kebijakan ini memperlebar jurang keadilan antara pejabat dan rakyat biasa.
  • Kurangnya Transparansi: Belum semua instansi menyajikan informasi terbuka mengenai jumlah pajak yang ditanggung pemerintah.
  • Prioritas Belanja Negara: Di tengah kebutuhan pembangunan yang mendesak, publik mempertanyakan urgensi penggunaan APBN untuk menutup pajak pegawai.
  • Isu Kepercayaan Publik: Keterbatasan informasi dan persepsi ketidakadilan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan fiskal negara.

Kontroversi ini menjadi salah satu alasan penting mengapa keterbukaan informasi, evaluasi kebijakan dan audit berkala perlu dilakukan.

Memahami aturan perpajakan, termasuk skema khusus seperti DTP, tidaklah mudah bagi masyarakat umum. Banyak pihak yang kesulitan membedakan mana penghasilan yang ditanggung pemerintah dan mana yang harus dilaporkan serta dibayar secara mandiri. Dalam konteks ini, peran konsultan pajak menjadi sangat penting.

Konsultan pajak dapat membantu individu maupun institusi untuk menghitung kewajiban pajak dengan tepat, memastikan kepatuhan hukum serta menyusun strategi agar pengelolaan pajak lebih efisien. Bagi para pejabat, ASN, maupun pegawai swasta yang memiliki lebih dari satu sumber penghasilan, jasa konsultan pajak menjadi solusi strategis agar tidak terjadi kesalahan perhitungan atau risiko sanksi.

Bagi Anda yang membutuhkan pendampingan profesional, layanan konsultan pajak PPh 21 Surabaya yang ditawarkan oleh ISBConsultant.com dapat menjadi pilihan tepat. Dengan pengalaman dalam menangani berbagai kasus perpajakan, termasuk PPh 21 dan kewajiban tahunan lainnya, konsultan pajak dapat membantu Anda memahami detail aturan yang seringkali kompleks. Kehadiran konsultan bukan hanya mempermudah pelaporan, tetapi juga memberikan rasa aman dalam setiap proses administrasi pajak.

Rekomendasi Tata Kelola Lebih Baik

Untuk menjawab berbagai kritik yang ada, terdapat sejumlah rekomendasi yang sering dikemukakan para ahli:

  • Keterbukaan Informasi: Rincian komponen gaji dan tunjangan, termasuk DTP, perlu dipublikasikan secara transparan.
  • Audit Kinerja: Kompensasi yang diterima pejabat negara sebaiknya dikaitkan dengan capaian kinerja yang nyata.
  • Evaluasi Kebijakan: Desain kompenssi harus ditinjau secara periodik agar sesuai dengan kondisi fiskal dan prinsip keadilan sosial.
  • Partisipasi Publik: Pelibatan masyarakat dalam mengawasi kebijakan fiskal dapat meningkatkan kepercayaan terhadap pengelolaan APBN/APBD.

Baca juga: Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional

The post Pajak Ditanggung Pemerintah, Ini Regulasi & Kontroversinya appeared first on ISB Consultant.

]]>
6113
Cara Mengajukan Surat Keterangan Bebas Pajak oleh Pihak Lain https://isbconsultant.com/cara-mengajukan-surat-keterangan-bebas-pajak-oleh-pihak-lain/ Fri, 05 Sep 2025 08:40:30 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6099 Mengurus kewajiban perpajakan sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi para Wajib Pajak. Tidak hanya berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan, tetapi juga menyangkut hak-hak yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk meringankan beban administrasi. Salah satu fasilitas yang cukup penting namun belum banyak dipahami secara mendalam adalah pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) oleh pihak lain. […]

The post Cara Mengajukan Surat Keterangan Bebas Pajak oleh Pihak Lain appeared first on ISB Consultant.

]]>
Mengurus kewajiban perpajakan sering kali menjadi tantangan tersendiri bagi para Wajib Pajak. Tidak hanya berkaitan dengan pencatatan dan pelaporan, tetapi juga menyangkut hak-hak yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk meringankan beban administrasi.

Salah satu fasilitas yang cukup penting namun belum banyak dipahami secara mendalam adalah pembebasan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) oleh pihak lain.

Kebijakan ini memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan resmi agar tidak dikenakan pemotongan atau pemungutan PPh, tentu dengan syarat dan ketentuan yang diatur secara ketat.

Dengan terbitnya PER-8/PJ/2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadirkan aturan terbaru terkait mekanisme pembebasan ini. Aturan tersebut diatur secara detail mulai dari kriteria Wajib Pajak yang berhak, jenis pajak yang dapat diajukan pembebasan, hingga proses pengajuan melalui sistem elektronik.

Bagi pelaku usaha maupun individu yang ingin mengoptimalkan kepatuhan pajaknya, pemahaman menyeluruh atas ketentuan ini menjadi hal yang wajib dimiliki.

Kriteria Wajib Pajak yang Berhak Mengajukan Pembebasan

Tidak semua Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan. Hanya mereka yang memenuhi syarat tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Adapun kriteria utamanya adalah:

  1. Tidak terutang PPh dalam tahun berjalan, misalnya karena:
    • Mengalami kerugian fiskal yang tercatat dalam laporan keuangan.
    • Masih memiliki hak kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya.
    • Jumlah PPh yang sudah dibayar melebihi estimasi PPh terutang.
    • Seluruh penghasilan yang diperoleh hanya dikenakan PPh Final.
  2. Memiliki rekam jejak kepatuhan pajak yang baik, dibuktikan dengan Surat Keterangan Fiskal (SKF) dari DJP.

Kriteria ini bertujuan agar pembebasan hanya diberikan kepada Wajib Pajak yang memang tidak memiliki kewajiban tambahan dan patuh dalam administrasi perpajakannya.

Jenis Pemotongan atau Pemungutan yang Dapat Diajukan Pembebasan

Pengajuan pembebasan ini dapat mencakup berbagai jenis pajak yang biasanya dipotong atau dipungut oleh pihak lain. Beberapa di antaranya adalah:

  • PPh Pasal 21: Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan tertentu.
  • PPh Pasal 22: Pajak yang dipungut oleh pihak tertentu terkait transaksi barang.
  • PPh Pasal 22 Impor: Pajak yang dikenakan saat melakukan kegiatan impor barang.
  • PPh Pasal 23: Pajak yang dikenakan atas transaksi jasa, dividen, royalti, dan sejenisnya.

Masing-masing jenis pajak ini memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, Wajib Pajak perlu memastikan jenis mana saja yang relevan dengan kondisi usaha atau kegiatan mereka sebelum mengajukan permohonan.

Persyaratan yang Harus Disiapkan

Untuk mengajukan pembebasan, Wajib Pajak wajib menyiapkan dokumen dan perhitungan yang lengkap. Dokumen yang harus dilampirkan antara lain:

  • Lembar perhitungan PPh yang menunjukkan proyeksi bahwa tidak ada PPh terutang.
  • Dokumen pendukung lain sesuai dengan ketentuan, seperti laporan keuangan atau data fiskal yang relevan.
  • Surat Keterangan Fiskal (SKF) sebagai bukti kepatuhan pajak.

