PPN Archives • ISB Consultant Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 24 Aug 2025 02:07:24 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 PPN Archives • ISB Consultant 32 32 196301377 Pemerintah Hapus PPN Aset Kripto Lewat PMK 53/2025 https://isbconsultant.com/pemerintah-hapus-ppn-aset-kripto-lewat-pmk-53-2025/ Fri, 08 Aug 2025 07:53:35 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5998 Perkembangan regulasi perpajakan di Indonesia kembali mengalami penyesuaian strategis. Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah resmi menghapus kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53 Tahun 2025 yang menjadi revisi atas PMK Nomor 11 Tahun 2025. Perubahan ini tidak hanya mencerminkan respons pemerintah terhadap dinamika […]

The post Pemerintah Hapus PPN Aset Kripto Lewat PMK 53/2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perkembangan regulasi perpajakan di Indonesia kembali mengalami penyesuaian strategis. Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah resmi menghapus kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 53 Tahun 2025 yang menjadi revisi atas PMK Nomor 11 Tahun 2025.

Perubahan ini tidak hanya mencerminkan respons pemerintah terhadap dinamika ekonomi digital, tetapi juga menjadi sinyal kuat bahwa aset kripto kini diakui sebagai bagian penting dari ekosistem keuangan nasional.

Kebijakan ini tentu membawa angin segar bagi pelaku pasar aset digital, investor individu, hingga perusahaan yang berfokus pada teknologi blockchain.

Namun, penting bagi para wajib pajak untuk memahami konteks dan rincian dari kebijakan ini, mengingat terdapat aspek-aspek lain dalam PMK 53/2025 yang tetap mempertahankan ketentuan PPN, terutama pada sektor jasa keuangan dan konstruksi.

Apa itu PMK 53/2025?

PMK 53 Tahun 2025 adalah regulasi terbaru yang diterbitkan Kementerian Keuangan sebagai bentuk revisi dari PMK 11 Tahun 2025. Dokumen ini mengatur ulang dasar pengenaan pajak, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas beberapa aktivitas ekonomi.

Salah satu poin krusial yang diatur adalah penghapusan PPN atas transaksi aset kripto, menjadikan aset digital tersebut tidak lagi dikenakan PPN terhitung mulai 1 Agustus 2025.

Revisi ini merupakan upaya pemerintah untuk menyelaraskan kebijakan fiskal dengan perkembangan industri digital yang pesat. Selama ini, transaksi aset kripto masih dikenai PPN berdasarkan nilai lain yang ditentukan secara efektif, tergantung pada jenis transaksi dan status penyedia jasa.

Dengan dihapusnya pasal-pasal terkait dalam PMK 11/2025, pemerintah memberikan kepastian hukum sekaligus mendorong iklim investasi yang lebih kompetitif.

Penghapusan PPN atas Transaksi Kripto

Sebelumnya, transaksi kripto diatur dalam Pasal 343 dan 354 PMK 11/2025. Pasal 343 menetapkan pemungutan PPN atas transaksi kripto oleh pedagang fisik aset kripto (PFAK) maupun non-PFAK, dengan tarif efektif masing-masing 1% dan 2% dari nilai transaksi.

Nilai tersebut dihitung dari mekanisme fiat, swap, hingga transfer aset digital. Sementara itu, Pasal 354 menetapkan PPN atas penghasilan yang diterima oleh penambang kripto, seperti block reward, dengan tarif efektif 10% x 11/12 dari tarif PPN.

Dengan berlakunya PMK 53/2025, kedua pasal tersebut resmi dihapus. Artinya, baik transaksi pembelian, penjualan, maupun penambangan aset kripto tidak lagi dikenakan PPN.

Langkah ini menjadikan perlakuan pajak terhadap aset kripto semakin mendekati perlakuan terhadap instrumen pasar modal seperti saham dan obligasi.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa penghapusan PPN tidak berarti transaksi kripto bebas dari kewajiban pajak sama sekali. PPh Pasal 22 Final masih tetap berlaku sesuai dengan PMK 50/2025.

Oleh karena itu, pelaku usaha dan investor tetap harus melakukan pelaporan dan pembayaran pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

PPN Masih Berlaku untuk Agen dan Pialang Asuransi

Meskipun ada penghapusan PPN untuk aset kripto, PMK 53/2025 tidak mengubah ketentuan nilai lain PPN bagi agen asuransi serta perusahaan pialang asuransi dan reasuransi.

Dalam Pasal 313 PMK 53/2025, perhitungan besaran tertentu tetap sama seperti dalam regulasi sebelumnya, yakni PMK 11/2025.

Perincian Tarif PPN:

  • Untuk agen asuransi:
    • Besaran tertentu ditetapkan sebesar 10% x 11/12 dari tarif PPN, dikalikan dengan komisi atau imbalan yang diterima.
  • Untuk pialang asuransi dan reasuransi:
    • Besaran tertentu adalah 20% x 11/12 dari tarif PPN, dikalikan dengan komisi atau imbalan yang diterima.

Tarif PPN yang digunakan merujuk pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN yang berlaku saat ini, yaitu 12%. Dengan demikian, agen dan pialang masih harus memungut dan menyetor PPN atas jasa mereka sesuai mekanisme perhitungan tersebut.

Sebagai contoh, jika seorang agen asuransi menerima komisi sebesar Rp100 juta dalam satu masa pajak, maka PPN yang harus dihitung adalah:

10% x 11/12 x 12% x Rp100.000.000 = Rp1.100.000

Perhitungan ini penting diketahui oleh para profesional di industri asuransi agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan dan pemenuhan kewajiban pajak.

Ketentuan PPN untuk Kegiatan Membangun Sendiri

Selain sektor asuransi, ketentuan PPN untuk kegiatan membangun sendiri juga tetap diberlakukan tanpa perubahan dalam PMK 53/2025. Hal ini diatur dalam Pasal 324, yang menetapkan bahwa pembangunan gedung atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi maupun badan tetap dikenakan PPN.

Besaran PPN ditetapkan sebesar 20% x 11/12 dari tarif PPN, dikalikan dengan jumlah biaya membangun, tidak termasuk harga tanah. Kegiatan ini mencakup pembangunan gedung oleh pihak non-kontraktor yang digunakan sendiri, bukan untuk diperjualbelikan.

Contoh Penghitungan:

Jika seseorang membangun rumah pribadi dengan biaya konstruksi sebesar Rp800 juta (di luar harga tanah), maka PPN yang dikenakan adalah:

20% x 11/12 x 12% x Rp800.000.000 = Rp17.600.000

Pemilik bangunan tetap wajib melaporkan dan menyetorkan PPN atas kegiatan ini, meskipun tidak melalui penyedia jasa konstruksi.

Menghadapi perubahan kebijakan seperti PMK 53/2025, wajib pajak disarankan untuk tidak mengambil risiko dengan hanya mengandalkan interpretasi pribadi.

Banyak kasus di lapangan yang menunjukkan bahwa kesalahan pemahaman regulasi justru dapat menimbulkan denda dan sanksi administratif yang memberatkan.

Di sinilah pentingnya menggunakan layanan jasa pajak yang terpercaya. Bagi Anda yang berdomisili di Jogja dan sekitarnya, ISB Consultant dapat menjadi mitra strategis dalam mengelola kepatuhan pajak Anda secara profesional.

Dengan dukungan konsultan yang berpengalaman dan memahami dinamika regulasi terbaru, Anda akan memperoleh solusi pajak yang efisien, tepat, dan sesuai peraturan yang berlaku.

Kesimpulan

PMK 53/2025 menjadi bukti bahwa pemerintah terus melakukan pembaruan kebijakan fiskal untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan ekonomi digital.

