SPT Masa Archives • ISB Consultant Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 03 Aug 2025 07:17:15 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 SPT Masa Archives • ISB Consultant 32 32 196301377 Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN https://isbconsultant.com/penerapan-konsep-delta-dalam-pembetulan-spt-ppn/ Wed, 06 Aug 2025 07:15:18 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5992 Di era digitalisasi perpajakan seperti saat ini, pemahaman yang tepat mengenai konsep dan prosedur administrasi perpajakan sangatlah penting, terutama bagi para pelaku usaha dan profesional yang ingin menjaga kepatuhan pajak perusahaan. Salah satu hal krusial yang sering kali luput diperhatikan adalah bagaimana melakukan pembetulan SPT Masa PPN, khususnya untuk masa pajak sebelum diberlakukannya sistem Coretax […]

The post Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
Di era digitalisasi perpajakan seperti saat ini, pemahaman yang tepat mengenai konsep dan prosedur administrasi perpajakan sangatlah penting, terutama bagi para pelaku usaha dan profesional yang ingin menjaga kepatuhan pajak perusahaan.

Salah satu hal krusial yang sering kali luput diperhatikan adalah bagaimana melakukan pembetulan SPT Masa PPN, khususnya untuk masa pajak sebelum diberlakukannya sistem Coretax DJP. Bagi Wajib Pajak yang belum memahami konsep delta dalam konteks pembetulan ini, ada risiko terhambatnya proses kompensasi lebih bayar yang bisa berdampak langsung pada arus kas perusahaan.

Oleh karena itu, artikel ini hadir untuk membantu Anda memahami secara menyeluruh tentang pentingnya konsep delta, bagaimana penerapannya dalam pembetulan SPT Masa PPN sebelum Coretax, serta bagaimana memastikan proses kompensasi berjalan optimal. Dengan pemahaman yang tepat, Wajib Pajak dapat terhindar dari kekeliruan administratif yang berakibat pada tidak munculnya nilai kompensasi di sistem DJP.

Apa itu Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN?

Konsep delta adalah metode pencatatan dalam pembetulan SPT Masa PPN yang mencerminkan hanya selisih atau perubahan dari nilai yang telah dilaporkan sebelumnya.

Dalam konteks perpajakan, khususnya untuk masa pajak sebelum Desember 2024, konsep ini menjadi krusial karena sistem Coretax DJP hanya mengenali dan memproses pembetulan berdasarkan delta, bukan penggantian keseluruhan nilai (replace).

Dalam pengisian SPT pembetulan, bagian yang sering menjadi fokus adalah bagian II.E dan II.F. Untuk sistem Coretax dapat membaca dan mencatat kompensasi lebih bayar tambahan, maka:

  • Nilai pada Bagian II.E harus tetap mencerminkan nilai dari SPT sebelumnya.
  • Nilai pada Bagian II.F harus menunjukkan selisih tambahan (delta) hasil koreksi.

Jika Wajib Pajak mengosongkan atau mengganti nilai pada Bagian II.E menjadi nol, sistem akan menganggap bahwa tidak ada nilai lebih bayar yang relevan, sehingga tambahan kompensasi tidak akan dimigrasikan ke dasbor Coretax.

Mengapa Konsep Delta Menjadi Sangat Penting dalam Era Coretax?

Penerapan sistem Coretax membawa banyak perubahan dalam proses administrasi dan pelaporan pajak. Salah satu fitur utama dari sistem ini adalah otomatisasi pencatatan kompensasi lebih bayar. Namun, fitur ini hanya akan bekerja jika data yang diinput sesuai dengan format dan skema yang ditentukan, termasuk penggunaan konsep delta saat melakukan pembetulan.

Jika Wajib Pajak masih menggunakan pendekatan lama dengan mengganti nilai penuh (replace), sistem tidak akan mengenali adanya perubahan atau tambahan kompensasi, yang berarti Wajib Pajak bisa kehilangan hak untuk menggunakan kelebihan bayar tersebut dalam pelaporan masa berikutnya.

Kesalahan Umum dan Dampaknya

Berikut adalah kesalahan umum yang sering dilakukan oleh Wajib Pajak saat melakukan pembetulan SPT Masa PPN sebelum Coretax:

1. Mengganti Nilai di Bagian II.E Menjadi Nol

Kesalahan ini terjadi karena anggapan bahwa nilai di bagian tersebut harus dikosongkan ketika membuat pembetulan. Akibatnya:

  • Sistem membaca bahwa tidak ada nilai lebih bayar sebelumnya.
  • Kompensasi tambahan tidak dicatat dan tidak muncul di dasbor Coretax.

2. Tidak Mengisi Selisih pada Bagian II.F

Bagian ini seharusnya diisi dengan nilai delta atau selisih dari pembetulan. Jika bagian ini dibiarkan kosong, maka pembetulan dianggap tidak menghasilkan perubahan.

3. Tidak Mengetahui Prosedur Pemulihan

Banyak Wajib Pajak yang belum mengetahui bahwa kesalahan dalam pengisian format pembetulan dapat diperbaiki dengan pengajuan tiket ke DJP melalui kanal Melati atau Live Chat DJP.

Contoh Ilustrasi Penerapan Konsep Delta

Misalnya, dalam SPT awal Masa PPN Oktober 2024, Anda melaporkan PPN lebih bayar sebesar Rp20.000.000. Setelah melakukan audit internal, ditemukan bahwa terdapat tambahan faktur pajak yang belum dikreditkan senilai Rp5.000.000. Maka dalam SPT Pembetulan:

  • Bagian II.E tetap diisi Rp20.000.000 (angka dari SPT sebelumnya).
  • Bagian II.F diisi Rp5.000.000 (selisih tambahan dari hasil koreksi).

Dengan format pengisian seperti ini, sistem Coretax akan membaca bahwa terdapat tambahan kompensasi sebesar Rp5.000.000 dan otomatis menambahkannya ke dasbor pajak Anda.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Kompensasi Tidak Muncul?

Jika Anda sudah menerapkan konsep delta dengan benar namun nilai kompensasi belum juga muncul di Coretax, maka ada dua kemungkinan penyebab:

  1. Proses Migrasi Masih Berjalan DJP memerlukan waktu untuk memproses migrasi data dari pembetulan lama ke sistem Coretax. Jika format pengisian sudah sesuai, maka Anda hanya perlu menunggu beberapa hari.
  2. Perlu Pengajuan Tiket Jika dalam waktu lebih dari 5 hari kerja kompensasi belum juga muncul, maka Anda dapat mengajukan tiket melalui:
    • Aplikasi Melati di DJP Online.
    • Kanal Live Chat DJP.
    • Langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

Konsistensi dalam kepatuhan pajak membutuhkan pemahaman yang tidak hanya administratif, tetapi juga teknis dan strategis. Oleh karena itu, banyak pelaku usaha dan Wajib Pajak pribadi kini mulai beralih menggunakan jasa konsultan pajak untuk memastikan setiap pelaporan sesuai dengan ketentuan terkini.

Jika Anda berdomisili di Semarang, maka ISB Consultant bisa menjadi mitra strategis yang tepat. Dengan tim profesional berpengalaman, ISB Consultant dapat membantu Anda dalam menyusun pembetulan SPT sesuai konsep delta, menghindari risiko administrasi, dan memastikan kompensasi lebih bayar tercatat optimal di Coretax.

Tips Praktis Sebelum Melakukan Pembetulan

  • Selalu simpan dan arsipkan SPT asli sebelum pembetulan.
  • Periksa kembali perhitungan faktur pajak masukan dan keluaran.
  • Gunakan format e-SPT terbaru yang sesuai ketentuan.
  • Pahami dan ikuti alur pengisian Bagian II.E dan II.F sesuai konsep delta.
  • Konsultasikan dengan profesional jika terdapat keraguan.

Memahami konsep delta dalam pembetulan SPT Masa PPN sebelum diberlakukannya sistem Coretax merupakan langkah penting yang tidak bisa diabaikan oleh Wajib Pajak. Kesalahan pengisian atau pengabaian prosedur dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk tidak tercatatnya kompensasi lebih bayar.

Dengan mengikuti format yang benar dan memanfaatkan layanan konsultasi pajak profesional, Anda bisa menghindari kesalahan teknis sekaligus menjaga kepatuhan terhadap regulasi DJP. Jangan ragu untuk meminta bantuan ahli agar proses perpajakan Anda tetap tertib, efisien, dan menguntungkan.

