Apa itu Peredaran Bruto Wajib Pajak Badan?

Pada dunia perpajakan, peredaran bruto wajib pajak badan menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam penghitungan pajak penghasilan. Peredaran bruto ini mencakup seluruh penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha sebelum dilakukan pengurangan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Artikel ini akan menjelaskan pengertian peredaran bruto wajib pajak badan, cara penghitungannya, aturan pengurangan penghasilan bruto pada SPT Tahunan Pajak Badan, serta pengaruh perubahan Undang-Undang perpajakan terhadap penghitungan pajak badan.

Pengertian Peredaran Bruto

Peredaran bruto wajib pajak badan mengacu pada seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha, termasuk perolehan, pemungutan, dan pemeliharaan penghasilan baik di dalam maupun di luar Indonesia sebelum dikurangi biaya perolehan.

Penghasilan tersebut meliputi penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final, penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan tidak final, serta penghasilan yang dibebaskan dari pajak penghasilan.

Baca juga: Dasar Hukum Pajak E-commerce & Ketentuannya

Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, peredaran bruto wajib pajak badan adalah semua penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya perolehan. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, omzet total merupakan penghasilan dari suatu usaha yang tidak termasuk beberapa jenis penghasilan tertentu.

Penghitungan Peredaran Bruto

Penghitungan peredaran bruto wajib pajak badan dapat berbeda berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila omzet untuk tahun pajak tidak melebihi Rp4.800.000.000, maka penghitungan pajak penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai pajak penghasilan Pasal 4 Ayat 2.

Namun, apabila peredaran bruto pada tahun pajak berjalan melebihi Rp4.800.000.000, maka penghitungan pajak penghasilan badan mengacu pada Pasal 17 dan 31E UU 36/2008.

Baca juga: Syarat UMKM Bebas Potongan PPh Final di 2024

Pengurangan Penghasilan Bruto

Dalam menghitung penghasilan kena pajak (PKP) bagi wajib pajak dalam negeri dan badan usaha tetap, biaya atau beban yang dapat dikurangkan adalah biaya yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan bisnis, penyusutan real estat serta peralatan, pembayaran kepada dana pensiun, kerugian yang disebabkan oleh penjualan atau pengalihan harta, serta berbagai jenis pengeluaran yang diatur oleh peraturan pemerintah.

Contoh Perhitungan Peredaran Bruto

Sebagai contoh, PT Bangun Jaya bergerak di bidang jasa pariwisata dan produksi tekstil dengan total peredaran tiket perjalanan dan tekstil tahun 2022 sebesar Rp10.520.670.000. Dengan total pendapatan tersebut melebihi Rp4,8 miliar, PT Bangun Jaya diharuskan membayar pajak penghasilan badan untuk tahun pajak 2022 berdasarkan Pasal 17 dan 31E UU No. 36/2008. Rincian pendapatan PT Bangun Jaya tahun buku 2022 antara lain pendapatan dari penjualan tiket, penjualan pakaian, dan penjualan lainnya termasuk aksesoris.

Penutup

Baca juga:  Bea Cukai: Barang Kiriman TKI Minimal US$500 Kini Bebas Pungutan

Dalam menghitung peredaran bruto wajib pajak badan, penting untuk memahami definisi peredaran bruto yang berlaku serta aturan-aturan perundang-undangan yang terkait. Pengurangan biaya-biaya yang dapat dilakukan juga perlu diperhatikan agar penghitungan pajak penghasilan dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.