Penghapusan PPN atas transaksi aset kripto menunjukkan komitmen dalam mendukung inovasi finansial, sekaligus mendekatkan regulasi domestik dengan standar internasional.

Namun demikian, wajib pajak tetap harus cermat dalam memahami batasan dan pengecualian dari kebijakan ini.

Sebab, masih banyak sektor lain yang tetap dikenakan PPN berdasarkan ketentuan nilai lain. Maka dari itu, kolaborasi dengan konsultan pajak yang berpengalaman menjadi langkah bijak agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan dan kepatuhan.

Baca juga: 15 Jasa Tidak Kena Pajak PPN, Kok Bisa?

The post Pemerintah Hapus PPN Aset Kripto Lewat PMK 53/2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
5998
Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN https://isbconsultant.com/penerapan-konsep-delta-dalam-pembetulan-spt-ppn/ Wed, 06 Aug 2025 07:15:18 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5992 Di era digitalisasi perpajakan seperti saat ini, pemahaman yang tepat mengenai konsep dan prosedur administrasi perpajakan sangatlah penting, terutama bagi para pelaku usaha dan profesional yang ingin menjaga kepatuhan pajak perusahaan. Salah satu hal krusial yang sering kali luput diperhatikan adalah bagaimana melakukan pembetulan SPT Masa PPN, khususnya untuk masa pajak sebelum diberlakukannya sistem Coretax […]

The post Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
Di era digitalisasi perpajakan seperti saat ini, pemahaman yang tepat mengenai konsep dan prosedur administrasi perpajakan sangatlah penting, terutama bagi para pelaku usaha dan profesional yang ingin menjaga kepatuhan pajak perusahaan.

Salah satu hal krusial yang sering kali luput diperhatikan adalah bagaimana melakukan pembetulan SPT Masa PPN, khususnya untuk masa pajak sebelum diberlakukannya sistem Coretax DJP. Bagi Wajib Pajak yang belum memahami konsep delta dalam konteks pembetulan ini, ada risiko terhambatnya proses kompensasi lebih bayar yang bisa berdampak langsung pada arus kas perusahaan.

Oleh karena itu, artikel ini hadir untuk membantu Anda memahami secara menyeluruh tentang pentingnya konsep delta, bagaimana penerapannya dalam pembetulan SPT Masa PPN sebelum Coretax, serta bagaimana memastikan proses kompensasi berjalan optimal. Dengan pemahaman yang tepat, Wajib Pajak dapat terhindar dari kekeliruan administratif yang berakibat pada tidak munculnya nilai kompensasi di sistem DJP.

Apa itu Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN?

Konsep delta adalah metode pencatatan dalam pembetulan SPT Masa PPN yang mencerminkan hanya selisih atau perubahan dari nilai yang telah dilaporkan sebelumnya.

Dalam konteks perpajakan, khususnya untuk masa pajak sebelum Desember 2024, konsep ini menjadi krusial karena sistem Coretax DJP hanya mengenali dan memproses pembetulan berdasarkan delta, bukan penggantian keseluruhan nilai (replace).

Dalam pengisian SPT pembetulan, bagian yang sering menjadi fokus adalah bagian II.E dan II.F. Untuk sistem Coretax dapat membaca dan mencatat kompensasi lebih bayar tambahan, maka:

  • Nilai pada Bagian II.E harus tetap mencerminkan nilai dari SPT sebelumnya.
  • Nilai pada Bagian II.F harus menunjukkan selisih tambahan (delta) hasil koreksi.

Jika Wajib Pajak mengosongkan atau mengganti nilai pada Bagian II.E menjadi nol, sistem akan menganggap bahwa tidak ada nilai lebih bayar yang relevan, sehingga tambahan kompensasi tidak akan dimigrasikan ke dasbor Coretax.

Mengapa Konsep Delta Menjadi Sangat Penting dalam Era Coretax?

Penerapan sistem Coretax membawa banyak perubahan dalam proses administrasi dan pelaporan pajak. Salah satu fitur utama dari sistem ini adalah otomatisasi pencatatan kompensasi lebih bayar. Namun, fitur ini hanya akan bekerja jika data yang diinput sesuai dengan format dan skema yang ditentukan, termasuk penggunaan konsep delta saat melakukan pembetulan.

Jika Wajib Pajak masih menggunakan pendekatan lama dengan mengganti nilai penuh (replace), sistem tidak akan mengenali adanya perubahan atau tambahan kompensasi, yang berarti Wajib Pajak bisa kehilangan hak untuk menggunakan kelebihan bayar tersebut dalam pelaporan masa berikutnya.

Kesalahan Umum dan Dampaknya

Berikut adalah kesalahan umum yang sering dilakukan oleh Wajib Pajak saat melakukan pembetulan SPT Masa PPN sebelum Coretax:

1. Mengganti Nilai di Bagian II.E Menjadi Nol

Kesalahan ini terjadi karena anggapan bahwa nilai di bagian tersebut harus dikosongkan ketika membuat pembetulan. Akibatnya:

  • Sistem membaca bahwa tidak ada nilai lebih bayar sebelumnya.
  • Kompensasi tambahan tidak dicatat dan tidak muncul di dasbor Coretax.

2. Tidak Mengisi Selisih pada Bagian II.F

Bagian ini seharusnya diisi dengan nilai delta atau selisih dari pembetulan. Jika bagian ini dibiarkan kosong, maka pembetulan dianggap tidak menghasilkan perubahan.

3. Tidak Mengetahui Prosedur Pemulihan

Banyak Wajib Pajak yang belum mengetahui bahwa kesalahan dalam pengisian format pembetulan dapat diperbaiki dengan pengajuan tiket ke DJP melalui kanal Melati atau Live Chat DJP.

Contoh Ilustrasi Penerapan Konsep Delta

Misalnya, dalam SPT awal Masa PPN Oktober 2024, Anda melaporkan PPN lebih bayar sebesar Rp20.000.000. Setelah melakukan audit internal, ditemukan bahwa terdapat tambahan faktur pajak yang belum dikreditkan senilai Rp5.000.000. Maka dalam SPT Pembetulan:

  • Bagian II.E tetap diisi Rp20.000.000 (angka dari SPT sebelumnya).
  • Bagian II.F diisi Rp5.000.000 (selisih tambahan dari hasil koreksi).

Dengan format pengisian seperti ini, sistem Coretax akan membaca bahwa terdapat tambahan kompensasi sebesar Rp5.000.000 dan otomatis menambahkannya ke dasbor pajak Anda.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Kompensasi Tidak Muncul?

Jika Anda sudah menerapkan konsep delta dengan benar namun nilai kompensasi belum juga muncul di Coretax, maka ada dua kemungkinan penyebab:

  1. Proses Migrasi Masih Berjalan DJP memerlukan waktu untuk memproses migrasi data dari pembetulan lama ke sistem Coretax. Jika format pengisian sudah sesuai, maka Anda hanya perlu menunggu beberapa hari.
  2. Perlu Pengajuan Tiket Jika dalam waktu lebih dari 5 hari kerja kompensasi belum juga muncul, maka Anda dapat mengajukan tiket melalui:
    • Aplikasi Melati di DJP Online.
    • Kanal Live Chat DJP.
    • Langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

Konsistensi dalam kepatuhan pajak membutuhkan pemahaman yang tidak hanya administratif, tetapi juga teknis dan strategis. Oleh karena itu, banyak pelaku usaha dan Wajib Pajak pribadi kini mulai beralih menggunakan jasa konsultan pajak untuk memastikan setiap pelaporan sesuai dengan ketentuan terkini.

Jika Anda berdomisili di Semarang, maka ISB Consultant bisa menjadi mitra strategis yang tepat. Dengan tim profesional berpengalaman, ISB Consultant dapat membantu Anda dalam menyusun pembetulan SPT sesuai konsep delta, menghindari risiko administrasi, dan memastikan kompensasi lebih bayar tercatat optimal di Coretax.