The post Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
5992
Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT https://isbconsultant.com/wpop-berpenghasilan-rendah-tak-perlu-lapor-spt/ Thu, 03 Jul 2025 03:54:22 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5853 Dalam dunia perpajakan, memahami kewajiban administrasi pajak merupakan hal yang krusial, tidak hanya bagi badan usaha tetapi juga bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Sayangnya, tidak semua orang memahami bahwa tidak seluruh WPOP diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun menyetor angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Padahal, pemahaman akan kriteria ini dapat […]

The post Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan, memahami kewajiban administrasi pajak merupakan hal yang krusial, tidak hanya bagi badan usaha tetapi juga bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Sayangnya, tidak semua orang memahami bahwa tidak seluruh WPOP diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan maupun menyetor angsuran bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Padahal, pemahaman akan kriteria ini dapat menjadi langkah awal dalam menghindari sanksi administrasi dan meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak secara legal.

Bagi sebagian Wajib Pajak yang memiliki penghasilan terbatas atau tidak menjalankan aktivitas usaha tertentu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kelonggaran berupa pengecualian dari pelaporan SPT maupun PPh Pasal 25. Artikel ini akan membahas secara mendalam siapa saja yang termasuk dalam kategori pengecualian tersebut serta menguraikan dasar hukumnya, sehingga para Wajib Pajak dapat memahami hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih jelas.

Dasar Hukum Pengecualian Pelaporan

Pengecualian terhadap kewajiban pelaporan SPT Tahunan dan angsuran PPh Pasal 25 bukanlah kebijakan sepihak yang diterapkan tanpa dasar hukum. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang mengatur mengenai batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apabila penghasilan bersih WPOP berada di bawah ambang batas PTKP, maka yang bersangkutan tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan maupun PPh 25.

Selain itu, ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengecualian ini dijabarkan dalam peraturan teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk Surat Edaran dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang bersifat pelaksana.

Kriteria WPOP yang Tidak Wajib Lapor SPT Tahunan

Pelaporan SPT Tahunan merupakan kewajiban utama setiap Wajib Pajak. Namun, WPOP dengan kondisi tertentu diberikan pengecualian, yaitu:

1. Penghasilan Neto di Bawah PTKP

Jika selama satu tahun pajak Wajib Pajak hanya memperoleh penghasilan neto (penghasilan setelah dikurangi biaya-biaya yang diakui secara fiskal) yang tidak melebihi batas PTKP, maka ia tidak diwajibkan melaporkan SPT Tahunan. Sebagai gambaran, batas PTKP tahun pajak 2025 (berdasarkan ketentuan terbaru) adalah sebesar Rp 54.000.000 per tahun untuk WPOP tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan.

Contoh Kasus: Andi adalah seorang lajang yang bekerja paruh waktu sebagai freelancer, dan selama tahun 2025, total penghasilan bersihnya tercatat sebesar Rp 40.000.000. Karena angka tersebut berada di bawah batas PTKP, maka Andi tidak diwajibkan melaporkan SPT Tahunan.

2. Tidak Menjalankan Usaha atau Pekerjaan Bebas

Wajib Pajak yang tidak menjalankan kegiatan usaha maupun pekerjaan bebas (freelance, konsultan, arsitek, dan sebagainya) juga dapat dikecualikan dari pelaporan SPT, selama penghasilan yang diterima hanya berasal dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21.

Pengecualian dari Kewajiban Pelaporan PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak bulanan yang dibayar oleh WPOP yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Namun, tidak semua WPOP yang memiliki NPWP wajib melaporkan dan membayar angsuran ini. Berikut kriteria yang membebaskan WPOP dari kewajiban pelaporan angsuran PPh Pasal 25:

1. Tidak Memiliki Penghasilan dari Usaha atau Pekerjaan Bebas

Wajib Pajak yang bekerja sebagai karyawan tetap pada satu perusahaan dan tidak memiliki aktivitas usaha atau pekerjaan bebas lainnya, tidak perlu melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25. Kewajiban perpajakan mereka telah ditunaikan oleh pemberi kerja melalui pemotongan PPh Pasal 21.

2. Penghasilan Neto Tetap di Bawah PTKP

Meski WPOP menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, namun apabila penghasilan bersihnya masih berada di bawah batas PTKP, maka ia tidak diwajibkan menyampaikan angsuran PPh Pasal 25.

Contoh Perhitungan: Budi adalah seorang penjual online skala kecil yang penghasilan bersihnya hanya sekitar Rp 36.000.000 per tahun. Dalam hal ini, Budi tidak perlu melaporkan dan menyetorkan angsuran PPh Pasal 25.

Pentingnya Konsultasi dengan Ahli Pajak

Meskipun ketentuan di atas terkesan sederhana, implementasi di lapangan sering kali menimbulkan pertanyaan. Misalnya, apakah penghasilan dari berbagai sumber tetap dikategorikan di bawah PTKP jika digabungkan? Atau bagaimana membuktikan bahwa seseorang tidak menjalankan pekerjaan bebas? Untuk itulah peran konsultan pajak sangat dibutuhkan.

Di sinilah pentingnya bekerja sama dengan tenaga profesional seperti ISB Consultant. Sebagai konsultan pajak perusahaan Surabaya yang telah berpengalaman menangani berbagai sektor usaha dan individu, ISBC siap memberikan solusi perpajakan yang akurat dan sesuai regulasi. Dengan bimbingan dari ISB Consultant, Anda tidak hanya menghindari potensi sanksi pajak, namun juga dapat mengelola kewajiban perpajakan dengan efisien dan legal.

Peran DJP dalam Edukasi dan Verifikasi

Direktorat Jenderal Pajak juga berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat melalui berbagai saluran, baik melalui media sosial, seminar pajak, hingga penyuluhan di kantor pelayanan pajak (KPP). DJP menyediakan sistem informasi perpajakan yang memungkinkan Wajib Pajak untuk mengecek status kewajiban mereka secara daring. Wajib Pajak juga dapat mengajukan pertanyaan langsung kepada petugas pajak melalui layanan Kring Pajak atau konsultasi langsung di KPP terdekat.

Pemahaman yang akurat mengenai kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib melaporkan SPT Tahunan dan PPh Pasal 25 sangat penting, terutama di tengah dinamika ekonomi yang kian kompleks. Kebijakan pengecualian ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam memberikan kemudahan administrasi kepada Wajib Pajak berpenghasilan rendah atau yang tidak aktif menjalankan usaha.

Namun, untuk memastikan bahwa kondisi Anda sesuai dengan kriteria yang diatur, disarankan untuk selalu mengecek status perpajakan melalui sistem DJP atau berkonsultasi dengan konsultan pajak yang terpercaya. Dengan demikian, Anda dapat menjalankan kewajiban perpajakan secara tertib dan menghindari risiko sanksi administratif.

Baca juga: Cara Cepat Mengurus Surat Keterangan Bebas PPh via DJP Online

The post Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
5853
SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini https://isbconsultant.com/spt-tidak-diterima-djp/ Wed, 02 Jul 2025 03:33:22 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5850 Setiap Wajib Pajak tentu ingin menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan sesuai aturan. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dikirimkan secara otomatis dianggap sah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan, walaupun secara fisik atau digital telah diterima oleh sistem. Penting […]

The post SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini appeared first on ISB Consultant.

]]>
Setiap Wajib Pajak tentu ingin menjalankan kewajiban perpajakannya dengan baik dan sesuai aturan. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dikirimkan secara otomatis dianggap sah oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kondisi yang menyebabkan SPT dianggap tidak disampaikan, walaupun secara fisik atau digital telah diterima oleh sistem.

Penting bagi setiap individu maupun perusahaan, terutama yang mengelola keuangan dalam skala besar, untuk memahami apa saja faktor yang membuat SPT dianggap tidak valid. Hal ini tidak hanya penting demi kepatuhan hukum, tetapi juga untuk menghindari risiko sanksi atau pemeriksaan yang berpotensi merugikan. Bagi perusahaan yang membutuhkan kepastian pajak, bekerja sama dengan konsultan pajak yang andal bisa menjadi solusi strategis.

Pengertian SPT dan Pentingnya Validasi Penyampaian

SPT atau Surat Pemberitahuan adalah dokumen yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak, serta harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Baik SPT Masa maupun Tahunan memiliki fungsi yang sama pentingnya, yaitu sebagai sarana pelaporan kewajiban pajak kepada negara.

