SPT Tahunan Archives • ISB Consultant Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 24 Aug 2025 02:07:06 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 SPT Tahunan Archives • ISB Consultant 32 32 196301377 Cara Mudah Menjawab SP2DK Online di Coretax DJP https://isbconsultant.com/cara-menjawab-sp2dk-online/ Thu, 21 Aug 2025 08:43:37 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6055 Menghadapi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sering kali membuat Wajib Pajak merasa was-was. Dokumen ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bentuk klarifikasi terhadap data perpajakan yang terdeteksi tidak sinkron atau memerlukan penjelasan lebih lanjut. Namun, seiring dengan penerapan sistem Coretax, kini proses menjawab SP2DK dapat dilakukan secara online sehingga lebih […]

The post Cara Mudah Menjawab SP2DK Online di Coretax DJP appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menghadapi Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sering kali membuat Wajib Pajak merasa was-was. Dokumen ini dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai bentuk klarifikasi terhadap data perpajakan yang terdeteksi tidak sinkron atau memerlukan penjelasan lebih lanjut. Namun, seiring dengan penerapan sistem Coretax, kini proses menjawab SP2DK dapat dilakukan secara online sehingga lebih praktis, transparan dan terdokumentasi dengan baik.

Bagi banyak perusahaan maupun individu, memahami cara menanggapi SP2DK di Coretax DJP merupakan keterampilan administrasi yang penting. Jika dilakukan dengan tepat, Wajib Pajak dapat mengurangi risiko pemeriksaan lanjutan maupun sanksi administratif. Artikel ini akan membahas secara lengkap bagaimana langkah-langkah menjawab SP2DK, apa saja dokumen yang perlu dipersiapkan serta tips agar proses berjalan lancar.

Apa itu SP2DK?

SP2DK adalah surat resmi dari DJP yang berisi permintaan klarifikasi atas data perpajakan Wajib Pajak. Biasanya SP2DK muncul karena adanya perbedaan data antara laporan SPT dengan data pihak ketiga, misalnya dari perbankan, instansi pemerintah atau pihak lain yang terhubung dengan transaksi Wajib Pajak.

Tujuan utama SP2DK bukanlah menjatuhkan sanksi, melainkan memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk memberikan penjelasan. Jika tanggapan sudah sesuai dan jelas, kasus dapat dianggap selesai tanpa proses pemeriksaan lebih lanjut.

Persiapan Sebelum Menjawab SP2DK

Sebelum masuk ke sistem Coretax, ada beberapa hal yang perlu disiapkan:

  • Nomor SP2DK yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
  • Data pendukung seperti laporan keuangan, bukti transaksi, maupun dokumen pajak terkait.
  • Format surat tanggapan resmi, biasanya dalam bentuk PDF yang ditandatangani pimpinan perusahaan atau Wajib Pajak pribadi.
  • Koneksi internet stabil serta browser yang direkomendasikan seperti Google Chrome atau Mozilla Firefox versi terbaru.

Dengan persiapan matang, proses pengisian di Coretax dapat berjalan lancar tanpa kendala teknis.

Langkah-langkah Menjawab SP2DK di Coretax DJP

Berikut adalah alur lengkap untuk menanggapi SP2DK secara online melalui Coretax DJP:

1. Login ke Coretax

Masuk melalui https://coretaxdjp.pajak.go.id. Jika Anda adalah Wajib Pajak Badan, gunakan akun badan usaha lalu lakukan impersonating. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, cukup login langsung.

2. Akses Menu Layanan Administrasi

Setelah berhasil login, navigasikan ke menu Layanan Wajib Pajak → Layanan Administrasi → Buat Permohonan Layanan Administrasi.

3. Pilih Nomor Penunjukan

Klik ikon pencarian, lalu pilih nomor penunjukan sesuai dengan SP2DK yang ingin dijawab.

4. Cari Jenis Layanan SP2DK

Gunakan fitur pencarian dengan mengetik AS.29 atau kata kunci Surat Wajib Pajak. Pilih layanan AS.29-03 – Surat Tanggapan atas SP2DK, lalu klik Simpan.

5. Akses Kasus Anda

Buka menu Portal Saya → Kasus Saya. Klik ikon refresh jika kasus belum muncul. Pilih kasus yang sesuai dengan nomor SP2DK yang diterima.

6. Periksa Alur Kasus & Informasi Umum

Buka menu Alur Kasus untuk melihat tahapan proses. Perhatikan bagian “Informasi Umum” dan “Informasi Wajib Pajak”. Pastikan semua kolom wajib terisi dengan benar.

7. Isi Perihal Surat

Tuliskan perihal dengan format yang jelas, misalnya: Tanggapan atas SP2DK Nomor 1234/KPP.0503/2025.

8. Pilih Dokumen SP2DK & Unggah Lampiran

Cari dokumen SP2DK pada kotak pencarian dokumen. Setelah itu, unggah file tanggapan resmi dan dokumen pendukung (misalnya bukti transfer, laporan keuangan atau kontrak kerja sama). Gunakan deskripsi dokumen yang relevan.

9. Mengisi Jumlah Lampiran dan Pernyataan

Isi sesuai jumlah file yang diunggah, centang pernyataan wajib pajak, kemudian simpan.

10. Penutupan Kasus

Sistem akan memproses dan menampilkan status Kasus Ditutup. Artinya, jawaban telah terkirim.

11. Download Bukti Penerimaan Elektronik (BPE)

Unduh BPE pada menu Document sebagai tanda resmi bahwa tanggapan sudah diterima oleh KPP.

12. Menunggu Tindak Lanjut DJP

Setelah BPE terbit, DJP akan memproses jawaban tersebut. Jika diperlukan, petugas KPP akan menghubungi Anda untuk klarifikasi tambahan.

Contoh Ilustrasi Kasus

Misalnya, sebuah perusahaan konstruksi menerima SP2DK karena terdapat perbedaan data transaksi jasa konstruksi. Berdasarkan catatan perusahaan, nilai kontrak adalah Rp2 miliar, namun DJP memiliki data pihak ketiga sebesar Rp2,5 miliar. Dalam tanggapan, perusahaan melampirkan salinan kontrak, bukti pembayaran serta laporan keuangan audited untuk menjelaskan perbedaan tersebut.

Dengan dokumen lengkap dan penjelasan yang detail, DJP dapat menerima klarifikasi tanpa melanjutkan ke tahap pemeriksaan.

Tips Penting Saat Menjawab SP2DK

  • Pastikan format surat tanggapan jelas, formal dan ditandatangani pihak berwenang.
  • Gunakan nama file dokumen yang rapi, misalnya Tanggapan_SP2DK_NamaPerusahaan.pdf.
  • Simpan salinan seluruh dokumen tanggapan dan BPE di arsip internal.
  • Jangan menunda pengisian agar tenggat waktu tidak terlewati.

Bagi banyak Wajib Pajak, menjawab SP2DK sering kali terasa rumit. Proses ini menuntut ketelitian dalam administrasi, pemahaman mendalam atas regulasi serta kemampuan menyusun argumentasi yang solutif. Pada titik inilah peran konsultan pajak Semarang ISBC menjadi signifikan

Dengan dukungan tim akuntan bersertifikat, Anda akan dibantu perusahaan menyusun jawaban yang rapi, sistematis dan meyakinkan di hadapan otoritas pajak.

Menjawab SP2DK di Coretax DJP kini menjadi lebih sederhana berkat sistem yang serba digital. Proses yang sebelumnya memakan waktu kini bisa dilakukan secara cepat dan efisien.

Kuncinya adalah mempersiapkan dokumen dengan benar, mengisi data sesuai instruksi dan memastikan bahwa seluruh langkah di Coretax diikuti dengan cermat.

Dengan panduan ini, diharapkan Wajib Pajak dapat lebih percaya diri dalam merespons SP2DK. Namun, bila masih merasa kesulitan, menggunakan jasa konsultan pajak yang berpengalaman tentu menjadi langkah tepat untuk memastikan kepatuhan dan menghindari risiko yang tidak diinginkan.

Baca juga: Cara Lapor SPT Tahunan Manual dengan Kertas di Coretax

The post Cara Mudah Menjawab SP2DK Online di Coretax DJP appeared first on ISB Consultant.

]]>
6055
Marketplace Kini Jadi Pemungut Pajak, Apa Dampaknya? https://isbconsultant.com/marketplace-kini-jadi-pemungut-pajak/ Wed, 23 Jul 2025 07:37:50 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5929 Perkembangan ekosistem perdagangan digital di Indonesia kini memasuki babak baru. Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, menetapkan bahwa marketplace akan berperan aktif sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Kebijakan ini secara resmi mulai diberlakukan pada 14 Juli 2025 dan menjadi tonggak penting dalam modernisasi sistem pemungutan pajak nasional. Transformasi ini […]

The post Marketplace Kini Jadi Pemungut Pajak, Apa Dampaknya? appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perkembangan ekosistem perdagangan digital di Indonesia kini memasuki babak baru. Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, menetapkan bahwa marketplace akan berperan aktif sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Kebijakan ini secara resmi mulai diberlakukan pada 14 Juli 2025 dan menjadi tonggak penting dalam modernisasi sistem pemungutan pajak nasional.

Transformasi ini tidak hanya akan mengubah proses administrasi perpajakan dalam transaksi daring, tetapi juga mencerminkan arah baru strategi fiskal yang menyasar potensi besar ekonomi digital. Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, hingga Bukalapak kini memiliki tanggung jawab strategis dalam memastikan kepatuhan pajak para pelaku usaha yang tergabung di dalamnya.