Tips Praktis Sebelum Melakukan Pembetulan

  • Selalu simpan dan arsipkan SPT asli sebelum pembetulan.
  • Periksa kembali perhitungan faktur pajak masukan dan keluaran.
  • Gunakan format e-SPT terbaru yang sesuai ketentuan.
  • Pahami dan ikuti alur pengisian Bagian II.E dan II.F sesuai konsep delta.
  • Konsultasikan dengan profesional jika terdapat keraguan.

Memahami konsep delta dalam pembetulan SPT Masa PPN sebelum diberlakukannya sistem Coretax merupakan langkah penting yang tidak bisa diabaikan oleh Wajib Pajak. Kesalahan pengisian atau pengabaian prosedur dapat mengakibatkan kerugian dalam bentuk tidak tercatatnya kompensasi lebih bayar.

Dengan mengikuti format yang benar dan memanfaatkan layanan konsultasi pajak profesional, Anda bisa menghindari kesalahan teknis sekaligus menjaga kepatuhan terhadap regulasi DJP. Jangan ragu untuk meminta bantuan ahli agar proses perpajakan Anda tetap tertib, efisien, dan menguntungkan.

The post Penerapan Konsep Delta dalam Pembetulan SPT PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
5992
PMK 44/2025: Bekal Khusus Operasi TNI Kini Bebas PPN https://isbconsultant.com/pmk-44-2025/ Mon, 28 Jul 2025 05:25:24 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5968 Demi mendukung keberlanjutan operasi militer dan mempercepat penanganan dalam situasi darurat, pemerintah mengambil langkah strategis melalui regulasi baru. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 Tahun 2025 menjadi payung hukum atas insentif pajak yang sangat dinanti oleh banyak kalangan, khususnya mereka yang berkecimpung dalam pengadaan alat dan logistik untuk kebutuhan militer. Kebijakan ini tidak hanya penting […]

The post PMK 44/2025: Bekal Khusus Operasi TNI Kini Bebas PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
Demi mendukung keberlanjutan operasi militer dan mempercepat penanganan dalam situasi darurat, pemerintah mengambil langkah strategis melalui regulasi baru. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 Tahun 2025 menjadi payung hukum atas insentif pajak yang sangat dinanti oleh banyak kalangan, khususnya mereka yang berkecimpung dalam pengadaan alat dan logistik untuk kebutuhan militer. Kebijakan ini tidak hanya penting bagi instansi pemerintah, tetapi juga relevan bagi pelaku usaha yang ingin memberikan kontribusi langsung terhadap pertahanan nasional melalui pengadaan barang strategis.

PMK 44/2025 memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan bekal khusus untuk operasi tertentu yang ditujukan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Ketentuan ini berlaku sejak 24 Juli 2025 hingga 31 Desember 2025, menciptakan ruang efisiensi fiskal dan percepatan logistik pertahanan.

Tujuan Pemberlakuan PMK 44/2025

Regulasi ini hadir untuk mengoptimalkan kesiapan tempur dan kecepatan respons militer dalam menghadapi berbagai ancaman dan bencana. Dengan menanggung PPN atas bekal operasi tertentu, negara secara langsung meringankan beban biaya yang biasanya melekat pada proses pengadaan, terutama dalam kondisi darurat atau operasi taktis yang membutuhkan kecepatan tinggi. Selain itu, insentif ini juga bertujuan mendorong para pengusaha untuk mendukung program strategis nasional melalui partisipasi aktif dalam rantai pasok pertahanan.

Ruang Lingkup Barang Bekal Khusus yang Ditanggung PPN-nya

PMK 44/2025 menetapkan tiga kategori besar barang yang tergolong sebagai bekal khusus dalam operasi militer, yaitu bekal kesehatan, perlengkapan rumah sakit lapangan, dan ransum khusus untuk operasi militer. Berikut penjabaran secara lebih terperinci:

1. Bekal Kesehatan

Kategori ini mencakup alat medis dan peralatan pertolongan pertama yang mendukung kelangsungan hidup pasukan di medan operasi. Di antaranya:

  • Junctional tourniquet set dan injeksi hemostatik berbagai ukuran untuk mengontrol pendarahan.
  • Perban elastis tekan, chest seal ventilasi, turniket auto-lock.
  • Alat imobilisasi cedera seperti compact fractured support dan immobilize fracture kit.
  • Peralatan resusitasi dan diagnosis seperti AED semi-otomatis dan digital stethoscope.
  • Alat hisap medis, tandu evakuasi cepat, selimut isolasi termal, dan airway kit.

2. Rumah Sakit Lapangan

Fasilitas medis portabel menjadi kebutuhan penting di daerah operasi. Barang-barang yang ditanggung PPN-nya antara lain:

  • Tenda semi-hanggar EMXL dan TMS-54.
  • Thermal fly, rigid flooring, dan sistem pendingin udara lapangan.
  • Perangkat kelistrikan modular untuk rumah sakit lapangan.
  • Ultrasound portabel dan perangkat lunak resusitasi berbasis AI.

3. Ransum Khusus Operasi Militer

Untuk mendukung kebutuhan nutrisi dan energi pasukan selama operasi, disediakan ransum khusus seperti:

  • Paket MRE (Meals Ready to Eat) tipe T2, Natura Siaga, Naraga Plus.
  • Suplemen operasi seperti Prophilaksis dan Eprokal Plus.
  • Lauk siap saji dalam kemasan dan pemanas taktis seperti Tactical Heater Pouch.

Ketentuan Administratif yang Harus Dipenuhi oleh PKP

Agar insentif ini dapat diterapkan secara sah dan optimal, maka Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mematuhi sejumlah ketentuan administratif yang termuat dalam Pasal 5 PMK 44/2025. Di antaranya:

  1. Membuat Faktur Pajak dengan keterangan khusus: “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH BERDASARKAN PMK NOMOR 44 TAHUN 2025.”
  2. Menyampaikan laporan realisasi PPN DTP pada SPT Masa PPN secara tepat waktu.
  3. Jika sistem e-Faktur belum mendukung kolom khusus, maka keterangan ditambahkan di kolom referensi.

Ketidaksesuaian atau kelalaian dalam penerapan ketentuan di atas akan menyebabkan PPN menjadi tanggungan PKP dan tidak bisa diklaim sebagai bagian dari insentif.

Pengecualian Penjaminan PPN oleh Pemerintah

Penting dicatat bahwa tidak semua transaksi akan otomatis memperoleh fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah. Pemerintah menetapkan kriteria penolakan yang tegas agar tidak terjadi penyalahgunaan insentif. Beberapa penyebab penolakan antara lain:

  • Barang yang diserahkan tidak termasuk dalam daftar bekal khusus sebagaimana lampiran PMK.
  • Penyerahan dilakukan di luar rentang waktu 24 Juli – 31 Desember 2025.
  • Faktur Pajak dan laporan realisasi tidak dibuat atau dilaporkan dengan benar.
  • Keterangan khusus tidak dicantumkan dalam faktur.
  • PPN sudah dipungut dan disetorkan ke kas negara secara reguler.

Simulasi Penghitungan PPN DTP dalam Praktiknya

Agar lebih memahami manfaat dari skema ini, berikut contoh ilustrasi sederhana:

Misalnya, PT Aman Sejahtera merupakan PKP yang menyerahkan 100 unit T2 MRE ke Kemenhan senilai Rp300.000 per unit. Total nilai barang adalah Rp30.000.000. PPN yang dikenakan sebesar 11% atau Rp3.300.000.