Namun, tidak semua SPT yang dikirim melalui sistem DJP Online atau diserahkan secara manual akan langsung dianggap sah. Validasi dan kelengkapan dokumen menjadi aspek utama yang diperiksa oleh Unit Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (UPDDP). Berdasarkan ketentuan dalam PER-11/PJ/2025, berikut adalah daftar penyebab yang membuat SPT dianggap tidak disampaikan.

Daftar Penyebab SPT Dianggap Tidak Disampaikan

Berikut ini adalah berbagai alasan atau kondisi yang membuat SPT dianggap tidak disampaikan oleh DJP, meskipun telah dikirimkan oleh Wajib Pajak:

  1. Tidak Ada Tanda Tangan Wajib Pajak
    SPT, baik yang disampaikan secara fisik maupun elektronik, wajib dibubuhi tanda tangan. Dalam bentuk elektronik, tanda tangan digital menggantikan tanda tangan basah. Tanpa adanya otorisasi resmi dari Wajib Pajak, sistem akan menilai dokumen sebagai tidak sah.
  2. Menggunakan Mata Uang Selain Rupiah Tanpa Izin
    SPT Tahunan yang disusun dalam mata uang asing tanpa izin tertulis dari Menteri Keuangan dinyatakan tidak sah. Misalnya, perusahaan multinasional yang menyusun laporan keuangan dalam USD namun tidak mendapatkan izin, akan dianggap tidak memenuhi ketentuan.
  3. Tidak Mengikuti Ketentuan Penggunaan Rupiah bagi WP dengan Izin Mata Uang Asing
    Sebaliknya, jika perusahaan sudah mendapatkan izin untuk menggunakan pembukuan dalam mata uang asing namun tetap menyampaikan SPT dengan satuan rupiah, maka dokumen tersebut tetap dianggap tidak sah karena tidak sesuai dengan izin yang dimiliki.
  4. SPT Tidak Lengkap atau Tanpa Dokumen Pendukung
    Kelengkapan pengisian formulir dan lampiran merupakan hal mendasar. Misalnya, SPT yang tidak menyertakan laporan keuangan atau dokumen pendukung pemotongan pajak akan langsung ditolak sistem.
  5. SPT Lebih Bayar Disampaikan Lewat dari 3 Tahun
    Jika SPT menyatakan adanya kelebihan pembayaran (restitusi) namun disampaikan lebih dari tiga tahun setelah akhir tahun pajak, serta Wajib Pajak telah diberikan teguran tertulis, maka dokumen ini tidak akan dianggap disampaikan oleh DJP.
  6. Penyampaian SPT Setelah Pemeriksaan Dimulai
    SPT yang disampaikan setelah dimulainya proses pemeriksaan, termasuk pemeriksaan bukti permulaan atau penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), akan dianggap tidak berlaku. Hal ini karena proses audit telah berjalan, sehingga perubahan data dapat dianggap manipulatif.
  7. SPT Pembetulan Melebihi 2 Tahun Sebelum Daluwarsa
    Pembetulan SPT yang menunjukkan kerugian atau kelebihan bayar dan dilakukan lebih dari dua tahun sebelum jatuh tempo penetapan akan dianggap tidak sah.
  8. Rugi Fiskal dalam Pembetulan Tidak Sesuai Putusan
    Jika terjadi putusan hukum yang berbeda dari kompensasi rugi fiskal yang pernah diklaim, maka SPT pembetulan harus diajukan dalam waktu maksimal 3 bulan. Jika lewat, dokumen akan ditolak.
  9. SPT Kurang Bayar Tanpa Pembayaran
    SPT yang menunjukkan status kurang bayar wajib disertai dengan bukti pembayaran. Tanpa ini, sistem DJP tidak akan menganggap dokumen sah.
  10. Pembayaran Tidak Sesuai dengan Nilai Kurang Bayar
    Kesalahan pengisian angka yang menyebabkan selisih antara jumlah bayar dan nilai terutang dalam SPT juga dapat membuat dokumen tidak dianggap.
  11. Validasi Data Wajib Pajak Wanita Kawin
    Untuk Wajib Pajak wanita kawin yang memilih untuk dikenai pajak secara terpisah dari suami, sistem memerlukan validasi khusus. Jika data tidak tervalidasi, maka SPT akan ditolak.
  12. Pemberitahuan Penggunaan NPPN Tidak Tervalidasi
    Penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) wajib diberitahukan dan tervalidasi di sistem DJP. Tanpa validasi ini, pelaporan dianggap tidak sah.
  13. SK Persetujuan Angsuran atau Penundaan Tidak Tervalidasi
    Untuk Wajib Pajak yang mengajukan angsuran atau penundaan pembayaran PPh Pasal 29, maka surat keputusan persetujuan dari DJP harus tervalidasi. Jika belum, maka dokumen dianggap tidak disampaikan.

Contoh Kasus Perhitungan SPT yang Tidak Sah

Misalnya, PT XYZ memiliki kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp100.000.000 untuk tahun pajak 2020. Namun, PT XYZ baru menyampaikan SPT lebih bayar tersebut pada tahun 2024 dan sudah pernah mendapat surat teguran dari DJP pada tahun 2023. Maka, berdasarkan aturan, walaupun SPT diterima oleh sistem, statusnya tetap dianggap tidak disampaikan dan permohonan restitusi ditolak.

Contoh lain, seorang Wajib Pajak orang pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan status kurang bayar sebesar Rp5.000.000. Namun, karena hanya membayar Rp2.000.000 melalui bank, dan belum melunasi sisanya, maka SPT ini juga dinilai tidak sah oleh sistem.

Peran Konsultan Pajak dalam Kepatuhan SPT

Dalam menghadapi kompleksitas aturan perpajakan yang dinamis, penggunaan jasa konsultan pajak menjadi solusi tepat, terutama bagi entitas usaha yang ingin fokus pada kegiatan inti bisnis. Di sinilah ISB Consultant hadir sebagai mitra strategis melalui layanan konsultasi pajak perusahaan di Surabaya yang telah dipercaya oleh berbagai sektor industri. Dengan pendekatan yang profesional, ISBC membantu memastikan seluruh pelaporan pajak Anda berjalan sesuai regulasi, lengkap, dan tervalidasi dengan baik.

Penyampaian SPT bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bagian penting dari kepatuhan perpajakan yang berdampak langsung pada legalitas dan kondisi fiskal Wajib Pajak. Memastikan bahwa SPT dianggap sah oleh DJP membutuhkan ketelitian, dokumentasi lengkap, dan validasi sistem yang menyeluruh. Oleh karena itu, perusahaan disarankan untuk tidak hanya memahami peraturan, tetapi juga mempertimbangkan dukungan profesional dalam penyusunan dan pelaporan pajak.

Dengan memahami penyebab SPT dianggap tidak disampaikan, Anda tidak hanya menghindari risiko sanksi, tetapi juga menjaga reputasi dan kestabilan finansial bisnis secara keseluruhan.

Baca juga: Ketentuan Lapor SPT Tahunan Perusahaan yang Belum Beroperasi

The post SPT Tidak Diterima DJP? Cek 13 Penyebab Umumnya di Sini appeared first on ISB Consultant.

]]>
5850
Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar https://isbconsultant.com/restitusi-gagal/ Tue, 01 Jul 2025 03:21:02 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5847 Dalam dunia perpajakan, istilah “lebih bayar” sering kali menjadi harapan bagi Wajib Pajak, terutama mereka yang merasa telah menyetor pajak melebihi jumlah yang seharusnya. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang menunjukkan status lebih bayar otomatis berarti Wajib Pajak akan menerima pengembalian dana dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)? Artikel ini membahas secara […]

The post Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan, istilah “lebih bayar” sering kali menjadi harapan bagi Wajib Pajak, terutama mereka yang merasa telah menyetor pajak melebihi jumlah yang seharusnya. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua Surat Pemberitahuan (SPT) yang menunjukkan status lebih bayar otomatis berarti Wajib Pajak akan menerima pengembalian dana dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP)?

Artikel ini membahas secara mendalam mengenai kondisi-kondisi di mana SPT lebih bayar tidak diakui sebagai kelebihan pembayaran pajak. Pemahaman ini sangat penting, terutama bagi para pelaku usaha, profesional, maupun individu yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak agar dapat mengelola kewajiban perpajakannya dengan benar dan efisien.