Tujuan dan Latar Belakang Kebijakan

Penerapan PMK 37/2025 bukanlah bentuk pengenaan pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan agar lebih terintegrasi dan efisien. Dalam bagian pertimbangannya, regulasi ini bertujuan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha konvensional dan digital, sekaligus meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap transaksi yang selama ini tersebar luas di ruang digital.

Model pemungutan pajak oleh marketplace ini telah menjadi praktik umum di berbagai negara. India, Filipina, dan Meksiko misalnya, telah lebih dulu menerapkan pendekatan serupa guna mengamankan penerimaan negara dari sektor perdagangan digital yang terus berkembang.

Siapa Saja yang Akan Dipungut Pajaknya?

Marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 akan memungut pajak dari pihak yang disebut “Pedagang Dalam Negeri”. Kriteria pedagang ini cukup luas, meliputi:

  • Pelaku usaha orang pribadi atau badan
  • Bertransaksi melalui marketplace
  • Menggunakan rekening bank Indonesia, alamat IP lokal, atau nomor telepon Indonesia

Pungutan ini berlaku tidak hanya bagi penjual barang, tetapi juga penyedia jasa yang memperoleh penghasilan dari transaksi daring yang difasilitasi oleh platform. Ini mencakup jasa logistik, asuransi, dan berbagai jasa digital lainnya.

Besaran Pajak dan Cara Pemungutannya

Pajak yang dipungut adalah PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai peredaran bruto. Peredaran bruto ini dihitung berdasarkan total nilai transaksi, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Yang menarik, pungutan ini dikenakan saat dana diterima oleh marketplace—biasanya ketika pembeli menyelesaikan pembayaran dan dana masuk ke sistem escrow. Dengan cara ini, seluruh aktivitas perpajakan terintegrasi secara otomatis di dalam sistem platform digital.

Contoh Perhitungan PPh 22:

Seorang pedagang pakaian menjual barang senilai Rp2.000.000 melalui marketplace. Karena transaksi ini difasilitasi oleh platform yang telah ditunjuk, maka saat pembayaran diterima oleh sistem, marketplace akan langsung memungut PPh 22:

PPh 22 = 0,5% x Rp2.000.000 = Rp10.000

Nilai ini kemudian akan disetorkan ke kas negara oleh marketplace bersangkutan.

Tidak Semua Transaksi Dipungut Pajak

PMK 37/2025 juga mengatur beberapa kondisi yang tidak dikenai pemungutan PPh 22 oleh marketplace. Pengecualian ini ditujukan untuk melindungi pelaku usaha kecil serta jenis transaksi tertentu yang dinilai tidak relevan dengan kebijakan ini. Berikut adalah daftar pengecualian:

  • Pedagang orang pribadi dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta dan menyerahkan surat pernyataan kepada marketplace
  • Mitra pengemudi ojek online (dalam jasa pengiriman)
  • Penjual pulsa dan kartu perdana
  • Penjual emas perhiasan dan barang sejenis
  • Pengalihan hak atas tanah dan bangunan
  • Pedagang dengan Surat Keterangan Bebas Pungut dari DJP

Bagi pelaku UMKM, sangat penting untuk segera menyerahkan dokumen pernyataan atau surat keterangan bebas pungut agar tidak terkena pungutan otomatis oleh marketplace.

Mekanisme Penunjukan Marketplace

Marketplace tidak otomatis menjadi pemungut pajak. DJP akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) penunjukan setelah mengevaluasi kesiapan teknis masing-masing platform. Setelah penunjukan, marketplace diberikan waktu satu bulan untuk mulai memungut pajak.

Sebagai contoh, jika Shopee ditunjuk pada 1 Oktober 2025, maka kewajiban memungut pajak berlaku mulai 1 November 2025. Dalam masa transisi ini, para pedagang harus segera melengkapi surat pernyataan atau dokumen pengecualian lainnya agar tidak dikenakan pungutan.

Tantangan dan Implikasi bagi Pelaku Usaha

Kebijakan ini tentu membawa konsekuensi administratif baru bagi pelaku usaha online. Mereka harus lebih teliti dalam mencatat transaksi, memahami status perpajakannya, dan menyiapkan dokumen pelengkap untuk keperluan pengecualian.

Di sisi lain, potensi terjadinya kelebihan bayar atau ketidaksesuaian dalam penghitungan pajak juga meningkat, terutama jika pelaku usaha tidak memahami secara mendalam ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, pendampingan profesional sangat disarankan.

Dalam konteks ini, ISB Consultant hadir sebagai solusi terpercaya. Sebagai konsultan pajak Semarang terbaik, ISBC siap membantu pelaku usaha memahami dan mematuhi ketentuan PMK 37/2025. Dengan layanan yang responsif, akurat, dan sesuai peraturan, ISBC akan memastikan kewajiban perpajakan Anda dikelola secara optimal.

Dasar Hukum dan Arah Kebijakan Pajak Digital

PMK 37/2025 memiliki landasan kuat dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 44E Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak demi mendukung efektivitas sistem perpajakan nasional.

Penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak mencerminkan upaya serius pemerintah dalam membangun sistem fiskal yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan digitalisasi administrasi pajak, diharapkan potensi penerimaan negara dapat dimaksimalkan tanpa membebani wajib pajak secara berlebihan.

Momentum untuk Tertib Pajak Digital

Penerapan PMK 37/2025 menjadi momen penting bagi para pelaku usaha online untuk lebih tertib dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Marketplace bukan hanya sebagai platform jual beli, tetapi kini juga sebagai mitra strategis dalam mendukung penerimaan negara.

Untuk itu, sangat disarankan bagi para pelaku usaha untuk segera mengevaluasi posisi perpajakannya, menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan, serta menjalin kerja sama dengan konsultan pajak profesional agar tidak salah langkah.

ISB Consultant, sebagai konsultan pajak Semarang terbaik, selalu siap menjadi mitra strategis Anda dalam menyikapi perkembangan kebijakan pajak digital ini. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ISBC agar bisnis Anda tetap patuh dan tumbuh secara berkelanjutan.

The post Marketplace Kini Jadi Pemungut Pajak, Apa Dampaknya? appeared first on ISB Consultant.

]]>
5929
Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT https://isbconsultant.com/wpop-berpenghasilan-rendah-tak-perlu-lapor-spt/ Thu, 03 Jul 2025 03:54:22 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5853 Dalam dunia perpajakan, memahami kewajiban administrasi pajak merupakan hal yang krusial, tidak hanya bagi badan usaha tetapi juga bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Sayangnya, tidak semua orang memahami bahwa tidak seluruh WPOP diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun menyetor angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Padahal, pemahaman akan kriteria ini dapat […]

The post Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan, memahami kewajiban administrasi pajak merupakan hal yang krusial, tidak hanya bagi badan usaha tetapi juga bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Sayangnya, tidak semua orang memahami bahwa tidak seluruh WPOP diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun menyetor angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Padahal, pemahaman akan kriteria ini dapat menjadi langkah awal dalam menghindari sanksi administrasi dan meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak secara legal.

Bagi sebagian Wajib Pajak yang memiliki penghasilan terbatas atau tidak menjalankan aktivitas usaha tertentu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kelonggaran berupa pengecualian dari pelaporan SPT maupun PPh Pasal 25. Artikel ini akan membahas secara mendalam siapa saja yang termasuk dalam kategori pengecualian tersebut serta menguraikan dasar hukumnya, sehingga para Wajib Pajak dapat memahami hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih jelas.

Dasar Hukum Pengecualian Pelaporan

Pengecualian terhadap kewajiban pelaporan SPT Tahunan dan angsuran PPh Pasal 25 bukanlah kebijakan sepihak yang diterapkan tanpa dasar hukum. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang mengatur mengenai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apabila penghasilan bersih WPOP berada di bawah ambang batas PTKP, maka yang bersangkutan tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan maupun PPh 25.

Selain itu, ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengecualian ini dijabarkan dalam peraturan teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk Surat Edaran dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang bersifat pelaksana.

Kriteria WPOP yang Tidak Wajib Lapor SPT Tahunan

Pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban utama setiap Wajib Pajak. Namun, WPOP dengan kondisi tertentu diberikan pengecualian, yaitu:

1. Penghasilan Neto di Bawah PTKP

Jika selama satu tahun pajak Wajib Pajak hanya memperoleh penghasilan neto (penghasilan setelah dikurangi biaya-biaya yang diakui secara fiskal) yang tidak melebihi batas PTKP, maka ia tidak diwajibkan melaporkan SPT Tahunan. Sebagai gambaran, batas PTKP tahun pajak 2025 (berdasarkan ketentuan terbaru) adalah sebesar Rp 54.000.000 per tahun untuk WPOP tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan.

Contoh Kasus: Andi adalah seorang lajang yang bekerja paruh waktu sebagai freelancer, dan selama tahun 2025, total penghasilan bersihnya tercatat sebesar Rp 40.000.000. Karena angka tersebut berada di bawah batas PTKP, maka Andi tidak diwajibkan melaporkan SPT Tahunan.

2. Tidak Menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas

Wajib Pajak yang tidak menjalankan kegiatan usaha maupun pekerjaan bebas (freelance, konsultan, arsitek, dan sebagainya) juga dapat dikecualikan dari pelaporan SPT, selama penghasilan yang diterima hanya berasal dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21.