Karena barang tersebut termasuk bekal khusus dalam PMK 44/2025 dan penyerahan dilakukan dalam periode berlaku, maka PPN sebesar Rp3.300.000 tersebut akan ditanggung pemerintah, dengan syarat seluruh dokumentasi dipenuhi sesuai aturan.

Hal ini secara langsung meringankan beban pembeli, mempercepat proses pengadaan, serta meningkatkan efisiensi fiskal.

Pentingnya Konsultasi Pajak Profesional bagi Pelaku Usaha

Dalam praktiknya, memahami dan menerapkan PMK seperti ini memerlukan ketelitian tinggi, karena aspek perpajakan sangat erat dengan kepatuhan dokumen dan prosedur teknis. Oleh karena itu, pelaku usaha sangat disarankan untuk menggunakan layanan konsultasi pajak profesional agar dapat memastikan kepatuhan, mencegah kesalahan administratif, dan mengoptimalkan manfaat insentif.

Di sinilah ISBC atau ISB Consultant berperan. Dengan pengalaman panjang dalam menangani regulasi fiskal, ISB Consultant hadir memberikan layanan konsultasi pajak yang komprehensif dan terpercaya. Dalam konteks PMK 44/2025, ISBC membantu pelaku usaha memahami jenis barang yang ditanggung PPN-nya, menyiapkan dokumentasi faktur dengan keterangan sesuai, hingga memastikan pelaporan PPN DTP dalam SPT dilakukan tanpa cela.

Kesimpulan

PMK 44/2025 memberikan peluang besar bagi efisiensi anggaran negara dan percepatan operasi militer yang tanggap terhadap kebutuhan di lapangan. Peluang ini juga bisa dimanfaatkan oleh pengusaha yang tergolong sebagai PKP untuk berpartisipasi dalam pengadaan strategis tanpa terbebani risiko perpajakan, selama semua ketentuan dipatuhi.

Namun, kompleksitas aturan ini menuntut adanya pendampingan profesional, sehingga risiko kesalahan administratif dapat dihindari. Oleh karena itu, bekerja sama dengan konsultan pajak berpengalaman seperti ISB Consultant adalah langkah strategis untuk memaksimalkan manfaat dari kebijakan ini.

Baca juga: Perbedaan PPN Zero Rate & PPN Dibebaskan

The post PMK 44/2025: Bekal Khusus Operasi TNI Kini Bebas PPN appeared first on ISB Consultant.

]]>
5968
Cara Lapor & Setor PPN PMSE Sesuai PER-12/PJ/2025 https://isbconsultant.com/cara-lapor-setor-ppn-pmse-sesuai-per-12-pj-2025/ Fri, 25 Jul 2025 08:06:25 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5936 Transformasi digital yang pesat telah mendorong Ditjen Pajak untuk terus menyempurnakan aturan perpajakan di sektor ekonomi digital. Salah satu langkah terkini adalah terbitnya PER-12/PJ/2025 yang mulai berlaku sejak 22 Mei 2025. Regulasi ini hadir sebagai penyesuaian terhadap perkembangan teknologi sistem Coretax dan sebagai tindak lanjut dari PMK Nomor 81 Tahun 2024. Peraturan baru ini tidak […]

The post Cara Lapor & Setor PPN PMSE Sesuai PER-12/PJ/2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
Transformasi digital yang pesat telah mendorong Ditjen Pajak untuk terus menyempurnakan aturan perpajakan di sektor ekonomi digital. Salah satu langkah terkini adalah terbitnya PER-12/PJ/2025 yang mulai berlaku sejak 22 Mei 2025. Regulasi ini hadir sebagai penyesuaian terhadap perkembangan teknologi sistem Coretax dan sebagai tindak lanjut dari PMK Nomor 81 Tahun 2024.

Peraturan baru ini tidak hanya memperbarui aspek administratif, tetapi juga memberikan kejelasan dan konsistensi dalam pelaporan serta penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pelaku usaha yang menjalankan kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Pelaku usaha, baik dalam maupun luar negeri, kini dituntut untuk lebih teliti dan disiplin dalam pelaporan pajaknya.

Kriteria Pemungut PPN PMSE Tetap Konsisten

Meski PER-12/PJ/2025 membawa banyak pembaruan administratif, ketentuan mengenai siapa saja yang ditetapkan sebagai pemungut PPN PMSE tidak mengalami perubahan. Pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE adalah yang memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:

  • Nilai transaksi pemanfaatan barang/jasa digital di Indonesia lebih dari Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan.
  • Jumlah trafik di Indonesia lebih dari 12.000 per tahun atau 1.000 per bulan.

Apabila salah satu dari batasan tersebut terpenuhi, Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan pelaku usaha sebagai pemungut PPN PMSE. Kriteria ini tetap diberlakukan guna menjaring entitas digital besar yang beroperasi lintas negara namun menghasilkan pendapatan signifikan dari konsumen Indonesia.

Perubahan Signifikan

Salah satu hal yang paling berdampak bagi pelaku usaha PMSE adalah perubahan dalam periode pelaporan. Jika sebelumnya pelaporan PPN dilakukan secara triwulanan, kini pelaku usaha wajib menyampaikan SPT Masa PPN secara bulanan. Pelaporan ini harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Langkah ini merupakan bagian dari integrasi penuh dengan sistem Coretax dan bertujuan meningkatkan efisiensi pengawasan serta kepatuhan pajak, khususnya untuk pelaku usaha digital yang memiliki intensitas transaksi tinggi.

Penyesuaian Format SPT Sesuai Subjek Pemungut

PER-12/PJ/2025 juga memperkenalkan penyesuaian dalam format pelaporan SPT Masa PPN berdasarkan subjek pemungut, yang dibagi menjadi dua kategori utama:

  1. Pemungut dalam negeri
    • Menggunakan SPT Masa PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau SPT Masa PPN Pemungut dan Pihak Lain.
  2. Pemungut luar negeri (non-resident)
    • Menggunakan SPT Masa PPN PMSE Pihak Lain Luar Negeri, sebagaimana diatur dalam Lampiran J PER-12/PJ/2025.

Format SPT untuk pelaku luar negeri mencakup beberapa elemen penting, antara lain:

  • Nomor dan tanggal bukti pungut.
  • Jumlah transaksi (tidak termasuk PPN).
  • Jumlah PPN yang dipungut.
  • Identitas pemanfaat (NPWP atau NIK, nama, nomor telepon).
  • Alamat email pemanfaat.

Masa Transisi Pelaporan Agregat Hingga Juli 2025

Sebagai bentuk toleransi administratif, DJP memberikan masa transisi hingga 31 Juli 2025 bagi pelaku usaha yang belum dapat menyesuaikan sistem pelaporannya dengan Portal DJP. Selama masa ini, pelaporan dapat dilakukan secara agregat (digunggung).

Setelah periode transisi berakhir, pelaku usaha diwajibkan melakukan pembetulan SPT dengan menyertakan rincian data transaksi. Hal ini penting untuk menjaga validitas data perpajakan dan meminimalkan risiko pemeriksaan akibat data yang tidak lengkap.

Penyetoran PPN

Salah satu fitur fleksibel dalam PER-12/PJ/2025 adalah ketentuan mengenai penyetoran PPN dalam valuta asing. Pelaku PMSE luar negeri dapat melakukan penyetoran dalam:

  • Rupiah, dengan kurs yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan pada tanggal penyetoran.
  • Dolar Amerika Serikat (USD), yang selama ini menjadi mata uang dominan dalam transaksi digital global.

Fleksibilitas ini mengurangi beban konversi mata uang dan memudahkan pemenuhan kewajiban pajak oleh pelaku usaha lintas negara, terutama mereka yang berbasis di luar yurisdiksi Indonesia.