Apa itu SPT Lebih Bayar?

Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan adalah laporan yang wajib disampaikan oleh setiap Wajib Pajak sebagai bentuk pelaporan penghasilan, penghitungan pajak, serta status pembayaran pajak. Jika hasil penghitungan dalam SPT menunjukkan bahwa pajak yang telah dibayarkan lebih besar daripada yang seharusnya terutang, maka SPT tersebut dikategorikan sebagai SPT Lebih Bayar (SPT LB). Dalam kondisi normal, SPT LB dapat menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan restitusi pajak.

Namun, perlu dicatat bahwa terdapat ketentuan hukum dan kebijakan internal dari DJP yang mengatur syarat dan kondisi tertentu sehingga SPT LB tidak serta-merta dianggap sebagai kelebihan pembayaran yang dapat dikembalikan. Hal ini tentunya menjadi perhatian penting bagi para Wajib Pajak, agar tidak salah dalam menginterpretasikan haknya atas pengembalian pajak.

Kondisi di Mana SPT Lebih Bayar Dianggap Tidak Lebih Bayar

Berikut adalah beberapa kondisi yang menyebabkan SPT LB tidak diproses sebagai restitusi oleh DJP:

1. Perbedaan Akibat Pembulatan dalam Sistem DJP

Sering kali, SPT menunjukkan adanya lebih bayar yang sebenarnya berasal dari perbedaan angka pembulatan antara sistem yang digunakan oleh Wajib Pajak dan sistem DJP. Misalnya, dalam perhitungan Pajak Penghasilan (PPh), angka sen hingga rupiah terakhir bisa berbeda karena aturan pembulatan ke atas atau ke bawah. Bila nilai lebih bayar muncul semata karena faktor ini, DJP tidak menganggapnya sebagai kelebihan pembayaran yang sah, sehingga tidak dapat diajukan restitusi.

Contoh kasus:

  • Wajib Pajak menghitung PPh terutang sebesar Rp5.000.000, dan telah melakukan pembayaran pajak Rp5.000.050. Perbedaan Rp50 ini muncul karena pembulatan tarif oleh aplikasi e-SPT. Dalam kasus ini, Rp50 tersebut tidak dianggap kelebihan pembayaran.

2. Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP)

Dalam rangka memberikan insentif fiskal, pemerintah terkadang menanggung sebagian pajak Wajib Pajak tertentu, khususnya pada masa pemulihan ekonomi seperti pandemi. Jika dalam SPT LB terdapat kelebihan bayar yang berasal dari pajak yang ditanggung oleh pemerintah, maka bagian tersebut tidak dapat dimintakan pengembalian karena pada dasarnya bukan Wajib Pajak yang menanggungnya.

Contoh:

  • Selama tahun pajak 2023, Wajib Pajak UMKM mendapatkan insentif PPh final DTP. SPT menunjukkan lebih bayar sebesar Rp2.000.000, yang seluruhnya berasal dari pajak yang dibayarkan melalui skema DTP. Maka, SPT tersebut tidak bisa digunakan untuk pengajuan restitusi.

3. Kondisi Khusus untuk ASN, TNI, Polri, dan Pejabat Negara

SPT LB yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI, Polri, dan pejabat negara juga memiliki batasan tertentu. Apabila mereka hanya memperoleh penghasilan dari APBN atau APBD, dan kelebihan bayar muncul karena penghitungan PPh 21 pribadi berbeda dari bukti potong yang diterbitkan oleh instansi (BPA2), maka kelebihan tersebut tidak diakui oleh DJP sebagai dasar restitusi.

Contoh:

  • Seorang PNS menghitung PPh 21 sebesar Rp4.800.000, sementara instansi tempat ia bekerja memotong dan menyetor Rp5.000.000. Selisih Rp200.000 ini tidak akan dikembalikan jika seluruh penghasilannya berasal dari APBN.

Aspek Hukum dan Implikasi bagi Wajib Pajak

Apabila SPT Lebih Bayar memenuhi salah satu dari ketiga kondisi di atas, maka DJP akan menerbitkan surat resmi yang menyatakan bahwa SPT tersebut dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak. Surat ini akan menjadi dasar hukum bahwa permohonan restitusi tidak dapat diproses lebih lanjut.

Bagi Wajib Pajak yang merasa mengalami ketidakjelasan atau perbedaan interpretasi terkait perhitungannya, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga ahli di bidang perpajakan. Salah satu langkah preventif adalah memastikan seluruh proses pelaporan dan penghitungan dilakukan dengan akurat serta memahami ketentuan hukum yang berlaku.

Peran Konsultan Pajak dalam Pengajuan SPT LB

Dalam menghadapi kompleksitas peraturan perpajakan di Indonesia, banyak Wajib Pajak individu maupun badan usaha yang memilih menggunakan jasa konsultan pajak. Proses penyusunan SPT, penghitungan pajak terutang, serta evaluasi potensi restitusi membutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap regulasi dan sistem pelaporan pajak.

Jika Anda berdomisili di Yogyakarta atau sekitarnya, ISB Consultant merupakan pilihan tepat sebagai konsultan pajak di Yogyakarta. Dengan pengalaman luas dan pendekatan yang profesional, ISBC mampu membantu Wajib Pajak mengoptimalkan hak dan kewajiban perpajakannya, termasuk dalam pengajuan SPT Lebih Bayar dan potensi restitusi yang sah secara hukum.

Tips Menghindari Kesalahan Pengajuan SPT Lebih Bayar

Agar permohonan restitusi tidak ditolak atau dianggap tidak terdapat kelebihan bayar, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan:

  • Periksa ulang dokumen bukti potong dan setor pajak secara teliti.
  • Gunakan aplikasi resmi dan update dari DJP untuk menghitung pajak.
  • Konsultasikan dengan ahli pajak sebelum melakukan pengajuan restitusi.
  • Pastikan tidak ada komponen pajak DTP yang dimasukkan ke dalam perhitungan lebih bayar.
  • Pahami klasifikasi pekerjaan dan penghasilan jika Anda merupakan ASN, anggota TNI, Polri, atau pejabat negara.

Tidak semua SPT yang menunjukkan status lebih bayar otomatis akan menghasilkan pengembalian pajak. Dalam banyak kasus, DJP memiliki dasar hukum untuk tidak mengakui kelebihan pembayaran tersebut, terutama jika disebabkan oleh perbedaan pembulatan, insentif DTP, atau status penghasilan tertentu.

Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Wajib Pajak untuk memahami ketentuan yang berlaku sebelum mengajukan restitusi. Jika diperlukan, gunakan jasa konsultan pajak terpercaya yang memahami seluk-beluk regulasi perpajakan Indonesia. Hal ini tidak hanya akan menghemat waktu dan tenaga, tetapi juga meminimalkan risiko penolakan dari otoritas pajak.

Baca juga: Penyebab & Cara Mengatasi SPT Lebih Bayar

The post Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar appeared first on ISB Consultant.

]]>
5847
Harus Tahu! Semua PKP Wajib Gunakan e-Bupot https://isbconsultant.com/pkp-wajib-gunakan-e-bupot/ Wed, 30 Oct 2024 07:27:05 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5123 Mulai September 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan kewajiban penggunaan e-Bupot bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk memudahkan proses pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26. Sistem e-Bupot, sebagai bagian dari inisiatif digitalisasi administrasi perpajakan, diharapkan akan menyederhanakan, mempercepat, dan memperkuat akurasi pelaporan pajak bagi PKP. Bagi para pengusaha, perubahan ini menjadi […]

The post Harus Tahu! Semua PKP Wajib Gunakan e-Bupot appeared first on ISB Consultant.

]]>
Mulai September 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menetapkan kewajiban penggunaan e-Bupot bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk memudahkan proses pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26. Sistem e-Bupot, sebagai bagian dari inisiatif digitalisasi administrasi perpajakan, diharapkan akan menyederhanakan, mempercepat, dan memperkuat akurasi pelaporan pajak bagi PKP. Bagi para pengusaha, perubahan ini menjadi penting untuk dipahami dan diikuti karena kewajiban tersebut kini berlaku bagi seluruh PKP, tanpa kecuali.