Semua dokumen ini diajukan secara elektronik melalui Portal Wajib Pajak di coretaxdjp.pajak.go.id.

Tahapan Pengajuan Pembebasan PPh

Proses pengajuan pembebasan ini telah diatur dengan jelas agar memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Berikut adalah tahapan-tahapannya:

1. Pengajuan Permohonan

Wajib Pajak melakukan pengajuan melalui Portal Wajib Pajak dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

2. Verifikasi oleh KPP DJP

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan melakukan penelitian dan verifikasi terhadap data yang diajukan.

3. Penerbitan Keputusan

Keputusan atas permohonan akan diterbitkan maksimal 5 hari kerja setelah pengajuan. Hasil keputusan bisa berupa:

  • Disetujui: DJP menerbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) yang berlaku hingga akhir tahun pajak berjalan.
  • Ditolak: DJP mengeluarkan surat penolakan disertai alasan yang jelas.

4. Kepastian Hukum

Jika SKB disetujui, maka dalam 2 hari kerja setelah keputusan, SKB akan diterbitkan secara resmi. Hal ini memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan pihak pemotong atau pemungut.

Pembatalan dan Pencabutan SKB

Meskipun SKB telah diterbitkan, ada kondisi tertentu yang bisa menyebabkan pembatalan atau pencabutan:

  • Pembatalan SKB: Apabila setelah penerbitan SKB ternyata terbukti bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria yang berlaku, maka pembebasan menjadi tidak sah sejak tanggal penerbitan SKB.
  • Pencabutan SKB: Jika setelah SKB berlaku ditemukan adanya ketidaksesuaian data, SKB dapat dicabut dan tidak berlaku sejak tanggal pencabutan.

Konsekuensinya, Wajib Pajak tetap harus melunasi kekurangan pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebelum SPT Tahunan disampaikan.

Contoh Perhitungan Sederhana

Misalkan sebuah perusahaan jasa konsultan memiliki estimasi penghasilan kena pajak sebesar Rp400.000.000 dalam tahun berjalan. Perusahaan tersebut masih memiliki kompensasi kerugian dari tahun sebelumnya sebesar Rp500.000.000. Dengan adanya kompensasi kerugian tersebut, maka perusahaan tidak memiliki PPh terutang pada tahun berjalan. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan dapat mengajukan pembebasan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa yang mereka berikan.

Contoh sederhana ini menunjukkan bahwa meskipun perusahaan memiliki penghasilan, namun secara fiskal tidak terutang pajak, sehingga berhak untuk mendapatkan SKB.

Bagi banyak pelaku usaha, mengurus dokumen dan memahami ketentuan perpajakan terkini bukanlah perkara mudah. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat penting.

Sebagai contoh, untuk Wajib Pajak yang berada di wilayah Jawa Timur, keberadaan ISB Consultant yang memiliki basis kantor konsultan pajak Surabaya Barat tentu dapat menjadi mitra strategis. Dengan dukungan tenaga profesional, proses pengajuan SKB berpotensi berlangsung lebih efisien, akurat, serta meminimalkan kemungkinan terjadinya kekeliruan administrasi.

Manfaat Mengajukan Pembebasan PPh

Mengajukan pembebasan pemotongan atau pemungutan pajak bukan hanya sekadar hak, tetapi juga strategi efisiensi bagi Wajib Pajak. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara lain:

  • Mengurangi beban administrasi karena tidak perlu melakukan restitusi atas kelebihan pemotongan.
  • Meningkatkan arus kas perusahaan dengan tidak adanya dana yang tertahan akibat pemotongan pajak.
  • Memberikan kepastian hukum dalam transaksi bisnis.
  • Meningkatkan kredibilitas Wajib Pajak di mata mitra usaha maupun otoritas pajak.

Baca juga: Cara Cepat Mengurus Surat Keterangan Bebas PPh via DJP Online

The post Cara Mengajukan Surat Keterangan Bebas Pajak oleh Pihak Lain appeared first on ISB Consultant.

]]>
6099
8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan https://isbconsultant.com/jenis-pengecualian-objek-pph-perusahaan/ Thu, 04 Sep 2025 08:25:50 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6096 Membicarakan kewajiban perpajakan bagi badan usaha sering kali identik dengan hitung-hitungan rumit, laporan berlapis, dan regulasi yang ketat. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua penghasilan yang diterima badan usaha wajib dikenakan Pajak Penghasilan (PPh)? Ada kategori penghasilan tertentu yang secara tegas dikecualikan dari objek pajak, dan hal ini penting dipahami agar perusahaan tidak salah langkah […]

The post 8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Membicarakan kewajiban perpajakan bagi badan usaha sering kali identik dengan hitung-hitungan rumit, laporan berlapis, dan regulasi yang ketat. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua penghasilan yang diterima badan usaha wajib dikenakan Pajak Penghasilan (PPh)?

Ada kategori penghasilan tertentu yang secara tegas dikecualikan dari objek pajak, dan hal ini penting dipahami agar perusahaan tidak salah langkah dalam menyusun laporan SPT Tahunan.

Pemahaman yang tepat mengenai daftar penghasilan bukan objek PPh akan membantu wajib pajak badan menyusun laporan yang lebih efisien, menghindari kesalahan pelaporan, serta memastikan kepatuhan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Artikel ini akan membahas secara mendalam jenis-jenis penghasilan tersebut, dasar hukumnya, hingga bagaimana pengisiannya dalam formulir SPT Tahunan melalui sistem Coretax.

Pentingnya Memahami Penghasilan Bukan Objek PPh

Dalam konteks pelaporan pajak, istilah “penghasilan bukan objek PPh” berarti jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan karena alasan tertentu. Pengecualian ini bukan tanpa alasan, melainkan telah diatur secara jelas dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh beserta regulasi turunannya.

Bagi perusahaan atau organisasi, pemahaman ini sangat penting karena berdampak langsung terhadap kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Kesalahan dalam mengklasifikasikan penerimaan bisa berujung pada koreksi pajak, sanksi administrasi, bahkan pemeriksaan oleh otoritas pajak.

Jenis Penghasilan Bukan Objek PPh untuk Wajib Pajak Badan

Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang termasuk dalam kategori bukan objek pajak bagi wajib pajak badan:

1. Bantuan, Sumbangan dan Hibah

Jenis penghasilan ini termasuk harta hibahan maupun sumbangan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial (termasuk yayasan), dan koperasi.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni tidak adanya hubungan usaha atau kepemilikan di antara pihak yang terlibat. Selain itu, badan penerima harus beroperasi sesuai tujuan sosial atau pendidikan tanpa mencari keuntungan.

2. Setoran Modal (Inbreng)

Harta atau setoran tunai yang diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal tidak dikenakan pajak. Misalnya, ketika seorang pemegang saham menyetor tanah atau bangunan sebagai modal ke dalam sebuah perseroan terbatas, maka penerimaan tersebut tidak menjadi objek PPh.