Pencabutan Penunjukan Pemungut PMSE

PER-12/PJ/2025 juga menegaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk mencabut penunjukan pelaku usaha sebagai pemungut PPN PMSE apabila:

  • Tidak lagi memenuhi kriteria nilai transaksi atau trafik.
  • Terdapat alasan administratif dari DJP.

Menariknya, saat ini pelaku usaha juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pemberitahuan secara proaktif apabila merasa tidak lagi memenuhi kriteria. Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme langsung maupun via Portal Wajib Pajak dan akan menjadi bahan pertimbangan resmi oleh DJP.

Simulasi Penghitungan PPN PMSE

Agar lebih mudah dipahami, berikut contoh sederhana perhitungan PPN PMSE:

Contoh Kasus:
PT GlobalTech Ltd. adalah perusahaan asing yang menyediakan layanan streaming digital. Dalam bulan Juni 2025, total transaksi dari pengguna di Indonesia adalah USD 45.000. Kurs KMK saat itu adalah Rp15.000/USD.

  • Jumlah Transaksi: USD 45.000 × Rp15.000 = Rp675.000.000
  • PPN yang Dipungut (11%): Rp675.000.000 × 11% = Rp74.250.000

PPN sebesar Rp74.250.000 inilah yang harus disetor ke kas negara oleh PT GlobalTech Ltd., baik dalam bentuk rupiah maupun dolar, sesuai pilihan yang tersedia.

Pentingnya Pendampingan oleh Konsultan Pajak Profesional

Perubahan regulasi ini membawa konsekuensi yang tidak ringan bagi pelaku usaha digital, khususnya dalam hal pemahaman teknis dan administrasi perpajakan. Oleh karena itu, pendampingan dari profesional sangat disarankan. Salah satu opsi yang tepat adalah menggunakan jasa dari ISB Consultant, sebuah konsultan pajak Yogyakarta terdekat yang telah berpengalaman dalam menangani isu perpajakan digital dan internasional. Tim ahli ISBC siap membantu Anda memahami kewajiban PPN PMSE secara menyeluruh dan menghindari kesalahan administratif yang bisa berakibat sanksi.

PER-12/PJ/2025 menjadi tonggak penting dalam penyempurnaan tata kelola perpajakan di sektor PMSE. Aturan ini bukan hanya bentuk penyesuaian terhadap sistem teknologi terbaru, tetapi juga bentuk penguatan kontrol dan pengawasan terhadap entitas digital yang beroperasi lintas batas. Kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan ini bukan hanya soal administratif, melainkan juga bagian dari kontribusi terhadap kemandirian fiskal Indonesia di era digital.

Baca juga: Cara Pendaftaran NPWP Wajib Pajak PMSE via Core Tax (CTAS)

The post Cara Lapor & Setor PPN PMSE Sesuai PER-12/PJ/2025 appeared first on ISB Consultant.

]]>
5936
Cara Koreksi SPT PPN Terbaru via Delta SPT https://isbconsultant.com/cara-koreksi-spt-ppn-terbaru-via-delta-spt/ Mon, 16 Jun 2025 08:30:16 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5706 Perkembangan sistem perpajakan digital membawa perubahan signifikan dalam pelaporan kewajiban pajak, khususnya bagi wajib pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP). Salah satu inovasi terkini dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah penerapan metode Delta SPT dalam proses koreksi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Konsep ini tidak hanya meningkatkan efisiensi administrasi pajak, tetapi juga memberikan […]

The post Cara Koreksi SPT PPN Terbaru via Delta SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perkembangan sistem perpajakan digital membawa perubahan signifikan dalam pelaporan kewajiban pajak, khususnya bagi wajib pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP). Salah satu inovasi terkini dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah penerapan metode Delta SPT dalam proses koreksi Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Konsep ini tidak hanya meningkatkan efisiensi administrasi pajak, tetapi juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memperbaiki kesalahan pelaporan.

Bagi banyak pelaku usaha yang ingin memastikan kepatuhan pajaknya tetap terjaga, memahami konsep Delta SPT adalah langkah penting. Terlebih jika perusahaan mengandalkan jasa konsultan pajak, pemahaman ini akan mendukung komunikasi dan koordinasi yang lebih baik antara wajib pajak dan penyedia jasa konsultasi. Artikel ini mengulas secara lengkap mengenai cara kerja Delta SPT, manfaatnya, serta hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam implementasinya.

Apa itu Delta SPT?

Delta SPT adalah metode koreksi SPT Masa PPN yang hanya melaporkan perubahan atau penyesuaian dari data yang sebelumnya telah dilaporkan. Sistem ini mulai diberlakukan seiring implementasi Coretax Administration System (CAS) pada 1 Januari 2025, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2024.

Berbeda dari metode konvensional di mana wajib pajak harus mengunggah ulang seluruh SPT yang dikoreksi, Delta SPT memungkinkan koreksi dilakukan hanya dengan menyampaikan data perubahan (selisih). Artinya, jika ada tambahan faktur atau koreksi data dalam pelaporan SPT Masa sebelumnya, wajib pajak cukup mengirimkan Delta SPT, tanpa harus menyusun ulang keseluruhan dokumen.

Saluran Pelaporan Delta SPT

Delta SPT hanya dapat disampaikan melalui saluran elektronik yang telah disediakan oleh DJP. Beberapa saluran tersebut meliputi:

  • e-Faktur Web Based: Cocok untuk wajib pajak dengan jumlah faktur kurang dari 10.000 per masa pajak.
  • e-Faktur Desktop 3.2 CAS: Diperuntukkan bagi wajib pajak dengan volume faktur di atas 10.000.
  • API Host-to-Host: Digunakan oleh perusahaan besar yang memiliki sistem internal terintegrasi dengan DJP.
  • Web Services (WS): Untuk entitas yang menggunakan sistem pelaporan otomatis berbasis web.

Manfaat Delta SPT Bagi Wajib Pajak

Delta SPT menawarkan sejumlah manfaat signifikan:

  1. Efisiensi Pelaporan: Hanya data yang berubah yang dilaporkan, mengurangi waktu dan beban kerja administratif.
  2. Transparansi Data: Setiap koreksi tercatat secara historis, memudahkan pelacakan dan audit.
  3. Penguatan Kontrol Internal DJP: Koreksi terstruktur membantu DJP dalam memverifikasi dan menganalisis data perpajakan.
  4. Meminimalkan Duplikasi: Menghindari risiko pelaporan ganda yang bisa terjadi dalam sistem pelaporan ulang.

Contoh Kasus Koreksi Menggunakan Delta SPT

Bayangkan sebuah perusahaan, PT ABC, melaporkan SPT Masa PPN Februari 2025 dengan total Pajak Keluaran (PK) sebesar Rp250 juta dan Pajak Masukan (PM) sebesar Rp200 juta. Di bulan Maret, ditemukan satu faktur pajak pembelian senilai Rp25 juta yang belum dilaporkan. Dalam sistem lama, PT ABC harus menyusun ulang seluruh SPT dengan nilai PM menjadi Rp225 juta.

Dengan sistem Delta SPT, PT ABC cukup melaporkan Delta SPT yang menyertakan:

  • Referensi ke SPT Masa Februari 2025.
  • Penambahan PM sebesar Rp25 juta.
  • Nomor dan tanggal faktur baru.
  • Waktu pelaporan koreksi.

Langkah ini mempercepat proses pembetulan tanpa mengubah keseluruhan pelaporan yang telah dilakukan sebelumnya.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Meskipun lebih praktis, penggunaan Delta SPT tetap tunduk pada ketentuan formal, antara lain:

  • Batas Waktu Koreksi: Koreksi hanya dapat dilakukan dalam batas waktu yang diatur oleh Pasal 8 Undang-Undang KUP.
  • Dokumentasi Wajib: Seluruh dokumen pendukung seperti nota pembetulan dan faktur tambahan harus disimpan dengan baik.
  • Status Lebih Bayar: Jika koreksi mengubah status menjadi lebih bayar, tetap dibutuhkan pemeriksaan atau proses restitusi oleh DJP.