Pengecualian dari Kewajiban Pelaporan PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak bulanan yang dibayar oleh WPOP yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Namun, tidak semua WPOP yang memiliki NPWP wajib melaporkan dan membayar angsuran ini. Berikut kriteria yang membebaskan WPOP dari kewajiban pelaporan angsuran PPh Pasal 25:

1. Tidak Memiliki Penghasilan dari Usaha atau Pekerjaan Bebas

Wajib Pajak yang bekerja sebagai karyawan tetap pada satu perusahaan dan tidak memiliki aktivitas usaha atau pekerjaan bebas lainnya, tidak perlu melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Kewajiban perpajakan mereka telah ditunaikan oleh pemberi kerja melalui pemotongan PPh Pasal 21.

2. Penghasilan Neto Tetap di Bawah PTKP

Meski WPOP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, namun apabila penghasilan bersihnya masih berada di bawah batas PTKP, maka ia tidak diwajibkan menyampaikan angsuran PPh Pasal 25.

Contoh Perhitungan: Budi adalah seorang penjual online skala kecil yang penghasilan bersihnya hanya sekitar Rp 36.000.000 per tahun. Dalam hal ini, Budi tidak perlu melaporkan dan menyetorkan angsuran PPh Pasal 25.

Pentingnya Konsultasi dengan Ahli Pajak

Meskipun ketentuan di atas terkesan sederhana, implementasi di lapangan sering kali menimbulkan pertanyaan. Misalnya, apakah penghasilan dari berbagai sumber tetap dikategorikan di bawah PTKP jika digabungkan? Atau bagaimana membuktikan bahwa seseorang tidak menjalankan pekerjaan bebas? Untuk itulah peran konsultan pajak sangat dibutuhkan.

Di sinilah pentingnya bekerja sama dengan tenaga profesional seperti ISB Consultant. Sebagai konsultan pajak perusahaan Surabaya yang telah berpengalaman menangani berbagai sektor usaha dan individu, ISBC siap memberikan solusi perpajakan yang akurat dan sesuai regulasi. Dengan bimbingan dari ISB Consultant, Anda tidak hanya menghindari potensi sanksi pajak, namun juga dapat mengelola kewajiban perpajakan dengan efisien dan legal.

Peran DJP dalam Edukasi dan Verifikasi

Direktorat Jenderal Pajak juga berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat melalui berbagai saluran, baik melalui media sosial, seminar pajak, hingga penyuluhan di kantor pelayanan pajak (KPP). DJP menyediakan sistem informasi perpajakan yang memungkinkan Wajib Pajak untuk mengecek status kewajiban mereka secara daring. Wajib Pajak juga dapat mengajukan pertanyaan langsung kepada petugas pajak melalui layanan Kring Pajak atau konsultasi langsung di KPP terdekat.

Pemahaman yang akurat mengenai kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib melaporkan SPT Tahunan dan PPh Pasal 25 sangat penting, terutama di tengah dinamika ekonomi yang kian kompleks. Kebijakan pengecualian ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan administrasi kepada Wajib Pajak berpenghasilan rendah atau yang tidak aktif menjalankan usaha.

Namun, untuk memastikan bahwa kondisi Anda sesuai dengan kriteria yang diatur, disarankan untuk selalu mengecek status perpajakan melalui sistem DJP atau berkonsultasi dengan konsultan pajak yang terpercaya. Dengan demikian, Anda dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tertib dan menghindari risiko sanksi administratif.

Baca juga: Cara Cepat Mengurus Surat Keterangan Bebas PPh via DJP Online

The post Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
5853
SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini https://isbconsultant.com/spt-tidak-diterima-djp/ Wed, 02 Jul 2025 03:33:22 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5850 Setiap Wajib Pajak tentu ingin menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan sesuai aturan. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dikirimkan secara otomatis dianggap sah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan, walaupun secara fisik atau digital telah diterima oleh sistem. Penting […]

The post SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini appeared first on ISB Consultant.

]]>
Setiap Wajib Pajak tentu ingin menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan sesuai aturan. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dikirimkan secara otomatis dianggap sah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan, walaupun secara fisik atau digital telah diterima oleh sistem.

Penting bagi setiap individu maupun perusahaan, terutama yang mengelola keuangan dalam skala besar, untuk memahami apa saja faktor yang membuat SPT dianggap tidak valid. Hal ini tidak hanya penting demi kepatuhan hukum, tetapi juga untuk menghindari risiko sanksi atau pemeriksaan yang berpotensi merugikan. Bagi perusahaan yang membutuhkan kepastian pajak, bekerja sama dengan konsultan pajak yang andal bisa menjadi solusi strategis.

Pengertian SPT dan Pentingnya Validasi Penyampaian

SPT atau Surat Pemberitahuan adalah dokumen yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Baik SPT Masa maupun Tahunan memiliki fungsi yang sama pentingnya, yaitu sebagai sarana pelaporan kewajiban pajak kepada negara.

Namun, tidak semua SPT yang dikirim melalui sistem DJP Online atau diserahkan secara manual akan langsung dianggap sah. Validasi dan kelengkapan dokumen menjadi aspek utama yang diperiksa oleh Unit Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (UPDDP). Berdasarkan ketentuan dalam PER-11/PJ/2025, berikut adalah daftar penyebab yang membuat SPT dianggap tidak disampaikan.

Daftar Penyebab SPT Dianggap Tidak Disampaikan

Berikut ini adalah berbagai alasan atau kondisi yang membuat SPT dianggap tidak disampaikan oleh DJP, meskipun telah dikirimkan oleh Wajib Pajak:

  1. Tidak Ada Tanda Tangan Wajib Pajak
    SPT, baik yang disampaikan secara fisik maupun elektronik, wajib dibubuhi tanda tangan. Dalam bentuk elektronik, tanda tangan digital menggantikan tanda tangan basah. Tanpa adanya otorisasi resmi dari Wajib Pajak, sistem akan menilai dokumen sebagai tidak sah.
  2. Menggunakan Mata Uang Selain Rupiah Tanpa Izin
    SPT Tahunan yang disusun dalam mata uang asing tanpa izin tertulis dari Menteri Keuangan dinyatakan tidak sah. Misalnya, perusahaan multinasional yang menyusun laporan keuangan dalam USD namun tidak mendapatkan izin, akan dianggap tidak memenuhi ketentuan.
  3. Tidak Mengikuti Ketentuan Penggunaan Rupiah bagi WP dengan Izin Mata Uang Asing
    Sebaliknya, jika perusahaan sudah mendapatkan izin untuk menggunakan pembukuan dalam mata uang asing namun tetap menyampaikan SPT dengan satuan rupiah, maka dokumen tersebut tetap dianggap tidak sah karena tidak sesuai dengan izin yang dimiliki.
  4. SPT Tidak Lengkap atau Tanpa Dokumen Pendukung
    Kelengkapan pengisian formulir dan lampiran merupakan hal mendasar. Misalnya, SPT yang tidak menyertakan laporan keuangan atau dokumen pendukung pemotongan pajak akan langsung ditolak sistem.
  5. SPT Lebih Bayar Disampaikan Lewat dari 3 Tahun
    Jika SPT menyatakan adanya kelebihan pembayaran (restitusi) namun disampaikan lebih dari tiga tahun setelah akhir tahun pajak, serta Wajib Pajak telah diberikan teguran tertulis, maka dokumen ini tidak akan dianggap disampaikan oleh DJP.
  6. Penyampaian SPT Setelah Pemeriksaan Dimulai
    SPT yang disampaikan setelah dimulainya proses pemeriksaan, termasuk pemeriksaan bukti permulaan atau penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), akan dianggap tidak berlaku. Hal ini karena proses audit telah berjalan, sehingga perubahan data dapat dianggap manipulatif.
  7. SPT Pembetulan Melebihi 2 Tahun Sebelum Daluwarsa
    Pembetulan SPT yang menunjukkan kerugian atau kelebihan bayar dan dilakukan lebih dari dua tahun sebelum jatuh tempo penetapan akan dianggap tidak sah.
  8. Rugi Fiskal dalam Pembetulan Tidak Sesuai Putusan
    Jika terjadi putusan hukum yang berbeda dari kompensasi rugi fiskal yang pernah diklaim, maka SPT pembetulan harus diajukan dalam waktu maksimal 3 bulan. Jika lewat, dokumen akan ditolak.
  9. SPT Kurang Bayar Tanpa Pembayaran
    SPT yang menunjukkan status kurang bayar wajib disertai dengan bukti pembayaran. Tanpa ini, sistem DJP tidak akan menganggap dokumen sah.
  10. Pembayaran Tidak Sesuai dengan Nilai Kurang Bayar
    Kesalahan pengisian angka yang menyebabkan selisih antara jumlah bayar dan nilai terutang dalam SPT juga dapat membuat dokumen tidak dianggap.
  11. Validasi Data Wajib Pajak Wanita Kawin
    Untuk Wajib Pajak wanita kawin yang memilih untuk dikenai pajak secara terpisah dari suami, sistem memerlukan validasi khusus. Jika data tidak tervalidasi, maka SPT akan ditolak.
  12. Pemberitahuan Penggunaan NPPN Tidak Tervalidasi
    Penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) wajib diberitahukan dan tervalidasi di sistem DJP. Tanpa validasi ini, pelaporan dianggap tidak sah.
  13. SK Persetujuan Angsuran atau Penundaan Tidak Tervalidasi
    Untuk Wajib Pajak yang mengajukan angsuran atau penundaan pembayaran PPh Pasal 29, maka surat keputusan persetujuan dari DJP harus tervalidasi. Jika belum, maka dokumen dianggap tidak disampaikan.