3. Dividen atau Penghasilan Sejenis

Dividen yang diterima wajib pajak badan dalam negeri kini dikecualikan dari objek PPh, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, untuk dividen luar negeri, terdapat syarat khusus yakni harus diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

4. Iuran Dana Pensiun

Dana pensiun yang telah mendapatkan pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak dikenakan pajak atas iuran yang diterima dari pemberi kerja maupun peserta. Hal ini termasuk hasil investasi dana tersebut selama ditempatkan di sektor-sektor tertentu yang diatur dalam regulasi.

5. Penghasilan dari Investasi Dana Pensiun

Selain iuran, penghasilan yang diperoleh dana pensiun dari modal yang ditanamkan pada sektor tertentu juga termasuk penghasilan bukan objek PPh. Hal ini untuk mendukung kesinambungan manfaat dana pensiun bagi para peserta di masa mendatang.

6. Bagian Laba Perusahaan Modal Ventura

Perusahaan Modal Ventura (PMV) juga memperoleh pengecualian atas bagian laba yang diterima dari perusahaan pasangan usaha. Syaratnya, perusahaan tersebut termasuk dalam kategori usaha mikro, kecil, atau menengah, atau bergerak di sektor tertentu yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

7. Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba

Badan atau lembaga nirlaba di bidang pendidikan dan penelitian yang memperoleh sisa lebih kegiatan juga mendapatkan pengecualian. Namun, syaratnya sisa lebih tersebut harus digunakan kembali untuk pembangunan sarana prasarana pendidikan atau penelitian dalam jangka waktu empat tahun.

8. Dana Setoran BPIH dan Keuangan Haji

Dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) serta pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga dikecualikan dari objek PPh. Hal ini sesuai dengan peraturan terbaru mengenai pengelolaan dana haji.

Contoh Kasus Pengisian di SPT Tahunan

Misalnya, sebuah yayasan pendidikan menerima sumbangan sebesar Rp500.000.000 dari pihak donatur. Sepanjang yayasan tersebut memenuhi syarat, maka penerimaan tersebut tidak dikenakan PPh.

Dalam SPT Tahunan Badan, penerimaan ini dicatat di Lampiran 4 Bagian B pada sistem Coretax sebagai penghasilan bukan objek pajak.

Contoh lain, sebuah perusahaan modal ventura menerima bagian laba sebesar Rp2.000.000.000 dari perusahaan mikro yang menjadi pasangan usahanya. Karena memenuhi syarat sebagai perusahaan yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, penerimaan tersebut juga masuk kategori bukan objek pajak.

Haruskah Gunakan Konsultan Pajak?

Pengisian daftar penghasilan bukan objek pajak memerlukan ketelitian tinggi, terutama dalam mencocokkan dengan dasar hukum dan regulasi terkait. Tidak sedikit wajib pajak badan yang mengalami kebingungan saat harus mengisi Lampiran 4 Bagian B karena kompleksitas persyaratan yang berlaku.

Peran konsultan pajak dalam hal ini tidak bisa dianggap sepele. Dengan adanya pendampingan dari tenaga profesional, perusahaan dapat meminimalkan potensi kesalahan administratif sekaligus memastikan seluruh laporan disusun sesuai regulasi perpajakan yang berlaku.

Bagi Anda yang membutuhkan bantuan, ISB Consultant hadir sebagai salah satu konsultan pajak terdekat di Jogja dengan layanan yang mengutamakan proses cepat dan akurat. Sehingga perusahaan Anda dapat fokus pada pengembangan profit tanpa harus terbebani dengan detail teknis perpajakan.

Kepatuhan Pajak Badan adalah Prioritas

Kepatuhan dalam melaporkan penghasilan bukan objek pajak tidak hanya menjaga reputasi perusahaan, tetapi juga memberikan rasa aman ketika menghadapi pemeriksaan.

Otoritas pajak memiliki sistem yang semakin canggih untuk mendeteksi ketidaksesuaian data, sehingga akurasi dan transparansi pelaporan menjadi hal yang wajib dijaga.

Selain itu, pemanfaatan ketentuan penghasilan bukan objek pajak juga dapat membantu perusahaan dalam efisiensi keuangan. Dengan tidak dikenakannya pajak pada jenis penerimaan tertentu, perusahaan memiliki ruang lebih luas untuk mengalokasikan dana bagi kegiatan produktif lainnya.

Baca juga: 15 Jasa Tidak Kena Pajak PPN, Kok Bisa?

The post 8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan appeared first on ISB Consultant.

]]>
6096
Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional https://isbconsultant.com/dampak-kenaikan-ptkp-bagi-buruh-perusahaan-ekonomi-nasional/ Wed, 03 Sep 2025 08:08:41 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6093 Perbincangan mengenai kesejahteraan buruh dan pekerja selalu hangat dibicarakan, terutama ketika menyentuh aspek penghasilan bersih yang dapat mereka nikmati. Di tengah kondisi ekonomi yang kian menantang, isu mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi salah satu tuntutan utama serikat buruh. Tidak hanya karena berkaitan dengan pajak yang dibayarkan, tetapi juga menyangkut daya beli, konsumsi […]

The post Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perbincangan mengenai kesejahteraan buruh dan pekerja selalu hangat dibicarakan, terutama ketika menyentuh aspek penghasilan bersih yang dapat mereka nikmati. Di tengah kondisi ekonomi yang kian menantang, isu mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi salah satu tuntutan utama serikat buruh.

Tidak hanya karena berkaitan dengan pajak yang dibayarkan, tetapi juga menyangkut daya beli, konsumsi rumah tangga, hingga perputaran ekonomi nasional.

Kenaikan PTKP tidak semata-mata berarti pengurangan kewajiban pajak, melainkan juga memberikan ruang lebih luas bagi pekerja untuk mengalokasikan pendapatan mereka pada kebutuhan primer maupun sekunder.

Pada gilirannya, hal ini bisa menciptakan efek berantai terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, memahami urgensi kenaikan PTKP menjadi penting, baik dari perspektif pekerja, perusahaan, maupun negara.

Apa Itu PTKP dan Mengapa Penting bagi Pekerja?

PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Angka ini menjadi acuan dasar dalam menghitung pajak yang harus dibayarkan oleh seorang pekerja.

Misalnya, jika PTKP ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun (Rp4,5 juta per bulan), maka seseorang dengan gaji tahunan di bawah angka tersebut tidak dikenakan PPh 21.

Pentingnya PTKP bagi pekerja terletak pada besaran take home pay (THP) yang diterima. Semakin tinggi PTKP, semakin besar penghasilan bersih yang bisa dibawa pulang pekerja tanpa harus dipotong pajak. Hal ini berdampak langsung pada kesejahteraan dan kemampuan pekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Mengapa Kenaikan PTKP Diperlukan?