Selain itu, tantangan teknis dalam penggunaan sistem masih mungkin terjadi, seperti perbedaan integrasi data antara sistem internal dan sistem DJP, atau kurangnya pemahaman teknis terhadap fitur Delta SPT di aplikasi e-Faktur. Oleh karena itu, penting bagi wajib pajak untuk memastikan bahwa staf administrasi dan pajak mereka memahami perubahan ini.

Peran Konsultan Pajak dalam Implementasi Delta SPT

Menghadapi perubahan sistem pelaporan pajak seperti Delta SPT tentu menuntut pemahaman mendalam, ketelitian administratif, dan penyesuaian sistem internal perusahaan. Di sinilah pentingnya peran konsultan pajak yang profesional dan berpengalaman.

Untuk perusahaan yang berdomisili di wilayah DIY dan sekitarnya, mempercayakan urusan koreksi dan pelaporan SPT kepada ISB Consultant adalah pilihan bijak. Melalui pendekatan yang komprehensif dan layanan berbasis teknologi, ISBC adalah satu dari kantor konsultan pajak Yogyakarta yang siap membantu perusahaan dalam menavigasi perubahan kebijakan pajak yang kompleks dan dinamis.

Kesimpulan

Delta SPT adalah sebuah inovasi dalam sistem perpajakan nasional yang mencerminkan adaptasi terhadap era digital. Dengan hanya menyampaikan selisih data, proses koreksi SPT menjadi lebih efisien, transparan, dan akurat. Meskipun demikian, pemahaman yang mendalam atas sistem ini tetap diperlukan agar pelaksanaannya tidak menimbulkan permasalahan administratif di kemudian hari.

Kehadiran jasa konsultan pajak menjadi semakin relevan dalam memastikan bahwa seluruh proses pelaporan berjalan sesuai regulasi. Dengan pemanfaatan sistem Delta SPT secara optimal, diharapkan kepatuhan wajib pajak meningkat dan pengelolaan perpajakan nasional menjadi lebih modern dan berkelanjutan.

Baca juga: Cara Lapor SPT Tahunan yang Terlambat

The post Cara Koreksi SPT PPN Terbaru via Delta SPT appeared first on ISB Consultant.

]]>
5706
PMK 34/2025: Perubahan Aturan Impor Barang Penumpang Internasional https://isbconsultant.com/pmk-34-2025/ Fri, 13 Jun 2025 07:06:33 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5684 Dalam era globalisasi yang semakin terbuka ini, mobilitas masyarakat antarnegara kian tinggi. Perjalanan internasional, baik untuk kepentingan bisnis, pendidikan, maupun ibadah seperti haji, telah menjadi hal yang lumrah. Namun demikian, banyak penumpang yang masih kurang memahami ketentuan pajak dan bea masuk atas barang bawaan pribadi yang dibawa dari luar negeri. Kurangnya informasi ini seringkali menyebabkan […]

The post PMK 34/2025: Perubahan Aturan Impor Barang Penumpang Internasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam era globalisasi yang semakin terbuka ini, mobilitas masyarakat antarnegara kian tinggi. Perjalanan internasional, baik untuk kepentingan bisnis, pendidikan, maupun ibadah seperti haji, telah menjadi hal yang lumrah. Namun demikian, banyak penumpang yang masih kurang memahami ketentuan pajak dan bea masuk atas barang bawaan pribadi yang dibawa dari luar negeri. Kurangnya informasi ini seringkali menyebabkan kebingungan, bahkan kerugian finansial yang tidak perlu. Oleh karena itu, memahami regulasi terbaru mengenai impor barang bawaan pribadi penumpang sangat penting, terutama bagi mereka yang ingin menghindari kesalahan administrasi yang berdampak hukum dan finansial.

Per 6 Juni 2025, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan resmi memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 34 Tahun 2025 yang menggantikan sebagian ketentuan dalam PMK 203/2017. Tujuan dari pembaruan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi serta memberikan kepastian hukum dalam proses pemeriksaan dan pemungutan bea masuk terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut. Artikel ini mengulas secara rinci perubahan-perubahan yang perlu diketahui oleh masyarakat luas, khususnya calon penumpang internasional dan para pemangku kepentingan di bidang perpajakan dan kepabeanan.

Pemberitahuan Barang Bawaan Secara Lisan untuk Penumpang Tertentu

Salah satu perubahan signifikan dalam PMK 34/2025 adalah adanya ketentuan khusus terkait metode pemberitahuan barang bawaan. Jika sebelumnya semua penumpang wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, kini terdapat pengecualian untuk kelompok penumpang tertentu yang diperbolehkan menyampaikan pemberitahuan secara lisan. Kelompok tersebut meliputi:

  • Penumpang berusia di atas 60 tahun
  • Penumpang penyandang disabilitas
  • Jemaah haji reguler
  • Tamu negara kategori VVIP
  • Penumpang atau awak sarana pengangkut di tempat tertentu yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan administrasi bagi penumpang yang secara fisik atau fungsional mungkin mengalami kendala dalam proses dokumentasi.

Ketentuan Pembebasan Bea Masuk dan Pajak bagi Penumpang Umum

PMK 34/2025 menetapkan bahwa penumpang umum yang membawa barang dari luar negeri mendapat pembebasan bea masuk dan pajak untuk barang pribadi dengan nilai pabean maksimal USD 500 (FOB) per orang per kedatangan. Jika nilai barang melebihi batas tersebut, maka kelebihannya dikenakan:

  • Bea masuk sebesar 10% dari nilai pabean setelah dikurangi USD 500
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau kombinasi PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sesuai tarif yang berlaku
  • Tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh)

Contoh Penghitungan

Misalnya seorang penumpang membawa barang pribadi senilai FOB USD 850. Maka perhitungannya adalah:

  • Nilai pabean yang dikenakan bea masuk = USD 850 – USD 500 = USD 350
  • Bea masuk = 10% x USD 350 = USD 35
  • PPN (11%) = 11% x USD 350 = USD 38,5
  • Total pungutan = USD 35 + USD 38,5 = USD 73,5

Fasilitas Khusus untuk Jemaah Haji Reguler dan Khusus

Penumpang yang berangkat haji, baik dalam program reguler maupun khusus, mendapatkan fasilitas lebih besar. Barang pribadi yang mereka bawa memperoleh pembebasan bea masuk dan pajak untuk nilai pabean hingga USD 2.500 per orang. Ketentuan ini juga menghapus kewajiban pengenaan PPh Pasal 22.

Jika nilai barang melebihi batas tersebut, maka perhitungannya serupa dengan ketentuan penumpang umum, tetapi dengan potongan dasar lebih tinggi, yakni USD 2.500. Pembebasan ini tentu sangat membantu para jemaah yang membawa perlengkapan ibadah atau oleh-oleh dalam jumlah banyak dari Tanah Suci.

Pembebasan Pajak untuk Hadiah Kompetisi Internasional

PMK 34/2025 juga memberikan insentif kepada warga negara Indonesia yang mendapatkan hadiah dari kompetisi atau penghargaan internasional. Jenis barang yang mendapatkan pembebasan meliputi:

  • Medali
  • Trofi
  • Plakat
  • Lencana
  • Barang hadiah sejenis lain yang tidak memiliki nilai komersial tinggi

Syaratnya, hadiah tersebut harus berasal dari kegiatan yang diakui secara nasional atau internasional di bidang seni, budaya, ilmu pengetahuan, olahraga, agama, dan lain-lain. Penerima juga harus menyertakan bukti partisipasi dari kementerian, lembaga resmi, penyelenggara luar negeri, atau media nasional.