Untuk memastikan bahwa PKP dapat memenuhi kewajiban perpajakan secara tepat, DJP telah menetapkan bahwa pembuatan dan pelaporan bukti pemotongan pajak melalui e-Bupot menjadi keharusan, bahkan jika jumlah bukti pemotongan yang diterbitkan kurang dari 20 dalam satu masa pajak. Maka, mengetahui prosedur, manfaat, dan langkah-langkah penggunaan e-Bupot sangat penting bagi para PKP agar dapat menjalankan kewajiban perpajakan mereka dengan benar dan terhindar dari sanksi administrasi.

Apa itu e-Bupot?

e-Bupot adalah aplikasi resmi dari Direktorat Jenderal Pajak yang dirancang khusus untuk memudahkan PKP dalam membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan Pasal 26 secara online. Sistem ini menyediakan berbagai fitur yang dapat membantu PKP dalam mencatat dan mengelola bukti pemotongan serta menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa. Sebelum adanya e-Bupot, pembuatan bukti potong dan pelaporan pajak dapat dilakukan secara manual, namun opsi manual ini kini tidak lagi diperbolehkan.

Melalui e-Bupot, PKP dapat membuat tiga jenis bukti pemotongan pajak, yaitu bukti pemotongan standar, bukti pemotongan pembetulan, dan bukti pemotongan pembatalan. Dengan demikian, aplikasi ini tidak hanya memungkinkan pelaporan yang lebih cepat tetapi juga memastikan bahwa setiap perubahan atau pembatalan pemotongan pajak dapat dilakukan secara sah dan terdokumentasi dengan baik.

Mengapa Penggunaan e-Bupot Diwajibkan?

Ketentuan penggunaan e-Bupot didasarkan pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-368/PJ/2020 yang menetapkan bahwa setiap PKP, baik yang menerbitkan kurang dari 20 bukti pemotongan maupun lebih dari itu dalam satu masa pajak, wajib menggunakan e-Bupot. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi pelaporan, meminimalisir kesalahan, serta memastikan setiap transaksi perpajakan terdata dengan baik dalam sistem perpajakan nasional. Selain itu, e-Bupot dirancang agar sesuai dengan standar keamanan dan transparansi yang ditetapkan oleh pemerintah.

Adanya e-Bupot juga memberikan keunggulan pada PKP dalam hal kepastian hukum, karena data perpajakan yang dikelola melalui aplikasi ini dapat diakses oleh DJP dengan cepat. Bagi pengusaha yang melakukan transaksi dalam jumlah besar dan seringkali melibatkan banyak mitra usaha, penggunaan e-Bupot menjadi solusi yang ideal untuk memudahkan administrasi perpajakan.

Manfaat Menggunakan e-Bupot bagi PKP

Penggunaan e-Bupot bagi PKP memiliki beberapa keuntungan yang signifikan, antara lain:

  • Efisiensi Waktu dan Tenaga
    Dengan e-Bupot, proses pengisian, penyimpanan, dan pelaporan bukti pemotongan dapat dilakukan dalam satu platform digital. Hal ini menghemat waktu yang biasanya diperlukan untuk mencetak dan menyusun berkas-berkas secara manual.

  • Mengurangi Risiko Kesalahan
    e-Bupot membantu meminimalisir kesalahan dalam pengisian bukti pemotongan. Sistemnya telah didesain untuk memastikan setiap kolom terisi sesuai dengan standar pelaporan pajak yang berlaku, sehingga risiko kelalaian atau kesalahan administrasi dapat diminimalisir.

  • Akses dan Penyimpanan yang Aman
    Dokumen perpajakan yang tersimpan dalam e-Bupot memiliki jaminan keamanan karena diatur langsung oleh DJP. PKP tidak perlu khawatir kehilangan data atau berkas pajak karena semuanya tersimpan dalam sistem yang terlindungi.

  • Kepatuhan Pajak yang Lebih Baik
    Dengan menggunakan e-Bupot, PKP dapat memastikan bahwa seluruh proses perpajakan dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini membantu PKP menghindari sanksi administrasi akibat keterlambatan atau ketidakpatuhan.

Cara Menggunakan e-Bupot untuk PKP

Untuk memulai menggunakan e-Bupot, PKP harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh DJP, yaitu:

  • Memiliki Sertifikat Elektronik
    Sertifikat elektronik merupakan komponen penting yang wajib dimiliki oleh PKP agar dapat mengakses e-Bupot.

  • Telah Terdaftar di KPP dan SPT Masa Elektronik
    PKP yang menggunakan e-Bupot harus sudah terdaftar di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan pernah menyampaikan SPT Masa Elektronik sebelumnya.

  • Menghasilkan Bukti Pemotongan di Atas Batas Minimum
    Jika PKP menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan atau jika penghasilan bruto dalam bukti pemotongan lebih dari Rp100 juta, maka mereka wajib menggunakan e-Bupot.

Setelah memenuhi persyaratan di atas, PKP dapat mengakses aplikasi e-Bupot melalui situs resmi DJP dan melakukan pendaftaran menggunakan sertifikat elektronik yang dimiliki.

Dukungan Konsultan Pajak dalam Penggunaan e-Bupot

Bagi PKP yang masih awam dengan sistem e-Bupot, menggunakan jasa konsultan pajak bisa menjadi solusi efektif. Konsultan pajak dapat membantu PKP memahami setiap aspek dari e-Bupot, mulai dari prosedur pembuatan bukti pemotongan hingga penyampaian SPT Masa. Dukungan ini tidak hanya mempercepat proses pelaporan tetapi juga mengurangi potensi kesalahan yang dapat terjadi. Dalam hal ini, ISB Consultant siap mendampingi Anda dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan efisien. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi https://isbconsultant.com/konsultan-pajak-surabaya/.

Dengan adanya konsultan pajak yang berpengalaman, PKP dapat lebih mudah menjalankan kewajiban perpajakan mereka dengan memanfaatkan e-Bupot. ISB Consultant tidak hanya menyediakan bantuan teknis dalam penggunaan aplikasi ini, tetapi juga memberikan panduan dan solusi perpajakan yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan bisnis.

Langkah-langkah untuk Mengoptimalkan Penggunaan e-Bupot

Setelah memahami dasar penggunaan e-Bupot, PKP dapat mengoptimalkan manfaatnya dengan beberapa cara:

  1. Memperbarui Data secara Berkala
    Agar informasi yang ada di e-Bupot selalu akurat, PKP sebaiknya memeriksa dan memperbarui data secara berkala. Misalnya, data mitra usaha atau informasi mengenai transaksi harus selalu diperiksa keabsahannya.
  2. Menggunakan Sertifikat Elektronik dengan Tepat
    Sertifikat elektronik adalah komponen keamanan utama untuk mengakses e-Bupot. Pastikan hanya orang yang berwenang yang memiliki akses untuk menggunakan sertifikat ini demi menjaga kerahasiaan data.
  3. Menyusun Prosedur Administrasi Internal yang Efisien
    PKP yang memiliki tim administrasi pajak sebaiknya menyusun prosedur yang efisien dalam pengelolaan bukti pemotongan melalui e-Bupot. Hal ini bisa mencakup pembuatan SOP untuk mempermudah pembuatan dan pelaporan bukti pemotongan setiap bulan.
  4. Memonitor Perkembangan Peraturan Pajak
    Mengikuti perkembangan peraturan pajak adalah hal yang penting untuk memastikan bahwa PKP tetap mematuhi regulasi terbaru dari DJP, termasuk perubahan yang terkait dengan e-Bupot.

Kesimpulan

Penggunaan e-Bupot menjadi kewajiban yang harus diikuti oleh semua PKP di Indonesia. Sebagai inovasi digital yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, e-Bupot tidak hanya mempermudah proses perpajakan tetapi juga meningkatkan kepatuhan dan keamanan dalam administrasi perpajakan PKP. Bagi PKP yang memerlukan dukungan lebih, jasa konsultan pajak seperti ISB Consultant dapat membantu dalam memaksimalkan manfaat penggunaan e-Bupot serta memastikan bahwa seluruh proses perpajakan berjalan lancar dan sesuai peraturan.

The post Harus Tahu! Semua PKP Wajib Gunakan e-Bupot appeared first on ISB Consultant.

]]>
5123
Manfaat e-Bupot untuk Kemudahan Wajib Pajak https://isbconsultant.com/manfaat-e-bupot/ Mon, 28 Oct 2024 06:59:32 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5113 Digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia telah menghadirkan berbagai kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, salah satunya melalui e-Bupot. Aplikasi e-Bupot memudahkan wajib pajak dalam menyusun bukti potong pajak sekaligus melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 secara elektronik. Inovasi ini mempercepat proses administrasi perpajakan yang sebelumnya membutuhkan waktu dan tenaga lebih […]

The post Manfaat e-Bupot untuk Kemudahan Wajib Pajak appeared first on ISB Consultant.