Ada beberapa alasan utama mengapa kenaikan PTKP dianggap mendesak, di antaranya:

  1. Menjaga Daya Beli: Dengan inflasi yang terus meningkat, biaya hidup pekerja semakin tinggi. Kenaikan PTKP memberikan ruang tambahan agar daya beli tetap terjaga.
  2. Keadilan Pajak: Beban pajak yang lebih proporsional dapat meringankan pekerja berpenghasilan rendah hingga menengah yang menjadi kelompok paling rentan.
  3. Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga: Pendapatan yang tidak lagi dipotong pajak akan berputar dalam bentuk konsumsi, terutama untuk kebutuhan pangan, transportasi, hingga pendidikan.
  4. Dampak Multiplier ke Ekonomi: Uang yang beredar di masyarakat meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Contoh Simulasi Penghitungan Pajak dengan PTKP Baru

Untuk memberikan gambaran lebih konkret, berikut contoh sederhana perbandingan beban pajak dengan asumsi kenaikan PTKP dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta per bulan.

Contoh kasus:

  • Seorang pekerja di Semarang memiliki gaji Rp9.000.000 per bulan.
  • PTKP lama: Rp54.000.000 per tahun (Rp4,5 juta per bulan).
  • PTKP usulan baru: Rp90.000.000 per tahun (Rp7,5 juta per bulan).

Simulasi:

  • Dengan PTKP lama, Penghasilan Kena Pajak (PKP) pekerja adalah Rp54 juta.
  • Dengan PTKP baru, PKP turun menjadi Rp18 juta.
  • Pajak yang dikenakan (tarif 5%) hanya Rp900.000 per tahun atau Rp75.000 per bulan, jauh lebih rendah dari sebelumnya.

Dari simulasi ini terlihat bahwa kenaikan PTKP memberi keringanan signifikan pada pekerja menengah, sehingga take home pay mereka meningkat.

Tabel Simulasi PPh 21 dan Take Home Pay

Berikut gambaran ilustratif dampak kenaikan PTKP berdasarkan beberapa level gaji bulanan:

Gaji (Rp/bln)PPh 21/bulan saat PTKP 4,5 jtPPh 21/bulan jika PTKP 7,5 jtSelisih
4.000.000000
5.000.00025.000025.000
6.000.00075.000075.000
7.000.000125.0000125.000
8.000.000175.00025.000150.000
10.000.000325.000125.000200.000
12.000.000625.000225.000400.000

Perubahan kebijakan perpajakan seperti kenaikan PTKP, sebagaimana tergambar pada tabel di atas, sering kali menimbulkan kebingungan bagi pekerja maupun perusahaan.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi gaji, semakin besar pula selisih keringanan pajak yang diterima pekerja berkat kenaikan PTKP.

Dalam konteks inilah, kehadiran ISBC sebagai salah satu jasa pajak Semarang menjadi dibutuhkan. Kami dapat membantu menjelaskan simulasi perhitungan tersebut, mengatur strategi perencanaan pajak, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi

Dampak Kenaikan PTKP bagi Pekerja dan Perusahaan

Kenaikan PTKP tidak hanya berdampak pada individu, melainkan juga pada perusahaan. Pekerja memperoleh gaji bersih yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang menerapkan skema gross-up (pajak ditanggung perusahaan) akan mendapatkan pengurangan beban biaya gaji.

Manfaat bagi pekerja:

  • THP meningkat tanpa harus menunggu kenaikan gaji.
  • Ruang konsumsi rumah tangga lebih luas.
  • Beban keuangan lebih ringan terutama untuk keluarga muda.

Manfaat bagi perusahaan:

  • Efisiensi biaya gaji jika menanggung PPh 21 karyawan.
  • Motivasi karyawan meningkat karena pendapatan bersih lebih besar.
  • Potensi penurunan tuntutan kenaikan upah nominal.

Dampak Makroekonomi Kenaikan PTKP

Kenaikan PTKP memiliki implikasi luas terhadap perekonomian nasional:

  • Penerimaan Negara: PPh 21 mungkin menurun di awal, tetapi sebagian bisa tergantikan dari PPN akibat meningkatnya konsumsi.
  • Pasar Tenaga Kerja: Pekerja lebih puas dengan pendapatan bersihnya, sehingga potensi konflik industrial berkurang.
  • Kemiskinan dan Ketimpangan: Kenaikan PTKP meringankan beban pajak pekerja dengan penghasilan menengah ke bawah sehingga membantu menekan ketimpangan.
  • Inflasi: Tidak berdampak langsung, namun konsumsi yang lebih besar bisa memberi tekanan kecil pada harga bila pasokan barang terbatas.

Risiko yang Perlu Diantisipasi

Meskipun kenaikan PTKP memiliki banyak manfaat, terdapat pula beberapa risiko yang harus diperhatikan:

  • Penyempitan Basis Pajak: Jika PTKP terlalu tinggi, jumlah pembayar pajak bisa berkurang drastis.
  • Ketimpangan antara Formal dan Informal: Pekerja formal mendapat manfaat lebih besar dibanding pekerja informal.
  • Cliff Effect: Pekerja dengan penghasilan sedikit di atas ambang batas PTKP bisa menghadapi beban pajak yang cukup tajam.

Opsi Implementasi Kenaikan PTKP

Agar kenaikan PTKP bisa memberikan manfaat optimal tanpa mengganggu stabilitas fiskal negara, beberapa opsi implementasi yang dapat dipertimbangkan adalah:

  1. Indeksasi PTKP pada Inflasi: Penyesuaian otomatis agar daya beli tetap terjaga.
  2. Kenaikan Bertahap: Dilakukan secara bertahap agar APBN tidak terguncang.
  3. Sinkronisasi dengan Kebijakan Upah Minimum: Agar kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan berjalan selaras.
  4. Sosialisasi yang Transparan: Negara harus memberikan pemahaman kepada pekerja terkait perubahan take home pay.

Perspektif Buruh dan Publik

Bagi buruh dan serikat pekerja, kenaikan PTKP dianggap sebagai bentuk keadilan. Uang yang tidak lagi dipotong pajak akan berputar dalam konsumsi masyarakat, terutama untuk kebutuhan sehari-hari yang mendesak. Di sisi lain, publik menilai kebijakan ini lebih tepat sasaran dibandingkan insentif yang hanya menyentuh kalangan tertentu.

Baca juga: Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT

The post Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
6093
Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah https://isbconsultant.com/cara-mengatasi-nik-tidak-terbaca-di-coretax-djp/ Tue, 02 Sep 2025 07:48:31 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6090 Menghadapi kendala teknis saat berurusan dengan sistem perpajakan digital bisa menjadi pengalaman yang cukup membuat resah. Salah satu masalah yang kerap ditemui wajib pajak adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak terbaca atau tidak dikenali oleh sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Padahal, di sisi lain, data NIK tersebut sudah terdaftar valid di database Dukcapil. […]

The post Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menghadapi kendala teknis saat berurusan dengan sistem perpajakan digital bisa menjadi pengalaman yang cukup membuat resah. Salah satu masalah yang kerap ditemui wajib pajak adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak terbaca atau tidak dikenali oleh sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Padahal, di sisi lain, data NIK tersebut sudah terdaftar valid di database Dukcapil.