Contoh Kasus Perhitungan SPT yang Tidak Sah

Misalnya, PT XYZ memiliki kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp100.000.000 untuk tahun pajak 2020. Namun, PT XYZ baru menyampaikan SPT lebih bayar tersebut pada tahun 2024 dan sudah pernah mendapat surat teguran dari DJP pada tahun 2023. Maka, berdasarkan aturan, walaupun SPT diterima oleh sistem, statusnya tetap dianggap tidak disampaikan dan permohonan restitusi ditolak.

Contoh lain, seorang Wajib Pajak orang pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan status kurang bayar sebesar Rp5.000.000. Namun, karena hanya membayar Rp2.000.000 melalui bank, dan belum melunasi sisanya, maka SPT ini juga dinilai tidak sah oleh sistem.

Peran Konsultan Pajak dalam Kepatuhan SPT

Dalam menghadapi kompleksitas aturan perpajakan yang dinamis, penggunaan jasa konsultan pajak menjadi solusi tepat, terutama bagi entitas usaha yang ingin fokus pada kegiatan inti bisnis. Di sinilah ISB Consultant hadir sebagai mitra strategis melalui layanan konsultasi pajak perusahaan di Surabaya yang telah dipercaya oleh berbagai sektor industri. Dengan pendekatan yang profesional, ISBC membantu memastikan seluruh pelaporan pajak Anda berjalan sesuai regulasi, lengkap, dan tervalidasi dengan baik.

Penyampaian SPT bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian penting dari kepatuhan perpajakan yang berdampak langsung pada legalitas dan kondisi fiskal Wajib Pajak. Memastikan bahwa SPT dianggap sah oleh DJP membutuhkan ketelitian, dokumentasi lengkap, dan validasi sistem yang menyeluruh. Oleh karena itu, perusahaan disarankan untuk tidak hanya memahami peraturan, tetapi juga mempertimbangkan dukungan profesional dalam penyusunan dan pelaporan pajak.

Dengan memahami penyebab SPT dianggap tidak disampaikan, Anda tidak hanya menghindari risiko sanksi, tetapi juga menjaga reputasi dan kestabilan finansial bisnis secara keseluruhan.

Baca juga: Ketentuan Lapor SPT Tahunan Perusahaan yang Belum Beroperasi

The post SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini appeared first on ISB Consultant.

]]>
5850
Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar https://isbconsultant.com/restitusi-gagal/ Tue, 01 Jul 2025 03:21:02 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5847 Dalam dunia perpajakan, istilah “lebih bayar” sering kali menjadi harapan bagi Wajib Pajak, terutama mereka yang merasa telah menyetor pajak melebihi jumlah yang seharusnya. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang menunjukkan status lebih bayar otomatis berarti Wajib Pajak akan menerima pengembalian dana dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Artikel ini membahas secara […]

The post Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan, istilah “lebih bayar” sering kali menjadi harapan bagi Wajib Pajak, terutama mereka yang merasa telah menyetor pajak melebihi jumlah yang seharusnya. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang menunjukkan status lebih bayar otomatis berarti Wajib Pajak akan menerima pengembalian dana dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)?

Artikel ini membahas secara mendalam mengenai kondisi-kondisi di mana SPT lebih bayar tidak diakui sebagai kelebihan pembayaran pajak. Pemahaman ini sangat penting, terutama bagi para pelaku usaha, profesional, maupun individu yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak agar dapat mengelola kewajiban perpajakannya dengan benar dan efisien.

Apa itu SPT Lebih Bayar?

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan adalah laporan yang wajib disampaikan oleh setiap Wajib Pajak sebagai bentuk pelaporan penghasilan, penghitungan pajak, serta status pembayaran pajak. Jika hasil penghitungan dalam SPT menunjukkan bahwa pajak yang telah dibayarkan lebih besar daripada yang seharusnya terutang, maka SPT tersebut dikategorikan sebagai SPT Lebih Bayar (SPT LB). Dalam kondisi normal, SPT LB dapat menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan restitusi pajak.

Namun, perlu dicatat bahwa terdapat ketentuan hukum dan kebijakan internal dari DJP yang mengatur syarat dan kondisi tertentu sehingga SPT LB tidak serta-merta dianggap sebagai kelebihan pembayaran yang dapat dikembalikan. Hal ini tentunya menjadi perhatian penting bagi para Wajib Pajak, agar tidak salah dalam menginterpretasikan haknya atas pengembalian pajak.

Kondisi di Mana SPT Lebih Bayar Dianggap Tidak Lebih Bayar

Berikut adalah beberapa kondisi yang menyebabkan SPT LB tidak diproses sebagai restitusi oleh DJP:

1. Perbedaan Akibat Pembulatan dalam Sistem DJP

Sering kali, SPT menunjukkan adanya lebih bayar yang sebenarnya berasal dari perbedaan angka pembulatan antara sistem yang digunakan oleh Wajib Pajak dan sistem DJP. Misalnya, dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh), angka sen hingga rupiah terakhir bisa berbeda karena aturan pembulatan ke atas atau ke bawah. Bila nilai lebih bayar muncul semata karena faktor ini, DJP tidak menganggapnya sebagai kelebihan pembayaran yang sah, sehingga tidak dapat diajukan restitusi.

Contoh kasus:

  • Wajib Pajak menghitung PPh terutang sebesar Rp5.000.000, dan telah melakukan pembayaran pajak Rp5.000.050. Perbedaan Rp50 ini muncul karena pembulatan tarif oleh aplikasi e-SPT. Dalam kasus ini, Rp50 tersebut tidak dianggap kelebihan pembayaran.

2. Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)

Dalam rangka memberikan insentif fiskal, pemerintah terkadang menanggung sebagian pajak Wajib Pajak tertentu, khususnya pada masa pemulihan ekonomi seperti pandemi. Jika dalam SPT LB terdapat kelebihan bayar yang berasal dari pajak yang ditanggung oleh pemerintah, maka bagian tersebut tidak dapat dimintakan pengembalian karena pada dasarnya bukan Wajib Pajak yang menanggungnya.

Contoh:

  • Selama tahun pajak 2023, Wajib Pajak UMKM mendapatkan insentif PPh final DTP. SPT menunjukkan lebih bayar sebesar Rp2.000.000, yang seluruhnya berasal dari pajak yang dibayarkan melalui skema DTP. Maka, SPT tersebut tidak bisa digunakan untuk pengajuan restitusi.

3. Kondisi Khusus untuk ASN, TNI, Polri, dan Pejabat Negara

SPT LB yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI, Polri, dan pejabat negara juga memiliki batasan tertentu. Apabila mereka hanya memperoleh penghasilan dari APBN atau APBD, dan kelebihan bayar muncul karena penghitungan PPh 21 pribadi berbeda dari bukti potong yang diterbitkan oleh instansi (BPA2), maka kelebihan tersebut tidak diakui oleh DJP sebagai dasar restitusi.

Contoh:

  • Seorang PNS menghitung PPh 21 sebesar Rp4.800.000, sementara instansi tempat ia bekerja memotong dan menyetor Rp5.000.000. Selisih Rp200.000 ini tidak akan dikembalikan jika seluruh penghasilannya berasal dari APBN.

Aspek Hukum dan Implikasi bagi Wajib Pajak

Apabila SPT Lebih Bayar memenuhi salah satu dari ketiga kondisi di atas, maka DJP akan menerbitkan surat resmi yang menyatakan bahwa SPT tersebut dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak. Surat ini akan menjadi dasar hukum bahwa permohonan restitusi tidak dapat diproses lebih lanjut.

Bagi Wajib Pajak yang merasa mengalami ketidakjelasan atau perbedaan interpretasi terkait perhitungannya, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli di bidang perpajakan. Salah satu langkah preventif adalah memastikan seluruh proses pelaporan dan penghitungan dilakukan dengan akurat serta memahami ketentuan hukum yang berlaku.

Peran Konsultan Pajak dalam Pengajuan SPT LB

Dalam menghadapi kompleksitas peraturan perpajakan di Indonesia, banyak Wajib Pajak individu maupun badan usaha yang memilih menggunakan jasa konsultan pajak. Proses penyusunan SPT, penghitungan pajak terutang, serta evaluasi potensi restitusi membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap regulasi dan sistem pelaporan pajak.

Jika Anda berdomisili di Yogyakarta atau sekitarnya, ISB Consultant merupakan pilihan tepat sebagai konsultan pajak di Yogyakarta. Dengan pengalaman luas dan pendekatan yang profesional, ISBC mampu membantu Wajib Pajak mengoptimalkan hak dan kewajiban perpajakannya, termasuk dalam pengajuan SPT Lebih Bayar dan potensi restitusi yang sah secara hukum.

Tips Menghindari Kesalahan Pengajuan SPT Lebih Bayar

Agar permohonan restitusi tidak ditolak atau dianggap tidak terdapat kelebihan bayar, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan:

  • Periksa ulang dokumen bukti potong dan setor pajak secara teliti.
  • Gunakan aplikasi resmi dan update dari DJP untuk menghitung pajak.
  • Konsultasikan dengan ahli pajak sebelum melakukan pengajuan restitusi.
  • Pastikan tidak ada komponen pajak DTP yang dimasukkan ke dalam perhitungan lebih bayar.
  • Pahami klasifikasi pekerjaan dan penghasilan jika Anda merupakan ASN, anggota TNI, Polri, atau pejabat negara.