]]>
Digitalisasi sistem perpajakan di Indonesia telah menghadirkan berbagai kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, salah satunya melalui e-Bupot. Aplikasi e-Bupot memudahkan wajib pajak dalam menyusun bukti potong pajak sekaligus melaporkan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 secara elektronik. Inovasi ini mempercepat proses administrasi perpajakan yang sebelumnya membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak saat harus dilakukan secara manual.

Bagi pengusaha dan wajib pajak yang sebelumnya harus mengantre di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), penggunaan e-Bupot telah membuka jalan baru untuk mengelola pajak secara lebih efisien. Kini, layanan tersebut dapat diakses secara online, memungkinkan wajib pajak untuk membuat bukti potong pajak, melaporkan pajak, serta menandatangani bukti potong secara elektronik. Terobosan ini diharapkan dapat meminimalkan kendala administratif sekaligus memfasilitasi proses pelaporan yang akurat, aman, dan tepat waktu.

Apa itu e-Bupot?

e-Bupot atau aplikasi bukti potong elektronik adalah sistem yang dirancang oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memudahkan wajib pajak dalam membuat bukti pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26. Melalui e-Bupot, bukti pemotongan pajak disusun dan disimpan secara digital, memungkinkan wajib pajak untuk mengelola, mengakses, dan melaporkan bukti potong tanpa harus mencetak dokumen fisik. Penggunaan e-Bupot ini diwajibkan bagi seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Pratama sejak Agustus 2020.

Penggunaan e-Bupot tidak hanya mengurangi beban administratif bagi wajib pajak tetapi juga mendukung efisiensi kerja di kantor pajak. Mengurangi dokumen fisik berarti menghemat sumber daya, baik dari segi waktu, biaya, maupun tenaga kerja. Hal ini sangat penting untuk menjaga kelancaran pengelolaan perpajakan di era yang serba digital.

Baca juga: Perbedaan e-SPT Masa PPN dan e-SPT Masa PPh

Manfaat e-Bupot bagi Wajib Pajak

Penggunaan e-Bupot memberikan berbagai keuntungan bagi wajib pajak yang perlu dipertimbangkan. Berikut adalah enam manfaat utama e-Bupot yang secara signifikan dapat meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan.

  • Hemat Waktu dan Tenaga
    Dengan e-Bupot, wajib pajak tidak lagi perlu datang langsung ke KPP untuk membuat dan melaporkan bukti potong pajak. Seluruh proses mulai dari pembuatan hingga pelaporan dapat dilakukan secara online, sehingga menghemat waktu dan tenaga. Wajib pajak cukup membuka aplikasi e-Bupot dari perangkat elektronik yang mendukung internet untuk menyelesaikan kewajiban perpajakannya.

  • Bisa Dilakukan dari Mana Saja dan Kapan Saja
    Salah satu kelebihan e-Bupot adalah fleksibilitasnya. Pengguna bisa mengakses e-Bupot dari mana saja dan kapan saja, asalkan tersedia koneksi internet yang stabil. Fitur ini tentu sangat membantu bagi wajib pajak yang memiliki jadwal padat, sehingga pelaporan SPT bisa dilakukan tanpa terikat waktu dan tempat. Fleksibilitas ini juga membantu wajib pajak untuk tetap patuh dan tidak melewatkan tenggat waktu pelaporan pajak.

  • Proses Real-Time yang Mudah dan Cepat
    e-Bupot memungkinkan pemrosesan bukti potong pajak secara real-time, di mana wajib pajak dapat segera mengunggah data dan dokumen yang diperlukan tanpa harus menunggu lama. Proses pelaporan yang dilakukan secara real-time ini dapat mengurangi risiko kesalahan dalam pencatatan data dan meningkatkan akurasi pelaporan pajak.

  • Keamanan Data yang Terjamin
    Setiap data bukti potong pajak yang diinput dalam aplikasi e-Bupot disimpan dalam sistem administrasi yang dikelola langsung oleh DJP, sehingga lebih aman dan terjamin. Hal ini mengurangi risiko kehilangan atau kebocoran data karena seluruh bukti potong disimpan dalam server yang terintegrasi dengan standar keamanan DJP.

  • Memudahkan Tanda Tangan Elektronik
    Proses penandatanganan bukti potong pajak kini dapat dilakukan secara digital dengan e-Bupot. Tidak perlu lagi tanda tangan basah yang memerlukan kehadiran fisik, karena e-Bupot sudah mendukung tanda tangan elektronik sesuai regulasi yang berlaku. Fitur ini membuat seluruh proses administrasi perpajakan dapat diselesaikan dengan cepat dan tanpa harus bertemu langsung dengan pihak yang bersangkutan.

  • Mengurangi Risiko Penyebaran Penyakit
    e-Bupot sangat relevan di masa pandemi seperti saat ini, karena mengurangi kebutuhan tatap muka dalam pengurusan perpajakan. Dengan e-Bupot, wajib pajak tidak perlu lagi berkumpul atau bertemu dengan petugas pajak secara langsung. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 dan tetap melanjutkan kegiatan perpajakan secara aman dan efektif.

Dasar Hukum dan Kebijakan Terkait e-Bupot

Penerapan e-Bupot didasarkan pada berbagai kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah dan DJP. Berikut beberapa peraturan penting terkait e-Bupot:

  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017
    Mengatur tentang bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 dan/atau 26, serta bentuk bukti pemotongan pajak yang harus dilakukan secara digital.
  • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-599/PJ/2019
    Menetapkan wajib pajak yang diwajibkan menggunakan e-Bupot dalam membuat bukti pemotongan pajak dan melaporkan SPT PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
  • Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-269/PJ/2020
    Mengatur tentang pemotongan pajak penghasilan yang harus menggunakan e-Bupot sesuai ketentuan yang berlaku sejak 2020.

Dengan adanya dasar hukum yang kuat ini, e-Bupot kini menjadi standar dalam pelaporan pajak PPh Pasal 23/26 dan memberikan jaminan kepada wajib pajak bahwa data yang dilaporkan terlindungi sesuai regulasi perpajakan.

Ingin proses perpajakan lebih lancar dan terjamin? ISB Consultant menyediakan layanan profesional untuk membantu pengelolaan pajak perusahaan Anda. Dengan pengalaman panjang di bidang perpajakan, kami siap membantu Anda memenuhi kewajiban pajak dengan optimal. Temukan solusi perpajakan bersama ISB Consultant di https://isbconsultant.com/konsultan-pajak-surabaya/.

Peran Konsultan Pajak dalam Penggunaan e-Bupot

Meskipun aplikasi e-Bupot telah dirancang agar mudah digunakan, bagi sebagian wajib pajak, pelaksanaan teknis perpajakan tetap memerlukan pendampingan ahli. Penggunaan konsultan pajak dapat membantu wajib pajak mengoptimalkan keuntungan dari e-Bupot serta memastikan pelaporan pajak berjalan lancar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Konsultan pajak berperan untuk membantu wajib pajak memahami aspek teknis dalam pengisian e-Bupot, memastikan data yang dilaporkan akurat, dan menghindari kesalahan yang bisa berdampak pada administrasi pajak. Selain itu, konsultan pajak juga bisa membantu wajib pajak mengidentifikasi strategi pajak yang sah agar beban pajak tetap efisien dan sesuai regulasi.

Khususnya untuk wajib pajak dengan bisnis berskala besar, menggunakan layanan konsultan pajak dapat memberikan ketenangan dalam memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat waktu. Dengan bantuan konsultan pajak yang berpengalaman, wajib pajak juga dapat menghindari potensi sanksi atau denda akibat kelalaian dalam pelaporan.

Penutup

Pemanfaatan e-Bupot merupakan langkah maju dalam sistem perpajakan di Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak. Penggunaan e-Bupot yang tepat akan memberikan banyak keuntungan seperti penghematan waktu, keamanan data, fleksibilitas, hingga memudahkan administrasi perpajakan secara elektronik.

