Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Voluntary Disclosure Program adalah salah satu poin penting yang seharusnya menjadi sorotan pemerintah dan seluruh Warga Negara Indonesia (WNI), terutama Wajib Pajak (WP). PPS ini termaktub di dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan oleh presiden bersama DPR RI pada tanggal 7 Oktober 2021.
Lantas apa yang menjadi poin penting dalam program ini? Selengkapnya, mari kita bahas tentang kebijakan PPS tersebut dengan sejumlah informasi yang tersaji melalui artikel kali ini.
Terkait Program Pengungkapan Sukarela (PPS)
PPS sengaja disusun untuk memberikan kesempatan kepada para Wajib Pajak yang belum atau kurang dalam mengungkapkan hartanya. Di samping itu, Voluntary Disclosure juga menjadi bentuk pengampunan pajak dari Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani Indrawati sendiri sudah menyatakan bahwasanya program tersebut adalah ajang untuk mempermudah dan meningkatkan kepatuhan sukarela pada Wajib Pajak (WP). Di dalam Konferensi pers Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang terselenggara Jumat, 8 Oktober 2021, lalu, Sri Mulyani mengungkapkan hal tersebut.
“Program ini akan terselenggara dengan tujuan untuk kesempatan untuk para Wajib Pajak, yakni dalam mengungkap atau memberi laporan terkait kewajiban pajak yang belum mereka tepati atau penuhi secara sukarela,” ungkapnya.
Tanggapan dari Wakil Menteri Keuangan
Menanggapi program pengungkapan sukarela yang juga disebut Tax Amnesty tersebut, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga ikut berkomentar secara daring. Yakni dalam International Tax Conference 2021 yang terselenggara pada tanggal 12 Oktober 2021 oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam konferensi tersebut, ia menyebutkan bahwa pemerintah tidak mematok berapa jumlah pendapatan yang masuk dari pelaksanaan PPS.
“Saya tekankan sekali lagi terkait pelaksanaan Tax Amnesty ini. Sasaran utama dari Program PPS ini adalah siapa saja yang termasuk Wajib Pajak kita. Sehingga targetnya bukanlah perihal jumlah pendapat,” ujar Wamenkeu, Suahasil Nazara.
Wamenkeu juga memberi kejelasan tentang diberlakukannya Tax Amnesty tersebut. Dengan program ini, pemerintah berniat untuk meningkatkan kepatuhan sukarela dari para wajib pajak. Oleh karena hal itu, para wajib pajak nantinya mampu terintegrasi ke dalam sistem perpajakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Wajib Pajak (WP) adalah sasaran utama dari program ini. Dengan demikian kalangan Wajib Pajak bisa masuk ke dalam sistem pajak pemerintah dan kita bisa bersama-sama untuk membangun Indonesia ke yang lebih baik,” lanjutnya.
Pengungkapan sukarela juga menjadi wadah untuk para Wajib Pajak yang belum memenuhi kewajiban diberikan kesempatan untuk segera melaporkan. Pemerintah melalui program ini juga menawarkan kepada para Wajib Pajak untuk andil dalam pematuhan sistem perpajakan.
“Program PPS merupakan sebagian dari penawaran pemerintah untuk memberi kesempatan sekaligus mengizinkan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) serta badan yang memungkinkan mereka bisa sukarela menaati ketetapan dan sistem perpajakan Indonesia,” katanya.
Tidak cukup sampai di situ, Suahasil Nazara juga memberikan penjelasan lebih lanjut. PPS ini nantinya akan terselenggara berlandaskan asas kesederhanaan, kemanfaatan, serta mengandalkan asas kepastian hukum.
Harapannya dengan pemberlakuan program PPS ini, bisa menyuplai aliran modal ke dalam negeri. Di samping itu, PPS juga diharapkan bisa memperkuat investasi terutama di sektor Sumber Daya Alam (SDA) dan bidang energi terbarukan.
PPH Terbagi ke Dalam Dua Jenis Kebijakan
Usai disahkannya UU HPP yang memuat peraturan akan diberlakukannya Program Pengungkapan Sukarela, ternyata terbagi menjadi dua jenis kebijakan.
Kebijakan pertama, adalah untuk pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta yang tidak dilaporkan oleh peserta Pengampunan Pajak sebelumnya. Selain itu, kebijakan ini juga menyangkut WP yang belum sepenuhnya melunasi kewajibannya terkait PPh oleh para peserta Tax Amnesty.