Tidak semua SPT yang menunjukkan status lebih bayar otomatis akan menghasilkan pengembalian pajak. Dalam banyak kasus, DJP memiliki dasar hukum untuk tidak mengakui kelebihan pembayaran tersebut, terutama jika disebabkan oleh perbedaan pembulatan, insentif DTP, atau status penghasilan tertentu.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Wajib Pajak untuk memahami ketentuan yang berlaku sebelum mengajukan restitusi. Jika diperlukan, gunakan jasa konsultan pajak terpercaya yang memahami seluk-beluk regulasi perpajakan Indonesia. Hal ini tidak hanya akan menghemat waktu dan tenaga, tetapi juga meminimalkan risiko penolakan dari otoritas pajak.

Baca juga: Penyebab & Cara Mengatasi SPT Lebih Bayar

The post Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
5847
Cara Lapor SPT Tahunan Manual dengan Kertas di Coretax https://isbconsultant.com/cara-lapor-spt-tahunan-manual-dengan-kertas-di-coretax/ Mon, 23 Jun 2025 05:55:20 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5774 Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan merupakan kewajiban rutin yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Dalam beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mendorong digitalisasi sistem perpajakan nasional, termasuk dengan mengimplementasikan sistem Coretax Administration System yang berbasis elektronik. Namun, masih ada sebagian Wajib Pajak yang mempertanyakan apakah pelaporan […]

The post Cara Lapor SPT Tahunan Manual dengan Kertas di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan merupakan kewajiban rutin yang harus dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Dalam beberapa tahun terakhir, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus mendorong digitalisasi sistem perpajakan nasional, termasuk dengan mengimplementasikan sistem Coretax Administration System yang berbasis elektronik. Namun, masih ada sebagian Wajib Pajak yang mempertanyakan apakah pelaporan secara manual menggunakan formulir kertas masih dimungkinkan di era Coretax.

Artikel ini akan membahas secara menyeluruh mengenai ketentuan pelaporan SPT Tahunan secara manual, termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi, prosedur yang berlaku, serta pertimbangan strategis dalam memilih jalur pelaporan yang paling tepat, khususnya bagi Anda yang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak profesional.

Apakah Pelaporan SPT Manual Masih Diizinkan?

Secara umum, pelaporan SPT Tahunan dengan menggunakan formulir kertas masih dimungkinkan meskipun sistem Coretax telah diimplementasikan secara nasional. Akan tetapi, tidak semua Wajib Pajak bisa memanfaatkan jalur manual ini. Pemerintah, melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, telah mengatur kriteria yang sangat spesifik mengenai siapa saja yang masih diperbolehkan menggunakan formulir kertas untuk menyampaikan SPT Tahunan.

Siapa yang Boleh Lapor SPT Manual di Era Coretax?

Berdasarkan peraturan terbaru, hanya Wajib Pajak tertentu yang dapat melaporkan SPT Tahunan secara manual. Berikut adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi secara kumulatif:

  • Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi, bukan Wajib Pajak Badan.
  • SPT yang dilaporkan tidak dalam status lebih bayar.
  • Belum pernah menyampaikan SPT Masa maupun SPT Tahunan dalam bentuk elektronik.
  • Terdaftar hanya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama.
  • Tidak menggunakan jasa konsultan pajak dalam proses penyusunan dan pelaporan SPT.
  • Tidak memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik.

Perlu dicatat bahwa DJP juga memiliki diskresi untuk menetapkan pengecualian kepada Wajib Pajak tertentu yang boleh menggunakan formulir kertas atas pertimbangan administratif tertentu.

Bagaimana Cara Menyampaikan SPT Manual?

Jika Anda termasuk dalam kategori yang diperbolehkan untuk menggunakan formulir kertas, terdapat dua metode utama yang dapat digunakan untuk menyerahkan SPT Tahunan manual:

A. Disampaikan Langsung ke Kantor Pajak

Wajib Pajak dapat menyerahkan langsung dokumen SPT ke:

  • Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar.
  • Layanan luar kantor seperti Mall Pelayanan Publik (MPP) atau lokasi khusus lain yang ditetapkan DJP.

Pada saat penyerahan, petugas akan melakukan beberapa hal:

  • Verifikasi NPWP.
  • Memastikan bahwa SPT belum pernah dilaporkan sebelumnya.
  • Validasi status Wajib Pajak apakah memang diperbolehkan melaporkan secara manual.
  • Pemeriksaan kelengkapan dokumen.

B. Melalui Pengiriman Pos atau Ekspedisi

Apabila tidak memungkinkan datang langsung, pelaporan bisa dilakukan melalui:

  • Kantor pos.
  • Jasa ekspedisi atau kurir ke alamat KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

Ketentuan Teknis Pengiriman

Untuk memastikan sah dan diproses oleh DJP, wajib memperhatikan hal-hal berikut:

  • Satu amplop hanya untuk satu SPT.
  • Harus dilengkapi dengan tanda bukti pengiriman (resi).
  • Informasi yang wajib dicantumkan pada amplop:
    • NPWP
    • Nama lengkap Wajib Pajak
    • Tahun pajak
    • Status SPT (normal/pembetulan)
    • Keterangan (Kurang Bayar/Nihil)
    • Alamat lengkap tujuan
  • Informasi pada bukti pengiriman (resi) harus mencantumkan:
    • NPWP
    • Nama Wajib Pajak
    • Jenis SPT (SPT Tahunan)
    • Tahun Pajak
    • Alamat tujuan pengiriman

Untuk pelaporan SPT Kurang Bayar, DJP mewajibkan adanya pembayaran minimal sebesar nilai kurang bayar sebelum SPT dikirimkan.

Contoh Kasus: Pelaporan SPT Kurang Bayar

Misalnya, seorang Wajib Pajak Orang Pribadi bernama Dimas bekerja sebagai karyawan swasta dan memiliki penghasilan tambahan dari bisnis online. Dalam perhitungan SPT Tahunan 2024, Dimas memiliki total penghasilan sebesar Rp130.000.000 dengan total PPh yang terutang sebesar Rp6.500.000. Setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong oleh pemberi kerja sebesar Rp5.000.000, terdapat selisih kurang bayar Rp1.500.000.

Jika Dimas memenuhi seluruh syarat pelaporan manual, maka ia dapat mengisi SPT secara kertas dan mengirimkannya ke KPP. Namun sebelum itu, ia harus terlebih dahulu melakukan pembayaran Rp1.500.000 melalui kanal pembayaran resmi DJP dan menyertakan bukti pembayaran dalam dokumen SPT.

Peran Konsultan Pajak dalam Pelaporan SPT

Meskipun pelaporan manual diperbolehkan, prosesnya dapat cukup rumit dan rawan kesalahan administrasi, terutama jika menyangkut penghitungan penghasilan dari berbagai sumber.

Oleh karena itu, menggunakan jasa perpajakan profesional di Surabaya dari ISB Consultant bisa menjadi solusi yang tepat. Tim ahli dari ISBC siap membantu Anda memastikan bahwa semua dokumen telah lengkap, perhitungan pajak akurat, dan pelaporan dilakukan sesuai ketentuan terbaru dari DJP, baik secara elektronik maupun manual.

Dengan pendampingan yang berpengalaman, Anda tidak hanya menghindari potensi sanksi administrasi, tetapi juga dapat mengoptimalkan kewajiban pajak secara legal dan efisien.

Kesimpulan

Pelaporan SPT Tahunan secara manual masih dimungkinkan di era Coretax, namun dengan syarat dan pembatasan yang ketat. Hanya Wajib Pajak tertentu yang diperbolehkan menggunakan formulir kertas, dan mekanisme pelaporannya pun harus mengikuti prosedur teknis yang ditetapkan DJP. Bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kriteria tersebut atau memiliki kompleksitas penghasilan, disarankan untuk melakukan pelaporan secara elektronik atau melalui bantuan konsultan pajak profesional.

Mengingat pentingnya ketepatan dan kepatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan, memilih jalur pelaporan yang sesuai dan mendapatkan pendampingan profesional dapat menjadi langkah strategis dalam mengelola kewajiban perpajakan Anda secara optimal.

Baca juga: Cara Mengajukan Perpanjangan Pelaporan SPT Tahunan

The post Cara Lapor SPT Tahunan Manual dengan Kertas di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
5774
Perubahan Format SPT PPh 21/26 Sesuai Coretax 2025 https://isbconsultant.com/format-spt-pph-21-26-sesuai-coretax-2025/ Tue, 17 Jun 2025 09:19:06 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5709 Transformasi sistem administrasi perpajakan di Indonesia telah memasuki babak baru dengan implementasi Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu perubahan paling signifikan dalam sistem ini adalah reformasi terhadap format Bukti Potong (Bupot) dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26. Perubahan yang dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 ini ditujukan […]

The post Perubahan Format SPT PPh 21/26 Sesuai Coretax 2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
Transformasi sistem administrasi perpajakan di Indonesia telah memasuki babak baru dengan implementasi Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu perubahan paling signifikan dalam sistem ini adalah reformasi terhadap format Bukti Potong (Bupot) dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26. Perubahan yang dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 ini ditujukan untuk menyederhanakan prosedur pelaporan, meningkatkan keakuratan data perpajakan, serta memperkuat integrasi dengan sistem digital Coretax.

Bagi banyak pelaku usaha dan instansi pemerintah, perubahan ini bukan sekadar administratif. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang untuk memperbaiki tata kelola kepatuhan pajak melalui pemanfaatan teknologi digital. Dengan memahami perubahan ini secara mendalam, wajib pajak dapat memastikan pelaporan yang tepat waktu, akurat, dan sesuai regulasi.