Di sisi lain, pendampingan dari konsultan pajak seperti ISB Consultant menjadi nilai tambah bagi wajib pajak yang ingin memastikan kepatuhan dan kelancaran proses perpajakannya. Dengan demikian, wajib pajak dapat mengelola kewajibannya secara profesional sekaligus mendukung digitalisasi perpajakan di Indonesia.

The post Manfaat e-Bupot untuk Kemudahan Wajib Pajak appeared first on ISB Consultant.

]]>
5113
3 Hal Wajib Dipahami Perusahaan saat Pengungkapan Ketidakbenaran SPT https://isbconsultant.com/3-hal-wajib-dipahami-perusahaan-saat-pengungkapan-ketidakbenaran-spt/ Wed, 28 Feb 2024 23:07:53 +0000 https://isbconsultant.com/?p=4717 Pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atau Masa merupakan hal yang penting bagi perusahaan sebagai Wajib Pajak. Hal ini merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum […]

The post 3 Hal Wajib Dipahami Perusahaan saat Pengungkapan Ketidakbenaran SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
Pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atau Masa merupakan hal yang penting bagi perusahaan sebagai Wajib Pajak. Hal ini merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Dalam proses ini, perusahaan perlu memahami tiga hal penting yang disampaikan oleh Tax Compliance & Audit Supervisor TaxPrime, Fathiya Fadila, untuk memastikan pengungkapan ketidakbenaran dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Landasan Hukum Pengungkapan Ketidakbenaran

Sebelum melakukan pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian SPT, perusahaan perlu memahami landasan hukum yang mengatur hak ini. Pengungkapan ketidakbenaran diatur dalam Pasal 8 ayat (5) UU KUP sebagai laporan tersendiri yang disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Baca juga: Pengungkapan Ketidakbenaran SPT Menurut UU Berlaku

Landasan hukum utamanya tertuang dalam UU KUP dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan sebagai turunan dari UU HPP. Syarat pengajuan pengungkapan ketidakbenaran juga harus dipenuhi, seperti menyampaikan secara tertulis, menandatanganinya, melampirkan perhitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang, serta melampirkan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP.

Dengan ISB Consultant sebagai konsultan pajak di Surabaya, perusahaan dapat menghindari konsekuensi hukum yang merugikan akibat pengungkapan ketidakbenaran dalam SPT. Layanan konsultan kami membantu menavigasi kompleksitas peraturan pajak, memastikan kepatuhan, dan mengoptimalkan pengembalian pajak. Keputusan bijaksana hari ini dengan ISB Consultant tidak hanya membantu mengurangi risiko hukum, tetapi juga membuka peluang untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Jangan biarkan ketidakpastian pajak menghalangi potensi bisnis Anda.

Proses Pemeriksaan dan Dampaknya

Pengungkapan ketidakbenaran tidak menghentikan proses pemeriksaan yang sedang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Proses pemeriksaan tetap dilanjutkan untuk memastikan kebenaran dari pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.

Selama proses pemeriksaan, perusahaan tidak dapat melakukan pembetulan atas SPT yang sedang dilakukan pengungkapan ketidakbenaran. Hal ini penting untuk dipahami agar perusahaan dapat mengantisipasi dampak dari pengungkapan ketidakbenaran terhadap proses pemeriksaan yang sedang berlangsung.

Manfaat dan Risiko Pengungkapan Ketidakbenaran

Pengungkapan ketidakbenaran dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, seperti menghindari sanksi administrasi yang lebih besar dan potensi pajak yang lebih tinggi. Namun, perusahaan juga perlu memperhatikan risiko yang dapat timbul, terutama jika jumlah pajak terutang yang diungkapkan lebih besar dari yang sudah dilaporkan sebelumnya.

Oleh karena itu, perusahaan perlu hati-hati dalam melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan memastikan bahwa pengungkapan dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Baca juga: Cara & Syarat Pembetulan Ketetapan Pajak

Kesimpulan

Perusahaan perlu berkoordinasi dengan pihak KPP atau DJP saat melakukan pengungkapan ketidakbenaran terkait SPT Masa/Tahunan. Perusahaan perlu memahami bahwa setiap pengungkapan ketidakbenaran dapat menyebabkan perubahan jumlah pajak terutang atau pajak yang masih harus dibayar, perubahan laba atau rugi fiskal, serta perubahan jumlah harta dan modal.

Dengan memahami ketiga hal ini, perusahaan diharapkan dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran atas pengisian SPT dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perpajakan serta menghindari sanksi atau masalah lain yang dapat timbul akibat ketidakpatuhan dalam pengisian SPT.

The post 3 Hal Wajib Dipahami Perusahaan saat Pengungkapan Ketidakbenaran SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
4717
DJP: Peraturan dan Aplikasi Baru e-Bupot PPh 21/26 Resmi Berlaku https://isbconsultant.com/e-bupot-pph-21-26-resmi-berlaku/ Tue, 20 Feb 2024 09:53:00 +0000 https://isbconsultant.com/?p=4687 Di tengah dinamika sistem perpajakan yang terus berkembang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menghadirkan inovasi baru yang mengubah cara kita memandang dan melaksanakan kewajiban perpajakan, khususnya terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. Pada awal tahun 2024, DJP menerbitkan peraturan baru yang mengatur tata cara pembuatan bukti pemotongan dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak (SPT) PPh […]

The post DJP: Peraturan dan Aplikasi Baru e-Bupot PPh 21/26 Resmi Berlaku appeared first on ISB Consultant.

]]>
Di tengah dinamika sistem perpajakan yang terus berkembang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menghadirkan inovasi baru yang mengubah cara kita memandang dan melaksanakan kewajiban perpajakan, khususnya terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.

Pada awal tahun 2024, DJP menerbitkan peraturan baru yang mengatur tata cara pembuatan bukti pemotongan dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak (SPT) PPh 21/26. Selain itu, DJP juga memperkenalkan aplikasi revolusioner bernama e-Bupot 21/26 untuk mempermudah proses administrasi perpajakan.

Perubahan Signifikan dalam Pemotongan PPh 21/26

Peraturan Dirjen Pajak PER-2/PJ/2024 menjadi tonggak penting dalam perubahan tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. Peraturan ini secara rinci membahas bentuk dan prosedur pembuatan bukti pemotongan, termasuk penambahan formulir dan kewajiban penggunaan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik.

Salah satu perubahan signifikan yang diatur dalam PER-2/PJ/2024 adalah penambahan formulir 1721-VIII untuk bukti potong PPh 21 bulanan, yang mencakup berbagai informasi penting seperti kode objek pajak, jumlah penghasilan bruto, dasar pengenaan pajak, dan lainnya.

Selain itu, peraturan ini juga menambahkan komponen zakat sebagai pengurang dalam bukti potong PPh 21 tahunan, menegaskan kewajiban penggunaan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik, serta mewajibkan pemotong pajak tertentu untuk menerbitkan bukti potong dan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan dokumen elektronik.

Jenis Bukti Potong PPh Pasal 21/26

Berikut adalah jenis-jenis bukti potong PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh 21/26 yang diatur dalam peraturan baru:

  • Bukti Potong PPh 21 Tidak Final atau PPh 26 (Formulir 1721-VI)
    Diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.

  • Bukti Potong PPh 21 Final (Formulir 1721-VII)
    Diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.

  • Bukti Potong PPh 21 Bulanan (Formulir 1721-VIII)
    Diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.

  • Bukti Potong PPh 21 Tahunan bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan (Formulir 1721-A1)
    Diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.

SPT Masa PPh 21/26

Sementara itu, SPT Masa PPh 21/26 terdiri dari:

  • Induk SPT Masa PPh 21/26 (Formulir 1721).
  • Daftar Bukti Potong PPh 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan (Formulir 1721-I).
  • Daftar Bukti Potong PPh 21 Tidak Bersifat Final (Formulir 1721-II).
  • Daftar Bukti Potong PPh 21 Bersifat Final (Formulir 1721-III).
  • Daftar Surat Setoran Pajak dan Bukti Pemindahbukuan (Formulir 1721-IV).
  • Daftar Biaya (Formulir 1721-V).

Baca juga: Contoh Cara Hitung Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)

Aplikasi e-Bupot 21/26 Terbaru

Seiring dengan diberlakukannya peraturan baru tersebut, DJP memperkenalkan aplikasi e-Bupot 21/26. Aplikasi ini bertujuan untuk memfasilitasi pembuatan bukti potong PPh 21/26 dan pelaporan SPT Masa PPh 21/26 secara elektronik. Penggunaan aplikasi ini wajib mulai dari masa pajak Januari 2024.