Kondisi ini sering kali membuat wajib pajak terhambat dalam menyiapkan dokumen penting, seperti bukti potong (bupot) atau administrasi lainnya. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya selesai cepat justru tertunda karena kesalahan teknis yang terlihat sederhana, namun berdampak signifikan.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif penyebab permasalahan ini, serta langkah-langkah penyelesaian yang dapat ditempuh agar aktivitas perpajakan Anda kembali berjalan lancar.

Mengapa NIK Tidak Terbaca di Coretax?

Sebelum membahas solusi, penting untuk memahami alasan mendasar mengapa NIK bisa gagal terbaca oleh sistem Coretax DJP. Beberapa penyebab yang paling sering ditemui antara lain:

  1. Validasi di Dukcapil belum sempurna
    Walaupun di Dukcapil status NIK terlihat valid, terkadang data belum sepenuhnya sinkron dengan sistem lain, termasuk Coretax.
  2. Data tidak terbawa saat migrasi
    Dalam proses migrasi dari sistem lama ke Coretax, ada kemungkinan data tertentu, termasuk NIK, tidak masuk secara otomatis ke dalam database baru.
  3. Gangguan teknis saat pemadanan
    Proses pemadanan NIK dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat terkendala oleh masalah teknis, seperti server yang sibuk atau error pada aplikasi.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa NIK belum sepenuhnya terdaftar di database Coretax, meskipun secara hukum sudah sah di Dukcapil.

Solusi Registrasi Mandiri di Coretax

Bagi wajib pajak yang mengalami masalah NIK tidak terbaca, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah melakukan registrasi mandiri. Perlu digarisbawahi, registrasi ini bukan berarti membuat NPWP baru, melainkan memastikan NIK resmi tercatat di sistem Coretax.

Proses Registrasi Mandiri

  1. Kunjungan Offline
    Wajib pajak dapat datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Proses ini gratis dan petugas akan membantu hingga NIK resmi terbaca di sistem.
  2. Registrasi Online
    Alternatif lain adalah melalui situs resmi coretaxdjp.pajak.go.id. Berikut tahapan yang dapat dilakukan secara mandiri:
    • Akses halaman utama Coretax dan klik tombol Daftar di sini.
    • Pilih jenis pendaftaran Perorangan.
    • Centang pilihan Ya, Wajib Pajak Memiliki NIK.
    • Pilih opsi Hanya Registrasi untuk memastikan NIK terbaca tanpa otomatis membuat NPWP baru.
    • Masukkan data pribadi sesuai dengan e-KTP atau Kartu Keluarga (KK).
    • Lengkapi informasi email aktif dan nomor telepon seluler.
    • Isi detail alamat domisili serta alamat sesuai KTP.
    • Setujui pernyataan wajib pajak dan kirim formulir.

Apabila berhasil, sistem akan mengirimkan username dan password ke alamat email yang terdaftar. Dengan akun ini, wajib pajak bisa login ke Coretax dan memastikan NIK sudah resmi tercatat.

Solusi Melalui Unit Pajak Keluarga

Bagi wajib pajak yang berstatus sebagai istri atau anak belum dewasa, prosesnya sedikit berbeda. NIK hanya dapat terbaca apabila sudah tercatat dalam Unit Pajak Keluarga milik kepala keluarga.

Hal ini menegaskan pentingnya keterhubungan data antar anggota keluarga dalam administrasi perpajakan.

Langkah-langkah Pendaftaran Unit Pajak Keluarga

  1. Kepala keluarga login ke Coretax melalui akun pribadi.
  2. Buka menu Portal Saya > Profil Saya > Informasi Umum.
  3. Klik Edit dan scroll hingga bagian Unit Pajak Keluarga.
  4. Tambahkan nama anggota keluarga yang belum tercantum, lalu klik Tambah.
  5. Centang pernyataan wajib pajak dan simpan data.

Dengan langkah ini, sistem akan secara otomatis mengenali NIK anggota keluarga yang ditambahkan, sehingga dapat digunakan untuk keperluan perpajakan.

Ilustrasi Kasus NIK Tidak Terbaca

Misalnya, seorang karyawan bernama Adi memiliki NIK yang valid di Dukcapil. Namun, ketika perusahaan tempatnya bekerja mencoba memproses bukti potong PPh 21, sistem Coretax menolak NIK tersebut. Setelah dicek, ternyata NIK Adi belum masuk ke database Coretax.

Untuk mengatasi masalah ini, Adi melakukan registrasi mandiri secara online dengan mengisi formulir sesuai identitas. Beberapa jam kemudian, akun Coretax berhasil aktif dan NIK sudah dikenali. Dengan begitu, perusahaan pun dapat melanjutkan proses administrasi pajak tanpa hambatan.

Contoh kasus ini menggambarkan bahwa masalah teknis bisa diatasi dengan langkah praktis, tanpa harus menunggu terlalu lama.

Pentingnya Dukungan Profesional dalam Menghadapi Kendala Pajak

Kendala teknis seperti NIK tidak terbaca memang bisa diatasi mandiri. Namun, tidak semua wajib pajak memiliki waktu atau pemahaman teknis yang cukup untuk menyelesaikannya sendiri. Inilah mengapa keberadaan konsultan pajak menjadi solusi yang efisien.

Bagi perusahaan di Sidoarjo yang membutuhkan kepastian administrasi pajak tanpa hambatan teknis, bekerja sama dengan ISB Consultant merupakan pilihan tepat.

Selain memberikan pendampingan teknis, konsultan pajak juga membantu menyusun perencanaan pajak yang efisien, sehingga setiap kewajiban perpajakan bisa dijalankan dengan lebih terstruktur dan minim risiko.

Manfaat Mengatasi Kendala NIK Sejak Dini

Menunda penyelesaian masalah NIK tidak terbaca bisa menimbulkan risiko administratif yang lebih besar. Beberapa manfaat jika masalah ini ditangani segera antara lain:

  • Kelancaran Proses Administrasi: Dokumen penting seperti bukti potong dapat diproses tepat waktu.
  • Mengurangi Risiko Sanksi: Keterlambatan pelaporan akibat kendala teknis bisa diminimalisasi.
  • Meningkatkan Kepercayaan Internal: Perusahaan atau organisasi tidak perlu khawatir dengan gangguan teknis yang berulang.
  • Efisiensi Waktu: Proses registrasi yang hanya dilakukan sekali akan memberikan manfaat jangka panjang.

Tips Agar NIK Selalu Terbaca di Coretax

Untuk mencegah kendala serupa di kemudian hari, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan wajib pajak:

  1. Selalu pastikan data di Dukcapil sudah valid dan terbaru.
  2. Segera lakukan registrasi mandiri setelah memiliki NIK baru.
  3. Pastikan email dan nomor telepon yang terdaftar aktif dan dapat digunakan.
  4. Rutin mengecek akun Coretax untuk memastikan data sudah sinkron.