Barang hadiah ini dibebaskan dari pungutan PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22. Jika nilai hadiah melebihi batas wajar, hanya kelebihannya yang dikenakan pungutan.

Ketentuan Barang Pribadi Awak Sarana Pengangkut

Awak pesawat, kapal, atau kendaraan pengangkut lainnya diberikan pembebasan untuk barang pribadi hingga nilai FOB USD 50 per orang. Jika melebihi batas tersebut, maka berlaku tarif:

  • Bea masuk sebesar 10% dari nilai pabean setelah dikurangi USD 50
  • PPN atau PPN dan PPnBM sesuai ketentuan
  • Tidak dikenakan PPh

Fasilitas ini bertujuan untuk memudahkan para awak yang sering melakukan perjalanan lintas negara tanpa membebani mereka dengan pungutan berulang atas barang-barang keperluan pribadi.

Barang Kena Cukai dalam Batas Wajar

Barang kena cukai seperti rokok dan minuman beralkohol tetap diizinkan dalam jumlah tertentu. Batas ini ditetapkan melalui regulasi teknis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun jika jumlah barang melebihi ketentuan, maka kelebihan tersebut akan langsung dimusnahkan tanpa melalui proses pemungutan cukai.

Ketentuan ini juga berlaku bagi awak sarana pengangkut. Oleh sebab itu, penting bagi penumpang dan kru untuk memahami batasan barang kena cukai agar tidak mengalami kerugian.

Barang Impor Non-Pribadi

Tidak semua barang yang dibawa penumpang dikategorikan sebagai barang pribadi. Jika barang tersebut memiliki indikasi komersial atau dalam jumlah besar, maka akan diperlakukan sebagai barang impor biasa. Ketentuannya meliputi:

  • Bea masuk 10% dari seluruh nilai pabean
  • PPN atau PPN dan PPnBM sesuai tarif
  • PPh sebesar 5% dari nilai impor

Barang semacam ini memerlukan dokumentasi tambahan dan proses pemeriksaan yang lebih ketat.

Tidak Berlaku Bea Masuk Tambahan

PMK 34/2025 secara tegas menyatakan bahwa barang bawaan pribadi penumpang dan awak sarana pengangkut tidak dikenai bea masuk tambahan berupa:

  • Bea masuk antidumping
  • Bea masuk imbalan
  • Bea masuk pembalasan
  • Bea masuk tindakan pengamanan (safeguard duty)

Hal ini memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi masyarakat umum agar tidak terbebani pungutan yang tidak relevan dengan konteks barang pribadi.

Di tengah kompleksitas ketentuan pajak dan kepabeanan ini, Anda tidak perlu khawatir. ISB Consultant, sebagai konsultan penghematan pajak di Gresik, siap memberikan solusi terbaik dan perhitungan tepat guna menghindari kesalahan dalam pelaporan pajak dan bea masuk. Dengan pengalaman dan reputasi profesional, ISBC membantu Anda memahami regulasi dan memenuhi kewajiban tanpa beban yang berlebihan.

Ketentuan terbaru dalam PMK 34/2025 menjadi langkah progresif pemerintah dalam menyederhanakan prosedur dan memberikan insentif kepada kelompok penumpang tertentu. Pemahaman mendalam atas peraturan ini sangat penting, terutama bagi mereka yang sering bepergian atau membawa barang dari luar negeri. Dengan mengacu pada nilai pabean dan kategori penumpang, kita dapat merencanakan perjalanan internasional dengan lebih tenang dan tertib. Bagi perusahaan atau individu yang membutuhkan bantuan profesional, konsultasi dengan ahli perpajakan seperti ISB Consultant menjadi investasi yang bijak dan menguntungkan.

The post PMK 34/2025: Perubahan Aturan Impor Barang Penumpang Internasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
5684
Perbedaan PPN Zero Rate & PPN Dibebaskan https://isbconsultant.com/beda-ppn-zero-rate-ppn-dibebaskan/ Tue, 29 Apr 2025 07:45:54 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5564 Dalam dunia perpajakan, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, sering muncul kebingungan mengenai perbedaan antara “PPN Zero Rate” (Tarif 0%) dan “PPN Dibebaskan”. Bagi pelaku usaha, memahami kedua konsep ini sangat penting untuk menghindari kesalahan administratif, memaksimalkan efisiensi fiskal, serta memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku. Salah pemahaman terhadap kedua istilah ini dapat […]

The post Perbedaan PPN Zero Rate & PPN Dibebaskan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, sering muncul kebingungan mengenai perbedaan antara “PPN Zero Rate” (Tarif 0%) dan “PPN Dibebaskan”. Bagi pelaku usaha, memahami kedua konsep ini sangat penting untuk menghindari kesalahan administratif, memaksimalkan efisiensi fiskal, serta memastikan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan yang berlaku. Salah pemahaman terhadap kedua istilah ini dapat menyebabkan kerugian finansial yang tidak kecil, terutama terkait hak atas pengkreditan pajak masukan.

Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang PPN Zero Rate dan PPN Dibebaskan, termasuk perbedaan prinsipilnya, dampak fiskal, contoh aplikatif, serta pentingnya mendapatkan bantuan dari konsultan pajak profesional dalam pengelolaan aspek ini.

Definisi PPN Tarif 0% (Zero-Rated)

PPN Zero Rate adalah transaksi yang tetap termasuk dalam kategori “kena pajak” namun dikenakan tarif sebesar 0%. Artinya, meskipun tidak ada pungutan PPN kepada pembeli, pengusaha tetap wajib menerbitkan faktur pajak dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPN. Keunggulan utama dari skema ini adalah pajak masukan atas perolehan barang atau jasa yang berkaitan dengan transaksi tersebut bisa dikreditkan atau direstitusi.

Dengan demikian, pengusaha tidak menanggung beban pajak masukan sebagai biaya, melainkan berpotensi mengklaim kembali kelebihan pajak yang sudah dibayarkan.

Definisi PPN Dibebaskan (Exempt)

Sebaliknya, PPN Dibebaskan berarti transaksi tersebut tidak termasuk dalam objek PPN sehingga tidak ada kewajiban memungut, membayar, maupun melaporkan PPN keluaran. Pajak masukan yang berkaitan dengan transaksi ini tidak dapat dikreditkan dan menjadi bagian dari biaya yang harus ditanggung pengusaha. Akibatnya, skema ini secara fiskal memberikan beban lebih berat bagi pengusaha dibandingkan dengan skema Zero Rate.

Perbedaan Utama antara Zero Rate dan Dibebaskan

Berdasarkan tabel perbandingan, berikut perbedaan mendasar kedua skema tersebut:

AspekPPN Tarif 0%PPN Dibebaskan
Status TransaksiKena pajakTidak kena pajak
Tarif PPN0%Tidak dipungut
Kredit Pajak MasukanBisa dikreditkan/direstitusiTidak bisa dikreditkan
Dampak ke PengusahaLebih ringanLebih berat (pajak masukan menjadi biaya)

Kesimpulan penting: dalam Zero Rate, transaksi tetap merupakan objek PPN, sedangkan dalam PPN Dibebaskan, transaksi keluar dari lingkup objek PPN.

Kategori dan Hak atas Pajak Masukan

Mengacu pada hak atas pajak masukan:

KategoriDapat Kredit Pajak Masukan?Termasuk Objek PPN?
PPN 0%✅ Ya✅ Ya
PPN Dibebaskan❌ Tidak❌ Tidak

Dengan demikian, hanya transaksi Zero Rate yang memungkinkan pengusaha untuk mempertahankan hak atas pengkreditan pajak masukan.