Latar Belakang dan Tujuan Reformasi Coretax

Sebelum Coretax diberlakukan, pelaporan PPh 21/26 dilakukan menggunakan berbagai formulir dengan struktur yang cukup kompleks dan terpisah-pisah. Format lama, meskipun telah mendukung pelaporan elektronik melalui DJP Online dan PJAP, belum sepenuhnya optimal dalam aspek efisiensi dan integrasi data.

Reformasi ini memiliki beberapa tujuan utama:

  • Menyederhanakan proses pelaporan agar lebih user-friendly
  • Meningkatkan konsistensi dan validitas data antarformulir
  • Mengintegrasikan proses pelaporan dengan modul e-Bupot dalam sistem Coretax
  • Memudahkan monitoring dan pengawasan oleh DJP

Perbandingan Format Lama dan Baru

Perubahan paling mencolok terlihat dari perampingan jumlah formulir dan pergeseran kode-kode dokumen. Di bawah ini adalah perbandingan struktur formulir antara sistem lama dan format baru dalam Coretax:

Format Lama

Formulir SPT Masa PPh 21/26:

  • Formulir 1721 Induk
  • 1721-I s.d. 1721-V (daftar pemotongan, SSP, daftar biaya)

Bukti Potong:

  • 1721-VI s.d. 1721-VIII (untuk berbagai jenis penghasilan)
  • 1721-A1, A2, A3, B1, 26 (berdasarkan jenis pegawai dan status pekerjaan)

Format Baru (Coretax dengan PER-11/PJ/2025)

Formulir SPT Masa PPh 21/26:

  • Formulir Induk
  • L-IA (Daftar bulanan)
  • L-IB (Masa pajak terakhir)
  • L-II (Satu tahun pajak)
  • L-III (Selain pegawai tetap)

Bukti Potong (e-Bupot Coretax):

  • BPA1: Untuk pegawai tetap & pensiunan
  • BPA2: Untuk PNS, TNI, POLRI, pejabat negara
  • BP21: Untuk penghasilan final & tidak final non-instansi
  • BP26: Untuk penghasilan Wajib Pajak luar negeri

Manfaat Bagi Wajib Pajak

Dengan penyederhanaan ini, pelaporan menjadi lebih ringkas dan minim risiko kesalahan input data. Pengelompokan formulir berdasarkan jenis pemotongan dan jenis penerima penghasilan membuat proses lebih sistematis dan transparan.

Contohnya, sebuah perusahaan dengan 50 karyawan tetap tidak lagi harus membuat banyak dokumen berbeda untuk tiap karyawan. Dengan BPA1 dan L-IA, pelaporan bisa dilakukan dalam satu sistem terpadu.

Selain itu, wajib pajak kini dapat memanfaatkan e-Bupot Coretax yang terhubung langsung dengan data real-time. Ini mengurangi risiko duplikasi pelaporan dan mempercepat proses validasi oleh DJP.

Studi Kasus: Contoh Penghitungan

Misalkan PT Abadi Sejahtera memiliki seorang karyawan tetap bernama Rina dengan penghasilan bruto bulanan sebesar Rp15.000.000. Rina belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Biaya jabatan yang dikenakan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dan iuran pensiun Rp200.000/bulan.

Langkah-langkah penghitungan PPh 21:

  1. Penghasilan bruto: Rp15.000.000
  2. Biaya jabatan (5%): Rp750.000
  3. Iuran pensiun: Rp200.000
  4. Penghasilan netto: Rp14.050.000

Penghasilan netto ini dikalikan 12 bulan = Rp168.600.000/tahun.

PTKP untuk wajib pajak orang pribadi (TK/0) adalah Rp54.000.000.

Penghasilan Kena Pajak: Rp168.600.000 – Rp54.000.000 = Rp114.600.000

PPh 21 tahunan:

  • 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
  • 15% x Rp64.600.000 = Rp9.690.000

Total PPh 21 = Rp12.190.000 / 12 bulan = Rp1.015.833/bulan

Nilai ini akan dimasukkan ke dalam L-IA dan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan BPA1.

Implementasi di Lapangan dan Tantangan

Walaupun sistem baru memberikan banyak manfaat, implementasi di lapangan tidak lepas dari tantangan. Perubahan ini menuntut:

  • Pembaruan sistem internal perusahaan atau instansi
  • Pelatihan kepada staf pajak dan SDM
  • Adaptasi dengan sistem PJAP terbaru

Untuk memastikan transisi berjalan lancar, banyak entitas kini mulai menggandeng konsultan pajak yang ahli dalam Coretax dan implementasi e-Bupot.

Di sinilah peran ISB Consultant, konsultan pajak Semarang yang berpengalaman, menjadi sangat penting. Melalui layanan profesional dan pemahaman mendalam terhadap sistem Coretax, ISBC siap membantu perusahaan Anda menavigasi kompleksitas peraturan pajak baru, sekaligus memastikan kepatuhan maksimal.

Kewajiban Penyesuaian Mulai 2025

Perlu diingat, format baru ini sudah berlaku efektif sejak awal tahun pajak 2025. Artinya, semua pelaporan PPh 21/26 untuk masa pajak Januari 2025 dan seterusnya wajib menggunakan format ini.

Instansi dan perusahaan diimbau untuk segera:

  • Menyesuaikan sistem penggajian dan pelaporan
  • Mengadopsi e-Bupot Coretax
  • Mengarsipkan dan menyampaikan dokumen sesuai struktur baru

Perubahan format Bupot dan SPT Masa PPh 21/26 dalam sistem Coretax bukan sekadar pembaruan administratif, melainkan langkah besar dalam modernisasi perpajakan nasional. Bagi pelaku usaha, instansi, dan praktisi pajak, memahami perubahan ini merupakan bagian penting dari tanggung jawab kepatuhan.

Dengan dukungan teknologi dan bantuan dari tenaga ahli seperti ISBC, transisi ini bisa menjadi peluang untuk memperkuat tata kelola pajak dan mengurangi risiko sanksi administratif. Persiapkan bisnis Anda sejak sekarang untuk menyesuaikan diri dengan sistem perpajakan masa depan.

Baca juga: Harus Tahu! Semua PKP Wajib Gunakan e-Bupot

The post Perubahan Format SPT PPh 21/26 Sesuai Coretax 2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
5709
Panduan Lengkap Formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y untuk Perpanjangan SPT Tahunan https://isbconsultant.com/panduan-formulir-1770y-1771y-1771y/ Tue, 22 Apr 2025 07:54:41 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5534 Setiap Wajib Pajak di Indonesia memiliki kewajiban tahunan yang sangat penting, yaitu menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban ini tidak hanya menjadi penanda kepatuhan terhadap hukum perpajakan, tetapi juga merupakan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional. Meski demikian, dalam praktiknya, tidak semua Wajib Pajak dapat menyusun dan menyampaikan […]

The post Panduan Lengkap Formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y untuk Perpanjangan SPT Tahunan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Setiap Wajib Pajak di Indonesia memiliki kewajiban tahunan yang sangat penting, yaitu menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban ini tidak hanya menjadi penanda kepatuhan terhadap hukum perpajakan, tetapi juga merupakan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional. Meski demikian, dalam praktiknya, tidak semua Wajib Pajak dapat menyusun dan menyampaikan SPT tepat waktu karena berbagai kendala, seperti belum rampungnya laporan keuangan, kurangnya dokumen pendukung, hingga kendala administratif lainnya.

Untuk mengakomodasi kondisi tersebut, DJP memberikan fasilitas berupa permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan. Proses ini mensyaratkan penggunaan formulir khusus, yaitu formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y, sesuai dengan jenis Wajib Pajak yang mengajukan perpanjangan. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai ketiga formulir tersebut, termasuk tujuan penggunaannya, dokumen pendukung, batas waktu, dan risiko jika kewajiban ini tidak dipenuhi dengan benar.

Apa Itu Formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y?

Ketiga formulir ini merupakan dokumen penting yang harus dilampirkan ketika Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan waktu pelaporan SPT Tahunan. Masing-masing formulir ditujukan untuk jenis Wajib Pajak yang berbeda:

Formulir 1770Y

Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. Misalnya, seorang profesional seperti dokter, pengacara, atau pengusaha perseorangan yang melakukan pembukuan atau pencatatan keuangan secara mandiri.

Formulir 1771Y

Ditujukan bagi Wajib Pajak Badan. Termasuk dalam kategori ini adalah perusahaan berbadan hukum seperti PT, CV, koperasi, dan yayasan yang menjalankan usaha atau kegiatan tertentu di wilayah Indonesia.

Formulir 1771$Y

Diperuntukkan bagi Wajib Pajak Badan yang melakukan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat. Umumnya digunakan oleh entitas yang memiliki transaksi lintas negara atau anak perusahaan dari perusahaan multinasional yang diwajibkan menggunakan USD dalam pelaporannya.

Tujuan dan Manfaat Penggunaan Formulir Perpanjangan SPT

Penggunaan formulir-formulir ini bukan semata prosedural, tetapi memiliki nilai penting dalam pengelolaan kepatuhan perpajakan:

  • Mewakili Itikad Baik Pengajuan formulir menunjukkan bahwa Wajib Pajak memiliki niat untuk tetap melaporkan SPT meskipun belum dapat menyelesaikan seluruh dokumen pendukungnya.
  • Memberikan Estimasi Awal DJP bisa memperoleh gambaran awal mengenai potensi penerimaan dari pajak yang akan disampaikan oleh Wajib Pajak.
  • Mempermudah Evaluasi Administratif Dalam proses klarifikasi, formulir ini menjadi dasar awal sebelum dokumen lengkap diserahkan.