Baca juga: Cara Mengatasi NIK Deregistered Wanita Kawin di Coretax

The post Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah appeared first on ISB Consultant.

]]>
6090
Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan https://isbconsultant.com/daftar-kode-koreksi-fiskal-positif-negatif-spt-tahunan-badan/ Mon, 01 Sep 2025 07:30:40 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6087 Menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Badan bukanlah sekadar formalitas administrasi, tetapi merupakan kewajiban hukum yang membutuhkan ketelitian tinggi. Banyak perusahaan yang kerap menemui kendala ketika harus menyesuaikan laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Di sinilah konsep koreksi fiskal memiliki peran penting, khususnya dalam sistem administrasi berbasis Coretax yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam […]

The post Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Badan bukanlah sekadar formalitas administrasi, tetapi merupakan kewajiban hukum yang membutuhkan ketelitian tinggi. Banyak perusahaan yang kerap menemui kendala ketika harus menyesuaikan laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan.

Di sinilah konsep koreksi fiskal memiliki peran penting, khususnya dalam sistem administrasi berbasis Coretax yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam praktiknya, kesalahan pengisian kode koreksi fiskal dapat menimbulkan implikasi serius, mulai dari ketidaksesuaian data hingga risiko pemeriksaan pajak.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai daftar kode koreksi fiskal resmi sebagaimana diatur dalam PER-11/PJ/2025 sangat dibutuhkan oleh setiap Wajib Pajak Badan. Artikel ini akan mengulas secara terperinci daftar kode koreksi fiskal di Coretax, lengkap dengan contoh praktis agar mudah dipahami.

Apa yang Dimaksud dengan Koreksi Fiskal?

Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian antara laporan laba rugi komersial yang disusun berdasarkan standar akuntansi dengan laporan fiskal yang disusun berdasarkan aturan perpajakan.

Penyesuaian ini diperlukan karena tidak semua biaya dan pendapatan yang diakui secara akuntansi dapat diakui secara fiskal. Koreksi ini terbagi menjadi dua jenis:

  • Koreksi Fiskal Positif (FPO): Penyesuaian yang menambah laba fiskal, karena ada biaya yang diakui secara komersial namun tidak boleh diakui secara fiskal.
  • Koreksi Fiskal Negatif (FNE): Penyesuaian yang mengurangi laba fiskal, karena terdapat penghasilan yang diakui komersial tetapi dikecualikan dalam perhitungan pajak.

Pemahaman mengenai jenis koreksi ini sangat penting agar perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif (FPO)

Berikut adalah kode koreksi fiskal positif yang ditetapkan DJP melalui sistem Coretax:

  • FPO-01: Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya
  • FPO-02: Premi asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan, beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak
  • FPO-04: Pengeluaran melebihi kewajaran kepada pihak afiliasi
  • FPO-05: Harta hibah, bantuan, atau sumbangan
  • FPO-06: Pajak penghasilan (PPh) itu sendiri
  • FPO-07: Gaji untuk pemilik usaha atau tanggungannya
  • FPO-08: Sanksi administrasi perpajakan
  • FPO-09: Selisih lebih penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FPO-10: Selisih lebih amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FPO-11: Biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan PPh Final dan non-objek
  • FPO-12: Penyesuaian fiskal positif lainnya

Daftar Kode Koreksi Fiskal Negatif (FNE)

Kode berikut berlaku untuk penyesuaian yang mengurangi penghasilan kena pajak:

  • FNE-01: Penghasilan dikenai PPh Final atau non-objek pajak yang tetap masuk omzet
  • FNE-02: Selisih kurang penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FNE-03: Selisih kurang amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FNE-04: Penyesuaian fiskal negatif lainnya

Contoh Praktis Perhitungan Koreksi Fiskal

Agar lebih mudah dipahami, berikut ilustrasi sederhana mengenai penerapan kode koreksi fiskal:

Sebuah perusahaan mencatat beban biaya perjalanan sebesar Rp200.000.000 pada laporan komersial. Setelah diteliti, Rp30.000.000 dari total biaya tersebut digunakan untuk perjalanan pribadi pemilik perusahaan. Berdasarkan aturan fiskal, biaya ini tidak boleh diakui, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal positif dengan kode FPO-01.

Selain itu, perusahaan juga memperoleh pendapatan bunga deposito sebesar Rp50.000.000 yang telah dikenakan PPh Final. Pendapatan ini harus dikecualikan dari laba fiskal melalui koreksi fiskal negatif dengan kode FNE-01.

Hasilnya:

  • Laba komersial sebelum koreksi: Rp1.000.000.000
  • Ditambah koreksi positif FPO-01: Rp30.000.000
  • Dikurangi koreksi negatif FNE-01: Rp50.000.000
  • Laba fiskal yang menjadi dasar perhitungan pajak: Rp980.000.000

Contoh ini menunjukkan betapa pentingnya pencatatan yang akurat dalam pengisian Lampiran L1 SPT Tahunan Badan.

Menghadapi kompleksitas aturan perpajakan tentu tidak mudah, terutama bagi perusahaan yang memiliki transaksi beragam. Dalam kondisi ini, bekerja sama dengan pihak ketiga yang kompeten menjadi solusi efektif.

Memilih konsultan pajak ISBC sebagai pihak yang profesional dan berpengalaman akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan analisis koreksi fiskal, memastikan kepatuhan, serta meminimalkan risiko pemeriksaan dari otoritas pajak.

Dengan demikian, perusahaan dapat lebih fokus pada strategi bisnis tanpa harus terbebani urusan administrasi perpajakan yang rumit.

Pemilihan kode koreksi fiskal bukan hanya soal teknis administratif, tetapi juga berpengaruh langsung pada validitas perhitungan pajak. Kesalahan dalam menentukan kode dapat menyebabkan koreksi ganda, terlewatnya penghasilan kena pajak, atau bahkan sanksi dari DJP.

Karena itu, setiap perusahaan sebaiknya memiliki sistem pengendalian internal yang baik untuk memastikan keakuratan data.

Catatan Teknis Pengisian di Coretax

Dalam sistem administrasi perpajakan berbasis Coretax, seluruh koreksi fiskal harus diinput melalui Lampiran L1 SPT Tahunan Badan. Jika tidak terdapat koreksi fiskal positif maupun negatif, maka kolom kode koreksi tidak perlu diisi.

Namun, jika ada transaksi yang relevan, kode harus dipilih sesuai daftar resmi dari DJP. Disiplin dalam penggunaan kode ini akan memudahkan validasi sistem serta meminimalkan perbedaan data dengan DJP.

Strategi Perusahaan dalam Mengelola Koreksi Fiskal

Agar pengisian SPT berjalan lancar, perusahaan sebaiknya menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Melakukan rekonsiliasi secara berkala antara laporan akuntansi dengan laporan pajak.
  2. Mendokumentasikan seluruh transaksi secara rinci, termasuk bukti pendukung biaya maupun penghasilan.
  3. Menggunakan software akuntansi yang terintegrasi dengan sistem perpajakan untuk mengurangi risiko human error.
  4. Melibatkan tenaga ahli pajak internal maupun eksternal dalam proses review sebelum pelaporan.