Kebijakan kedua, adalah pengungkapan harta Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang belum dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) PPhtahun pajak 2020.
Dalam pengungkapan sukarela ini, Wajib Pajak dapat melaporkan harta bersih yang tidak atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan. Namun hal ini berlaku apabila Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menemukan informasi maupun data terkait harta yang dimakud mulai 1 Januari dan berakhir di 30 Juni 2022.
Harta bersih tersebut nantinya bisa dianggap sebagai tambahan pendapatan yang dikenai Pajak Penghasilan. Hal tersebut bersifat final dan penghitungannya dilakukan dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.
Bagaimana Terkait Tarif yang Berlaku?
Penghitungan harta bersih sebagai tambahan PPh dilakukan dengan cara mengalikan tarif. Itulah mengapa perlu kita tahu pertama adalah berapa tarif yang berlaku. Untuk program PPS ini, ada dua kebijakan tarif yang berlaku.
Kebijakan tarif yang pertama adalah subjek WP orang pribadi dan badan peserta program Tax Amnesty dengan basis aset per Desember 2015 yang belum dilaporkan ketika tergabung dalam program tersebut. Nantinya, tarif Pajak Penghasilan final yang akan diberlakukan adalah 11 persen untuk Deklarasi Luar Negeri (LN).
Kemudian untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri (DN) dikenakan 8 persen. Terakhir, untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga (SBN) / Hilirisasi atau renewable energy akan dikenakan tarif 6 persen.
Sedangkan kebijakan tarif kedua pengungkapan sukarela adalah subjek Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) yang aset pendapatannya dari tahun 2016-2020 belum dicatatkan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2020. WP OP tersebut akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final yakni dengan rincian, 18 persen untuk deklarasi Luar Negeri (LN).
Untuk aset di luar negeri repatriasi serta aset dalam negeri dikenakan tarif 14 persen. Sementara aset luar negeri dan aset dalam negeri yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga (SBN) atau hilirisasi atau renewable energy akan dikenakan sebesar 12 persen saja.
Setelah melaporkan Surat Pemberitahuan pengungkapan harta, Wajib Pajak (WP) akan mendapatkan bukti berupa surat keterangan. SK tersebut akan diterbitkan langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak. Nantinya, dengan surat tersebut, Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi merilis surat ketetapan pajak terkait kewajiban perpajakan dari Tahun Pajak 2016 hingga berakhir di Tahun Pajak 2020.
UU HPP Bagian dari Reformasi Struktural
Program Pengungkapan Sukarela akan terlaksana berdasarkan ketetapan pemerintah yang termaktub di dalam isi UU HPP. PSS ini akan beroperasi mulai 1 Januari dan berakhir di 30 Januari 2022. Diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini merupakan bagian dari proses reformasi struktural.
Dimana reformasi struktural berperan dalam mendorong terciptanya sistem perpajakan yang adil, efektif, sehat, serta akuntabel. Di samping itu, reformasi perpajakan juga turut andil dari proses kelanjutan dalam rangka mendorong strategi percepatan pemulihan ekonomi serta pembangunan nasional. Strategi tersebut, nantinya akan dilaksanakan melalui penataan ulang sistem dalam perpajakan.
Di dalam International Tax Conference yang membahas UU HPP dan program pengungkapan sukarela. Wamenkeu berharap kepada para jajaran akuntan yang terintegrasi ke dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) agar bisa melayani semua klien. Artinya, IAI bisa membantu klien dalam pemahaman dan bisa memenuhi kewajiban dan hak perpajakan yang berlaku di Indonesia ini.
“Besar harapan saya kepada masyarakat internasiona agar bisa memandang berbagai sudut reformasi yang sudah dilaksanakan di Indonesia. Para akuntan kami yang berperan aktif dalam memastikan akuntabilitas serta transparansi laporan keuangan juga akan menjadi pendorong percepatan pemulihan ekonomi.
Dengan demikian, standar keuangan yang telah diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia juga bisa membantu dalam bermanuver. Terutama berjuang di masa pandemi ini. Kemudian, pada akhirnya kita bisa tumbuh dan berkembang bersama program pemulihan ekonomi bidang usaha di Indonesia ini”, tutur Wamenkeu, Suahasil Nazara.
Jadi memang semata-mata pengadaan Program Pengungkapan Sukarela ini adalah bagian dari upaya pemerintah. Sementara menjadi bagian dari UU HPP yang besar harapannya dapat membantu pemulihan ekonomi.