Dokumen Pendukung Pengajuan Perpanjangan SPT

Agar permohonan perpanjangan diterima oleh DJP, beberapa dokumen penting harus dilampirkan bersama formulir, sebagaimana diatur dalam Pasal 175 PMK 81/2024:

  1. Penghitungan Sementara Pajak Terutang
    Estimasi jumlah pajak yang terutang hingga akhir tahun pajak.
  2. Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4) (jika berlaku)
    Khusus untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), melampirkan perhitungan khusus sesuai ketentuan.
  3. Laporan Keuangan Sementara
    Menyediakan gambaran kondisi keuangan terakhir Wajib Pajak hingga saat permohonan diajukan.
  4. Bukti Pelunasan Kekurangan Pajak
    Jika terdapat kekurangan pembayaran, harus dilampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen setara.
  5. Surat Pernyataan dari Akuntan Publik
    Jika sedang diaudit, wajib menyertakan surat yang menyatakan proses audit masih berjalan.

Batas Waktu Pengajuan dan Jangka Waktu Perpanjangan

Sesuai ketentuan:

  • 31 Maret untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
  • 30 April untuk Wajib Pajak Badan

Jika disetujui, jangka waktu perpanjangan maksimal adalah 2 bulan dari tenggat pelaporan awal:

  • Untuk Orang Pribadi: maksimal sampai 31 Mei
  • Untuk Badan: maksimal sampai 30 Juni

Contoh Kasus Penghitungan Sementara Pajak Terutang

Seorang Wajib Pajak Badan (PT XYZ) belum menyelesaikan audit laporan keuangannya hingga akhir April 2025. Untuk menghindari keterlambatan, PT XYZ mengajukan perpanjangan SPT dengan menyertakan Formulir 1771Y. Estimasi perhitungan sementara menunjukkan bahwa perusahaan memiliki laba bersih sebesar Rp2.000.000.000. Tarif PPh Badan adalah 22%.

Pajak Terutang Sementara = Rp2.000.000.000 x 22% = Rp440.000.000

PT XYZ wajib menyertakan laporan keuangan sementara, formulir perpanjangan, dan bukti pembayaran kekurangan pajak jika ada, sebelum 30 April 2025.

Pentingnya Kepatuhan dan Sanksi Jika Terlambat

Perpanjangan bukanlah pengganti kewajiban pelaporan SPT, melainkan hanya memberi waktu tambahan. Jika Wajib Pajak tetap tidak menyampaikan SPT hingga batas akhir perpanjangan, akan dikenakan sanksi administratif:

  • Rp100.000 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
  • Rp1.000.000 untuk Wajib Pajak Badan

Selain itu, DJP dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut jika ditemukan indikasi pelanggaran atau ketidaksesuaian data.

Dalam upaya menjaga kepatuhan fiskal dan menghindari risiko denda administratif, banyak pelaku usaha dan profesional kini beralih menggunakan layanan pelaporan pajak terpadu yang disediakan oleh konsultan pajak berpengalaman.

Salah satu penyedia layanan terpercaya di Surabaya adalah ISB Consultant, yang dikenal karena layanan menyeluruhnya mulai dari perencanaan pajak, pelaporan, hingga pendampingan pemeriksaan. Dengan memanfaatkan layanan seperti ini, Wajib Pajak dapat menjalankan kewajibannya dengan lebih efektif, tepat waktu, dan bebas risiko kesalahan teknis yang dapat merugikan perusahaan.

Formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan alat penting dalam proses pelaporan pajak yang efisien dan bertanggung jawab. Pemahaman menyeluruh mengenai masing-masing formulir, persyaratan dokumen, serta tenggat waktu penyampaian sangat krusial agar Wajib Pajak tidak terkena sanksi administratif. Dalam konteks kepatuhan dan efektivitas pelaporan, bekerja sama dengan konsultan pajak profesional dapat menjadi solusi strategis.

Dengan menyusun perpanjangan pelaporan secara tepat, Wajib Pajak menunjukkan kontribusinya dalam sistem perpajakan nasional dan menjaga kredibilitas di mata otoritas pajak.

Baca juga: 3 Dokumen Perpanjangan Pelaporan SPT Tahunan

The post Panduan Lengkap Formulir 1770Y, 1771Y, dan 1771$Y untuk Perpanjangan SPT Tahunan appeared first on ISB Consultant.

]]>
5534
Penyebab & Cara Mengatasi SPT Lebih Bayar https://isbconsultant.com/penyebab-cara-mengatasi-spt-lebih-bayar/ Wed, 12 Mar 2025 05:41:44 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5417 Setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan benar dan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun, tidak jarang terjadi kesalahan dalam pengisian SPT yang menyebabkan status lebih bayar. Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat menghambat proses pengembalian pajak (restitusi) atau bahkan menimbulkan masalah administrasi di kemudian hari. Oleh karena […]

The post Penyebab & Cara Mengatasi SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
Setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan benar dan sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Namun, tidak jarang terjadi kesalahan dalam pengisian SPT yang menyebabkan status lebih bayar. Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat menghambat proses pengembalian pajak (restitusi) atau bahkan menimbulkan masalah administrasi di kemudian hari. Oleh karena itu, pemahaman mengenai penyebab lebih bayar serta cara menghindarinya menjadi sangat penting, terutama bagi individu atau perusahaan yang ingin memastikan kepatuhan pajaknya tetap optimal.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai faktor penyebab SPT lebih bayar, langkah-langkah untuk mencegahnya, serta contoh perhitungan yang dapat membantu wajib pajak memahami proses pengisian SPT dengan lebih akurat. Jika Anda ingin menghindari kesalahan yang berpotensi merugikan, simak ulasan berikut ini.

Penyebab SPT Tahunan Berstatus Lebih Bayar

Status lebih bayar pada SPT Tahunan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kesalahan administrasi hingga perhitungan yang tidak akurat. Berikut adalah beberapa penyebab umum yang perlu diperhatikan:

1. Kesalahan dalam Pengkreditan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong dari penghasilan karyawan oleh pemberi kerja sepanjang tahun berjalan. Kesalahan dalam mencantumkan jumlah pajak yang telah dipotong dapat menyebabkan perbedaan perhitungan dalam SPT Tahunan. Jika pajak yang dikreditkan melebihi jumlah yang seharusnya, maka status SPT bisa menjadi lebih bayar.

2. Penerapan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang Tidak Akurat

Beberapa perusahaan menggunakan metode Tarif Efektif Rata-Rata (TER) dalam pemotongan pajak bulanan karyawan. Jika pada akhir tahun ternyata pajak yang telah dipotong lebih besar dari pajak terutang, maka kelebihan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja kepada karyawan sebelum pengisian SPT dilakukan.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang Tidak Diperbarui

Perubahan status pernikahan atau jumlah tanggungan yang tidak diperbarui dalam sistem perusahaan dapat menyebabkan pemotongan pajak yang lebih tinggi dari seharusnya. Oleh karena itu, setiap wajib pajak perlu memastikan bahwa data PTKP yang digunakan dalam penghitungan pajak sudah sesuai dengan kondisi terkini.

4. Kesalahan dalam Memasukkan Bukti Potong

Setiap karyawan menerima bukti potong pajak dalam bentuk formulir 1721-A1 atau 1721-A2. Kesalahan dalam memasukkan data dari formulir ini ke dalam SPT dapat menyebabkan selisih perhitungan pajak. Oleh karena itu, pastikan semua angka yang dimasukkan sesuai dengan bukti potong yang diberikan oleh perusahaan.

Cara Menghindari Status Lebih Bayar dalam SPT Tahunan

Agar terhindar dari status lebih bayar dalam SPT Tahunan, wajib pajak perlu menerapkan langkah-langkah pencegahan yang efektif. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan:

  1. Memastikan Bukti Potong Pajak Sesuai dengan Penghasilan – Sebelum mengisi SPT Tahunan, wajib pajak perlu memeriksa bukti potong pajak yang diterima dari pemberi kerja. Pastikan jumlah pajak yang telah dipotong sesuai dengan penghasilan yang diperoleh sepanjang tahun.
  2. Menghitung Pajak Terutang dengan Teliti – Gunakan kalkulator pajak atau bantuan aplikasi perpajakan untuk memastikan bahwa jumlah pajak yang seharusnya dibayarkan sudah benar. Jika terjadi kelebihan pemotongan, segera koordinasikan dengan pemberi kerja untuk mendapatkan pengembalian pajak sebelum mengajukan SPT.
  3. Menggunakan Jasa Konsultan Pajak Profesional – Bagi individu atau perusahaan yang memiliki perhitungan pajak yang kompleks, menggunakan jasa konsultan pajak bisa menjadi solusi terbaik. Konsultan pajak dapat membantu memastikan bahwa semua komponen pajak telah dihitung dengan benar, sehingga menghindari kemungkinan lebih bayar atau kurang bayar pajak.
  4. Memperbarui Data Pajak Secara Berkala – Pastikan semua informasi terkait status PTKP, perubahan penghasilan, dan bukti potong pajak diperbarui secara berkala. Dengan demikian, kesalahan dalam pemotongan pajak dapat diminimalkan sejak awal.
  5. Memanfaatkan Perencanaan Pajak dengan Profesional – Perencanaan pajak yang baik dapat membantu mengoptimalkan pembayaran pajak tanpa harus mengalami kelebihan bayar.