Dengan strategi ini, perusahaan dapat meminimalisir kesalahan yang berpotensi berakibat sanksi.

Baca juga: Apa Beda Koreksi Fiskal Permanen dan Temporer? Ini Penjelasannya

The post Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan appeared first on ISB Consultant.

]]>
6087
Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax https://isbconsultant.com/cara-mengajukan-keberatan-pajak-secara-online-di-coretax/ Fri, 29 Aug 2025 05:07:57 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6078 Dalam sistem perpajakan Indonesia, tidak jarang Wajib Pajak merasa keberatan dengan hasil perhitungan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perbedaan interpretasi aturan, kesalahan administratif, atau perhitungan yang dianggap kurang tepat bisa menjadi alasan kuat untuk mengajukan keberatan. Untuk mengakomodasi hal tersebut, DJP menyediakan jalur resmi melalui mekanisme keberatan pajak. Seiring perkembangan teknologi, […]

The post Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam sistem perpajakan Indonesia, tidak jarang Wajib Pajak merasa keberatan dengan hasil perhitungan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perbedaan interpretasi aturan, kesalahan administratif, atau perhitungan yang dianggap kurang tepat bisa menjadi alasan kuat untuk mengajukan keberatan. Untuk mengakomodasi hal tersebut, DJP menyediakan jalur resmi melalui mekanisme keberatan pajak.

Seiring perkembangan teknologi, DJP telah mengimplementasikan Core Tax Administration System (Coretax) yang membuat proses administrasi pajak menjadi lebih cepat, transparan, dan terintegrasi.

Salah satunya adalah pengajuan keberatan yang kini bisa dilakukan secara online tanpa harus membawa dokumen fisik ke kantor pajak. Artikel ini akan membahas secara lengkap tata cara mengajukan keberatan pajak di Coretax DJP terbaru beserta tips praktis agar proses berjalan lancar.

Dasar Hukum Keberatan Pajak

Keberatan pajak adalah hak yang diberikan kepada Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Beberapa kondisi yang memungkinkan Wajib Pajak mengajukan keberatan antara lain:

  • Adanya ketidakcocokan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
  • Perselisihan terkait Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
  • Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
  • Ketidaksetujuan terhadap pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak ketiga.

Dengan dasar hukum yang jelas, Wajib Pajak memiliki kepastian untuk menyampaikan pendapat dan memperjuangkan haknya.

Syarat Administratif Mengajukan Keberatan

Agar keberatan dapat diterima oleh DJP, beberapa syarat yang perlu dipenuhi adalah:

  1. Pengajuan keberatan harus dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Diajukan paling lama 3 bulan sejak diterimanya surat ketetapan.
  3. Disampaikan melalui portal resmi Coretax DJP.
  4. Menyebutkan jumlah pajak menurut perhitungan Wajib Pajak.
  5. Melampirkan dokumen pendukung seperti SKPKB/SKPLB/SKPN, bukti pembayaran, atau dokumen relevan lainnya.

Langkah-langkah Mengajukan Keberatan di Coretax

Berikut adalah panduan praktis untuk mengajukan keberatan melalui Coretax DJP:

1. Login Portal Coretax DJP

Buka situs Coretax DJP lalu login menggunakan NPWP dan kata sandi.

2. Akses Profil Wajib Pajak

Setelah masuk, sistem akan menampilkan Landing Page Taxpayer Portal sesuai identitas NPWP.

3. Buat Permohonan Keberatan

Klik menu Permohonan Layanan Administrasi, pilih jenis layanan Keberatan.

4. Pilih NPWP (Jika Bertindak Atas Nama Badan)

Untuk Wajib Pajak badan, pastikan memilih NPWP perusahaan yang sesuai.

5. Isi Detail Permohonan

Lengkapi informasi mengenai jenis keberatan, alasan pengajuan, dan jumlah pajak yang menurut WP dianggap benar.

6. Unggah Dokumen Pendukung

Tambahkan dokumen-dokumen yang relevan, seperti SKPKB atau laporan keuangan.

7. Tanda Tangan Digital

Lakukan tanda tangan elektronik dengan memasukkan passphrase pada tombol Sign.

8. Review dan Submit

Periksa kembali seluruh isian. Jika sudah sesuai, klik submit lalu simpan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE).

9. Status Kasus

Sistem akan menampilkan status Kasus Selesai sebagai tanda bahwa pengajuan telah tercatat.

Jangka Waktu Penentuan Keputusan

Direktorat Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan atas keberatan dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima. Apabila hingga batas waktu tidak ada keputusan yang disampaikan, maka keberatan tersebut secara hukum dianggap dikabulkan. Keputusan yang diberikan bisa berupa:

  • Dikabulkan seluruhnya.
  • Dikabulkan sebagian.
  • Ditolak.

Contoh Kasus Keberatan Pajak

Sebuah perusahaan menerima SKPKB PPh Badan tahun 2023 sebesar Rp750.000.000. Namun, setelah melakukan audit internal, perusahaan berpendapat bahwa jumlah pajak terutang hanya Rp500.000.000. Maka, saat mengajukan keberatan melalui Coretax, perusahaan akan mengisi formulir dengan:

  • Pajak menurut DJP: Rp750.000.000
  • Pajak menurut WP: Rp500.000.000
  • Selisih keberatan: Rp250.000.000

Untuk memperkuat argumen, perusahaan melampirkan laporan keuangan audit, rekonsiliasi fiskal, dan bukti transaksi yang relevan.

Tips Agar Keberatan Diterima

  1. Susun alasan keberatan dengan bahasa yang jelas, sistematis, dan berbasis aturan hukum.
  2. Lampirkan dokumen pendukung sebanyak mungkin untuk memperkuat argumen.
  3. Ajukan keberatan jauh sebelum batas 3 bulan untuk menghindari risiko teknis.
  4. Simpan semua dokumen bukti termasuk BPE untuk arsip.
  5. Pertimbangkan menggunakan jasa konsultan pajak untuk mengoptimalkan hasil.

Mengajukan keberatan pajak membutuhkan pemahaman hukum dan administrasi yang cukup kompleks. Kesalahan kecil dalam dokumen bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, banyak Wajib Pajak yang memilih untuk didampingi konsultan pajak. Kehadiran konsultan membantu menyusun argumentasi yang lebih kuat serta memastikan seluruh syarat terpenuhi.

Jika Anda berdomisili di Yogyakarta, bekerja sama dengan kantor konsultan pajak Yogyakarta atau ISBConsultant.com bisa menjadi langkah tepat. Dengan dukungan tim profesional bersertifikasi dan terpercaya, pengajuan keberatan dapat berjalan lebih terarah, efisien, dan berpeluang lebih besar untuk dikabulkan.