Aplikasi e-Bupot 21/26 dapat diakses melalui laman DJP Online atau situs resmi DJP. Wajib pajak yang merupakan pemotong pajak dapat menggunakan aplikasi ini untuk membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 secara elektronik. Penting untuk dicatat bahwa penggunaan aplikasi ini menggantikan penggunaan formulir kertas dalam proses administrasi perpajakan.

Ketentuan Khusus bagi Pemotong Pajak Tertentu

PER-2/PJ/2024 juga mengatur ketentuan khusus bagi pemotong pajak tertentu yang harus menerbitkan bukti potong PPh 21/26 dan menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik. Ketentuan ini berlaku bagi pemotong pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Membuat bukti potong PPh 21 tidak bersifat final atau PPh 26 dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
  • Membuat bukti potong PPh 21 final dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
  • Membuat bukti potong PPh 21 bulanan atau bukti potong PPh 21 final dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
  • Membuat bukti potong PPh 21 bulanan dan/atau bukti potong PPh 21 tahunan bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang pensiun berkala dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
  • Melakukan penyetoran pajak dengan surat setoran pajak (SSP) atau bukti pemindahbukuan (Pbk) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.

Pemotong pajak yang tidak memenuhi ketentuan di atas tetap dapat menggunakan formulir kertas atau dokumen elektronik dalam proses administrasi perpajakan. Namun, tidak mematuhi kewajiban penggunaan dokumen elektronik dapat mengakibatkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Kesimpulan

Pengenalan peraturan baru dan aplikasi e-Bupot 21/26 menandai langkah maju dalam transformasi sistem perpajakan di Indonesia. Dengan memperkenalkan teknologi dan standar baru dalam administrasi perpajakan, DJP berupaya meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.

Wajib pajak dan pemotong pajak diharapkan dapat memanfaatkan inovasi ini untuk mempermudah dan mempercepat proses perpajakan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

The post DJP: Peraturan dan Aplikasi Baru e-Bupot PPh 21/26 Resmi Berlaku appeared first on ISB Consultant.

]]>
4687
Perbedaan SPT Masa dan SPT Tahunan https://isbconsultant.com/perbedaan-spt-masa-dan-spt-tahunan/ Sat, 11 Jun 2022 02:53:47 +0000 https://isbconsultant.com/?p=3005 SPT atau Surat Pemberitahuan Tahunan merupakan kewajiban setiap wajib pajak yang harus dibayarkan baik itu orang pribadi atau badan. Undang-undang mengatur setiap orang yang berkewajiban untuk membayar pajak, jika tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif atau berupa denda, dimana jumlah denda ditentukan dari jenis SPT tersebut. Namun masih banyak yang belum mengetahui apa itu […]

The post Perbedaan SPT Masa dan SPT Tahunan appeared first on ISB Consultant.

]]>
SPT atau Surat Pemberitahuan Tahunan merupakan kewajiban setiap wajib pajak yang harus dibayarkan baik itu orang pribadi atau badan.

Undang-undang mengatur setiap orang yang berkewajiban untuk membayar pajak, jika tidak dilaksanakan maka akan dikenakan sanksi administratif atau berupa denda, dimana jumlah denda ditentukan dari jenis SPT tersebut.

Namun masih banyak yang belum mengetahui apa itu pengertian, fungsi dan perbedaan SPT masa dan SPT tahunan.

Pengertian dan Fungsi SPT

SPT yang merupakan surat pemberitahuan wajib pajak ini berfungsi atau digunakan untuk melaporkan setiap perhitungan pajak, harta, penghasilan, objek pajak dan kewajiban pajak lainnya untuk setiap wajib pajak perorangan atau badan. Hal tersebut diatur oleh peraturan UU perpajakan.

Dari namanya, mungkin banyak orang yang menganggap bahwa SPT berbentuk surat, akan tetapi SPT ini berbentuk formulir dengan format baku dan terdiri dari dua jenis SPT dimana dua jenis ini dibedakan berdasarkan dari jangka waktu dalam pelaporannya, yakni SPT masa dan SPT tahunan. Lalu apa saja perbedaan SPT masa dan SPT tahunan?

Perbedaan SPT Masa dan SPT Tahunan

Berdasarkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, SPT masa merupakan surat pajak yang digunakan untuk melaporkan setiap wajib pajak dalam waktu tertentu, dalam hal ini jangka waktu biasanya dihitung perbulan sedangkan untuk SPT tahunan biasanya ditentukan waktunya pada akhir tahun untuk pelaporan pajak tahunannya. Setidaknya ada 5 Perbedaan SPT masa dan SPT tahunan yang perlu diketahui oleh setiap wajib pajak perorangan atau badan;

Batas Pelaporan

Perbedaan SPT masa dan SPT tahunan terlihat sangat jelas dari batas pelaporan pajaknya. Jika SPT masa dilaporkan setiap bulannya atau sebulan sekali, maka SPT tahunan sekali dalam setahun atau biasanya di waktu akhir tahun.

Namun pelaporan untuk SPT tahunan ini dilakukan maksimal di tanggal 31 Maret oleh wajib pajak pribadi, dan maksimal di tanggal 31 April untuk wajib pajak badan dalam pelaporan periode pajak tahun sebelumnya.

Lebih simpelnya, untuk penjelasan di atas pelaporan SPT di tahun 2020 dimulai dari bulan Januari tahun 2021 hingga 31 Maret 2021 bagi wajib pajak pribadi. Sedangkan untuk wajib pajak badan tanggal maksimalnya selisih 1 bulanan yakni dimulai dari bulan Januari hingga tanggal 30 April 2021.

Denda Keterlambatan

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, setiap wajib pajak orang atau badan apabila terlambat atau bahkan tidak membayar pajak akan dikenakan denda, dimana denda ini nanti akan dihitung sesuai dengan jenisnya.

Untuk perbedaan SPT masa dan SPT tahunan ini bisa dilihat dari jumlah dendanya. Untuk denda wajib pajak orang dikenakan sebesar Rp. 100.000, dan Rp. 1.000.000 untuk wajib pajak badan.

Nah untuk wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT masa PPN dikenakan denda sebesar Rp. 500.000. Sementara itu untuk SPT masa jenis lainnya sebesar Rp. 100.000 seperti jenis SPT masa PPh. Denda terlambat bayar yang dikenakan sebesar 2 persen per bulan dari pajak tersebut yang belum dibayarkan.

pengertian spt masa spt tahunan
phanmemerp.net.vn

Jenis Pajak

Perbedaan SPT masa dan SPT tahunan lainnya adalah dilihat dari jenisnya. Untuk jenis SPT tahunan terdiri hanya dari SPT wajib pajak badan dan pribadi. Sementara untuk jenis pajak yang dilaporkan setiap bulan yang melalui SPT masa itu terdiri dari beberapa jenis yakni; Pajak penghasilan atau PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 25, PPh pasal 23, PPh pasal 26, lalu ada PPh pasal 4 dan juga 2, serta PPh pasal 15, lalu ada pajak pertambahan nilai atau PPN, juga pajak atas penjualan barang mewah atau PPnBM dan pemungut PPN.

Formulir yang digunakan

Perbedaan SPT masa dan SPT tahunan yang selanjutnya ada pada formulir yang digunakan. Formulir untuk masing-masing SPT berbeda, SPT tahunan orang dibagi ke beberapa formulir seperti formulir tahunan 1770 S, SPT 1770 SS dan 1770. Antara ketiga jenis formulir tersebut dibedakan dari status kepegawaian seseorang, besaran penghasilan pajak tahunannya serta dari sumber penghasilan lain.

Tujuan Pelaporan

SPT bulanan bertujuan untuk melaporkan pajak yang dipungut atau dipotong pihak lain. Sedangkan SPT tahunan untuk melaporkan pendapatan yang diterima oleh sendiri, aset dan hutang di akhir periode.

Itulah perbedaan SPT masa dan SPT tahunan, pastikan Anda selalu mempercayakan jasa konsultan pajak Jogja berpengalaman, khususnya jika bisnis Anda berlokasi di Jogja dan sekitarnya. Dengan demikian, Anda akan dicegah dari resiko penalty yang membahayakan perusahaan.

The post Perbedaan SPT Masa dan SPT Tahunan appeared first on ISB Consultant.

]]>
3005