Jika Anda mencari di Google “konsultan pajak Yogyakarta terdekat” untuk membantu dalam strategi pajak yang lebih efektif, ISB Consultant adalah pilihan tepat. Dengan pengalaman bertahun-tahun dalam membantu wajib pajak, ISB Consultant dapat memastikan bahwa pajak Anda dikelola dengan optimal dan sesuai regulasi yang berlaku.

Contoh Penghitungan SPT dengan Status Nihil

Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut, berikut contoh penghitungan pajak dengan SPT berstatus nihil:

Seorang karyawan bernama Bayu bekerja di PT ABC dengan status menikah dan memiliki satu tanggungan (K/1). Sepanjang tahun 2024, Bayu memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp150.000.000. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh perusahaan sejak Januari hingga November 2024 sebesar Rp5.200.000. Ketika dilakukan perhitungan ulang pada bulan Desember, ternyata total PPh terutang seharusnya hanya Rp5.000.000. Maka terjadi kelebihan pemotongan sebesar Rp200.000.

Untuk memastikan SPT tidak lebih bayar, PT ABC mengembalikan kelebihan potongan tersebut kepada Bayu sebelum Bayu melaporkan SPT Tahunannya. Dengan demikian, jumlah pajak yang dikreditkan dalam SPT adalah:

  • PPh Pasal 21 yang telah dipotong Januari-November: Rp5.200.000
  • PPh Pasal 21 yang dikembalikan oleh PT ABC: (Rp200.000)
  • Total PPh Pasal 21 yang dikreditkan dalam SPT: Rp5.000.000

Dengan memasukkan angka yang tepat ke dalam formulir SPT, Bayu memastikan bahwa laporan pajaknya berstatus nihil dan tidak mengalami kelebihan bayar.

Kesimpulan

Status lebih bayar dalam SPT Tahunan dapat dihindari dengan melakukan perhitungan pajak yang cermat, memverifikasi bukti potong, serta memastikan pengembalian pajak yang berlebih dari pemberi kerja sebelum pelaporan. Bagi wajib pajak yang memiliki kompleksitas lebih tinggi dalam perhitungan pajak, menggunakan jasa konsultan pajak profesional seperti ISB Consultant dapat menjadi solusi efektif untuk memastikan kepatuhan pajak yang optimal. Dengan strategi perencanaan pajak yang tepat, Anda dapat menghindari kendala dalam pelaporan SPT dan memastikan kewajiban perpajakan berjalan dengan lancar.

Baca juga: Cara Mengajukan Perpanjangan Pelaporan SPT Tahunan

The post Penyebab & Cara Mengatasi SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
5417
Ingin Lapor SPT Pajak 2025 Tanpa Kena Sanksi? Ini Tips-nya! https://isbconsultant.com/lapor-spt-pajak-2025/ Wed, 19 Feb 2025 06:41:45 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5346 Pajak merupakan aspek penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Setiap Wajib Pajak, baik individu maupun badan usaha, memiliki kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaporan SPT yang tepat waktu dan akurat tidak hanya menghindarkan dari sanksi administratif maupun pidana, tetapi juga mencerminkan kepatuhan terhadap hukum perpajakan yang berlaku. […]

The post Ingin Lapor SPT Pajak 2025 Tanpa Kena Sanksi? Ini Tips-nya! appeared first on ISB Consultant.

]]>
Pajak merupakan aspek penting dalam perekonomian suatu negara, termasuk Indonesia. Setiap Wajib Pajak, baik individu maupun badan usaha, memiliki kewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pelaporan SPT yang tepat waktu dan akurat tidak hanya menghindarkan dari sanksi administratif maupun pidana, tetapi juga mencerminkan kepatuhan terhadap hukum perpajakan yang berlaku. Dengan memahami batas waktu dan prosedur pelaporan yang benar, Wajib Pajak dapat menjalankan kewajibannya secara efektif tanpa kendala.

Bagi pemilik usaha atau individu yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), pelaporan SPT Tahunan menjadi suatu keharusan. Namun, banyak Wajib Pajak yang masih mengalami kebingungan terkait batas waktu, prosedur pelaporan, serta konsekuensi jika terlambat atau tidak melaporkan SPT. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai batas waktu, langkah-langkah pelaporan, serta sanksi yang dapat dikenakan apabila terjadi keterlambatan dalam pelaporan SPT Tahunan 2025.

Jadwal Batas Waktu Lapor SPT Pajak Tahunan 2025

Penting bagi Wajib Pajak untuk mengetahui batas waktu pelaporan SPT agar tidak dikenakan sanksi. Berdasarkan ketentuan DJP, berikut adalah tenggat waktu yang harus diperhatikan:

  • Wajib Pajak Orang Pribadi: Paling lambat 31 Maret 2025.
  • Wajib Pajak Badan: Paling lambat 30 April 2025.

Apabila pelaporan dilakukan melewati batas waktu tersebut, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda, bahkan dalam kasus tertentu bisa dikenakan sanksi pidana.

Baca juga: Cara Ajukan Perpanjangan Pelaporan SPT Tahunan

Sanksi Keterlambatan Lapor SPT

Jika Wajib Pajak tidak melaporkan SPT tepat waktu, maka akan dikenakan sanksi sebagai berikut:

  1. Denda Administratif
    • Rp100.000 untuk Wajib Pajak orang pribadi.
    • Rp1.000.000 untuk Wajib Pajak badan.
  2. Sanksi Pidana
    • Denda sebesar 100% hingga 400% dari pajak terutang.
    • Pencegahan hingga hukuman penjara dalam kasus tertentu.

Sanksi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan menghindari ketidaktertiban administrasi perpajakan di Indonesia.

Cara Mengajukan Perpanjangan Waktu Pelaporan

DJP memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak yang membutuhkan perpanjangan waktu pelaporan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021, perpanjangan dapat diajukan dengan syarat:

  • Batas perpanjangan: Hingga dua bulan dari tanggal jatuh tempo.
  • Pengajuan: Paling lambat sembilan hari kerja sebelum tenggat waktu pelaporan.
  • Dokumen yang diperlukan:
    • Laporan keuangan sementara.
    • Perhitungan sementara pajak terutang.
    • Surat Setoran Pajak (SSP) jika ada kekurangan pajak.
    • Surat pernyataan dari akuntan publik jika laporan masih dalam proses audit.

Panduan Lapor SPT Tahunan Secara Online

Pelaporan SPT kini semakin mudah dengan adanya layanan digital DJP. Berikut adalah panduan lengkap untuk melaporkan SPT secara online melalui e-Filing dan e-Form:

1. Lapor SPT Tahunan Pribadi via e-Filing

  • Kunjungi situs DJP Online: https://djponline.pajak.go.id.
  • Masukkan NPWP atau NIK, password, dan kode verifikasi.
  • Pilih menu Lapor dan klik e-Filing.
  • Klik Buat SPT, isi data sesuai dengan formulir yang dipilih (1770, 1770S, atau 1770SS).
  • Masukkan kode verifikasi dan kirim SPT.

2. Lapor SPT Tahunan Badan via e-Form

  • Login ke DJP Online.
  • Pilih menu Lapor, lalu pilih e-Form.
  • Unduh formulir PDF, isi data keuangan perusahaan.
  • Unggah kembali formulir yang telah diisi beserta lampiran yang dibutuhkan.
  • Kirim SPT setelah memasukkan kode verifikasi.

Jika Anda berdomisili di Semarang dan membutuhkan konsultasi perpajakan yang terpercaya, ISB Consultant siap membantu Anda. Dengan layanan profesional, ISB Consultant dapat membantu perencanaan pajak, pelaporan SPT, serta kepatuhan pajak perusahaan Anda. Jangan ragu untuk mendapatkan solusi terbaik dalam perpajakan bisnis. Klik di sini untuk informasi lebih lanjut mengenai layanan pajak yang tersedia.

Contoh Perhitungan SPT Tahunan

Sebagai gambaran, berikut adalah contoh perhitungan pajak penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi:

  • Penghasilan bruto per tahun: Rp500.000.000
  • Pengurangan (biaya jabatan, iuran pensiun, dll.): Rp50.000.000
  • Penghasilan Kena Pajak: Rp450.000.000
  • Tarif pajak progresif:
    • 5% dari Rp60.000.000 = Rp3.000.000
    • 15% dari Rp190.000.000 = Rp28.500.000
    • 25% dari Rp200.000.000 = Rp50.000.000
  • Total Pajak Terutang: Rp81.500.000

Dengan memahami perhitungan ini, Anda dapat mengestimasi jumlah pajak yang harus dibayarkan dan menyiapkan dokumen yang diperlukan lebih awal.

Pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh setiap Wajib Pajak. Dengan mengetahui batas waktu, prosedur, serta konsekuensi keterlambatan, Anda dapat menghindari sanksi dan menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik. Bagi Anda yang ingin memastikan kepatuhan pajak secara optimal, menggunakan jasa konsultan pajak adalah langkah yang tepat.

Dengan memanfaatkan layanan online seperti e-Filing dan e-Form, pelaporan SPT menjadi lebih cepat dan efisien. Pastikan semua dokumen telah lengkap dan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menghindari kendala saat pelaporan.

The post Ingin Lapor SPT Pajak 2025 Tanpa Kena Sanksi? Ini Tips-nya! appeared first on ISB Consultant.

]]>
5346