Pengajuan keberatan pajak di era digital melalui Coretax DJP memberikan kemudahan sekaligus kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Dengan memahami dasar hukum, memenuhi syarat administratif, mengikuti prosedur dengan benar, serta didampingi konsultan pajak berpengalaman, keberhasilan pengajuan keberatan akan lebih terjamin. Inovasi digital ini tidak hanya mempercepat proses, tetapi juga memperkuat transparansi sistem perpajakan Indonesia.

Baca juga: Apa Penyebab Timbul dan Terhapusnya Utang Pajak?

The post Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
6078
Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha https://isbconsultant.com/aktivasi-coretax-wp-pribadi-dan-badan-usaha/ Thu, 28 Aug 2025 04:47:04 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6074 Sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi digital yang signifikan. Salah satu inovasi terbaru adalah penerapan Coretax DJP yang menggantikan sistem DJP Online. Dengan hadirnya sistem ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengintegrasikan berbagai layanan pajak dalam satu portal digital. Namun, sebelum Wajib Pajak dapat memanfaatkan fitur-fitur tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah aktivasi […]

The post Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha appeared first on ISB Consultant.

]]>
Sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi digital yang signifikan. Salah satu inovasi terbaru adalah penerapan Coretax DJP yang menggantikan sistem DJP Online. Dengan hadirnya sistem ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengintegrasikan berbagai layanan pajak dalam satu portal digital. Namun, sebelum Wajib Pajak dapat memanfaatkan fitur-fitur tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah aktivasi akun Coretax DJP.

Aktivasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan pintu masuk utama untuk mengelola seluruh kewajiban perpajakan. Mulai dari pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran pajak, hingga penggunaan sertifikat elektronik terbaru. Tanpa aktivasi, Wajib Pajak tidak akan dapat mengakses layanan digital yang kini menjadi standar utama administrasi perpajakan di Indonesia.

Mengapa Aktivasi Akun Coretax Sangat Penting?

Aktivasi akun Coretax memiliki peran yang krusial karena:

  • Syarat utama akses layanan digital pajak: Tanpa aktivasi, Wajib Pajak tidak dapat melaporkan maupun membayar pajak melalui Coretax.
  • Keamanan data perpajakan: Aktivasi memastikan bahwa akun hanya digunakan oleh pihak yang berhak.
  • Pemanfaatan fitur baru: Coretax menghadirkan fitur pre-populated SPT, sertifikat elektronik terbaru, hingga validasi data otomatis.
  • Kemudahan pemantauan: Wajib Pajak dapat memantau seluruh kewajiban pajaknya dalam satu akun terpadu.

Langkah-Langkah Aktivasi Coretax DJP

Berikut panduan terperinci untuk melakukan aktivasi akun Coretax DJP:

1. Akses Situs Coretax DJP

Kunjungi laman resmi coretaxdjp.pajak.go.id. Pilih menu “Aktivasi Akun Wajib Pajak” yang tersedia di halaman utama.

2. Isi Data Wajib Pajak

  • Centang pernyataan bahwa Anda adalah Wajib Pajak terdaftar.
  • Masukkan NPWP atau NIK, serta nama lengkap sesuai data di DJP.
  • Klik tombol “Cari” untuk menampilkan data.
  • Isikan alamat email dan nomor telepon aktif yang telah terdaftar di DJP.

3. Lakukan Verifikasi Wajah

  • Klik “Take a Photo” untuk mengambil foto wajah langsung dari perangkat.
  • Pastikan wajah terlihat jelas tanpa masker atau kacamata.
  • Setelah berhasil, lakukan validasi hingga muncul notifikasi “Validasi foto berhasil”.

4. Kirim Permohonan Aktivasi

  • Centang pernyataan persetujuan Wajib Pajak.
  • Klik “Simpan” untuk mengajukan permohonan aktivasi.

5. Cek Email untuk Informasi Login

  • Buka email yang terdaftar.
  • Temukan dokumen PDF berisi Penerbitan Akun Wajib Pajak.
  • Dokumen tersebut berisi ID pengguna serta password sementara.

6. Login ke Sistem Coretax DJP

  • Masukkan ID pengguna (NPWP/NIK), kata sandi, dan password sementara.
  • Akses kembali halaman utama Coretax DJP untuk login.

7. Ganti Password Akun

  • Setelah berhasil login, segera lakukan penggantian password.
  • Gunakan kombinasi huruf, angka, dan simbol untuk menjaga keamanan akun.

Dengan langkah-langkah tersebut, akun Coretax DJP Anda sudah aktif dan siap digunakan.

Contoh Kasus Kendala Aktivasi dan Solusinya

Misalnya, seorang Wajib Pajak bernama Andi mengalami kendala karena nomor telepon yang terdaftar sudah tidak aktif. Akibatnya, sistem tidak menampilkan tombol hijau validasi. Solusi yang dapat dilakukan adalah:

  • Melakukan pembaruan data kontak melalui KPP terdaftar.
  • Menghubungi Kring Pajak 1500200 untuk memastikan pembaruan data berhasil.
  • Setelah data diperbarui, proses aktivasi dapat diulang kembali.

Hal ini menegaskan bahwa keakuratan data sangat penting agar aktivasi berjalan lancar.

Tips Agar Aktivasi Lancar

  • Gunakan perangkat dengan kamera berkualitas baik agar verifikasi wajah berhasil.
  • Pastikan email dan nomor telepon sama dengan yang tercatat di DJP.
  • Lakukan aktivasi jauh sebelum batas pelaporan pajak untuk menghindari antrean sistem.
  • Jika gagal, jangan ragu untuk meminta bantuan KPP terdekat.

Bagi banyak pelaku usaha, aktivasi akun hanyalah langkah awal. Tantangan sesungguhnya ada pada pengelolaan administrasi pajak yang kompleks, mulai dari pencatatan transaksi, rekonsiliasi, hingga pelaporan rutin. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi penting.

Sebagai contoh, bagi Wajib Pajak di Jawa Tengah, khususnya area Semarang, layanan jasa kelola administrasi pajak yang ditawarkan oleh ISBC dapat menjadi solusi profesional untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan DJP. Dengan dukungan ini, Wajib Pajak tidak hanya menghemat waktu tetapi juga meminimalisasi risiko kesalahan administrasi.

Aktivasi Coretax DJP merupakan kewajiban mendasar yang harus dilakukan setiap Wajib Pajak agar dapat memanfaatkan seluruh fitur digital perpajakan. Prosesnya relatif mudah, namun tetap membutuhkan ketelitian terutama dalam pengisian data dan verifikasi.

Dengan melakukan aktivasi sejak dini, Wajib Pajak dapat mengakses layanan digital perpajakan dengan lebih cepat, aman, dan efisien. Jika menemui kendala, jangan ragu untuk menghubungi KPP atau memanfaatkan layanan konsultan pajak profesional.

Baca juga: Cara Daftar NPWP Online di Coretax dengan Mudah

The post Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha appeared first on ISB Consultant.

]]>
6074