Jenis Transaksi dengan PPN 0% dan Dibebaskan

Untuk memahami lebih jauh implementasi dari kedua skema ini, berikut adalah beberapa jenis transaksi yang termasuk dalam kategori PPN 0% maupun PPN Dibebaskan:

Transaksi dengan PPN 0% (Zero-Rated)

  1. Ekspor Barang Kena Pajak ke luar negeri.
  2. Ekspor Jasa Kena Pajak (misalnya jasa maklon untuk pihak luar negeri).
  3. Penyerahan Barang dan Jasa ke Kawasan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  4. Penyerahan kepada perwakilan diplomatik atau organisasi internasional tertentu.

Transaksi yang Dibebaskan PPN

  1. Penyerahan barang kebutuhan pokok.
  2. Penyerahan jasa kesehatan medis.
  3. Penyerahan jasa pendidikan formal.
  4. Pembangunan rumah sederhana dan rumah susun sederhana.

Contoh Perhitungan PPN Zero Rate

PT Exportindo menjual 800 unit furnitur ke Amerika Serikat senilai Rp400.000.000. Pajak masukan atas pembelian bahan baku sebesar Rp25.000.000.

  • PPN Keluaran = 0% × Rp400.000.000 = Rp0
  • Pajak Masukan = Rp25.000.000 (dapat dikreditkan atau direstitusi)

Hasil: PT Exportindo dapat mengajukan restitusi atas pajak masukan sebesar Rp25.000.000.

Contoh Perhitungan PPN Dibebaskan

PT Sejahtera membangun 50 unit rumah sederhana senilai Rp5.000.000.000. Pajak masukan atas pembelian bahan bangunan sebesar Rp200.000.000.

  • PPN Keluaran = Tidak ada (karena dibebaskan)
  • Pajak Masukan = Rp200.000.000 (tidak dapat dikreditkan)

Hasil: Pajak masukan sebesar Rp200.000.000 menjadi biaya tambahan yang memperbesar harga pokok pembangunan.

Dampak Skema terhadap Pengusaha dan Konsumen

Dari sisi pengusaha, skema Zero Rate memberikan manfaat berupa peluang penghematan fiskal dan perbaikan arus kas melalui pengkreditan dan restitusi pajak masukan. Sebaliknya, dalam skema PPN Dibebaskan, pengusaha harus menanggung sendiri pajak masukan sebagai biaya tambahan, yang berpotensi mengurangi margin keuntungan.

Dari perspektif konsumen, meskipun kedua skema tidak secara langsung membebankan PPN dalam harga jual, pada skema PPN Dibebaskan, harga produk atau jasa bisa lebih mahal karena biaya pajak tersembunyi di dalamnya.

Mengelola transaksi PPN Zero Rate dan PPN Dibebaskan memerlukan pemahaman mendalam terhadap regulasi perpajakan yang berlaku serta ketelitian tinggi dalam pelaporan. Salah langkah bisa menyebabkan sanksi pajak atau hilangnya hak restitusi. Oleh karena itu, bekerja sama dengan jasa konsultan pajak Surabaya bersertifikasi seperti ISB Consultant adalah pilihan strategis.

ISB Consultant memiliki pengalaman dalam menangani berbagai skema PPN dan mampu memberikan solusi yang tepat untuk optimalisasi fiskal perusahaan Anda. Dengan keahlian profesional mereka, perusahaan Anda akan dibantu untuk memaksimalkan hak pajak masukan, menghindari kesalahan administratif, dan memastikan seluruh kewajiban perpajakan dipenuhi secara benar. Dukungan dari konsultan terpercaya ini akan membebaskan Anda dari kerumitan perpajakan dan memungkinkan Anda fokus pada pengembangan bisnis yang berkelanjutan.

Kesimpulan

PPN Zero Rate dan PPN Dibebaskan adalah dua konsep yang sekilas tampak serupa karena sama-sama tidak mengenakan PPN atas transaksi, namun secara substansi sangat berbeda. PPN Zero Rate tetap mengkategorikan transaksi sebagai objek PPN, memungkinkan pengusaha mengkreditkan pajak masukan, dan bahkan mengajukan restitusi. Sementara PPN Dibebaskan, transaksi tidak termasuk objek PPN, dan pajak masukan atas perolehan terkait menjadi biaya yang membebani.

Memahami perbedaan ini sangat penting dalam merancang strategi bisnis yang efektif dan efisien. Untuk itu, dukungan konsultan pajak profesional seperti ISB Consultant menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan perpajakan masa kini.

Baca juga: Jenis Barang Bebas PPN & Administrasi Perpajakannya

The post Perbedaan PPN Zero Rate & PPN Dibebaskan appeared first on ISB Consultant.

]]>
5564
PMK 27/2025: Penggantian PPN dan Biaya Hibah Kesehatan https://isbconsultant.com/pmk-27-2025/ Mon, 28 Apr 2025 07:27:39 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5560 Pemerintah Indonesia terus berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kelancaran pelaksanaan proyek hibah internasional, khususnya di bidang kesehatan. Salah satu langkah nyata adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme baru dalam penggantian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan biaya lain-lain terkait proyek hibah. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kepastian […]

The post PMK 27/2025: Penggantian PPN dan Biaya Hibah Kesehatan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Pemerintah Indonesia terus berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kelancaran pelaksanaan proyek hibah internasional, khususnya di bidang kesehatan. Salah satu langkah nyata adalah dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme baru dalam penggantian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan biaya lain-lain terkait proyek hibah. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan dana hibah, terutama pada pembangunan fasilitas kesehatan yang strategis.

Dengan latar belakang tersebut, penting bagi para pelaku proyek, kontraktor, hingga konsultan pajak untuk memahami secara rinci perubahan skema ini. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang cakupan kebijakan, alur pengajuan penggantian, hingga contoh perhitungan sederhana, sehingga Anda dapat mengantisipasi berbagai aspek administratif dan finansial yang perlu dipenuhi.

Fokus Pengaturan dalam PMK Nomor 27 Tahun 2025

Dalam PMK ini, terdapat dua aspek utama yang diatur secara khusus:

  1. Penggantian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    • PPN yang dibayarkan atas pembelian barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dalam proyek hibah dapat diajukan untuk penggantian.
  2. Penggantian Biaya Lain-Lain
    • Termasuk di dalamnya biaya sambungan baru untuk fasilitas dasar seperti air bersih dan listrik yang mendukung operasional proyek kesehatan.

Dengan adanya pengaturan ini, pemerintah memastikan bahwa biaya-biaya penting dalam pelaksanaan proyek tidak menjadi beban tambahan bagi penerima hibah atau mitra pelaksana proyek.

Pihak yang Berhak Mengajukan Penggantian

Tidak semua pihak dapat mengajukan penggantian PPN dan biaya lain-lain. Mereka yang berhak adalah:

  • Pihak penyedia barang atau jasa yang melakukan kontrak langsung dalam proyek hibah.
  • Kontraktor asing yang terlibat dalam pelaksanaan proyek.
  • Entitas yang melakukan impor barang atas nama kementerian atau lembaga terkait.

Untuk biaya lain-lain, seperti pemasangan sambungan air dan listrik, hanya pihak yang membayar dan menyelesaikan pekerjaan berdasarkan kontrak yang sah yang dapat mengajukan permohonan penggantian.

Persyaratan Administratif yang Harus Dipenuhi

Agar penggantian dapat diproses, dokumen-dokumen berikut wajib disiapkan:

  • Faktur pajak asli dan/atau dokumen impor (PIB dan SPPB) untuk pengajuan penggantian PPN.
  • Bukti pembayaran resmi untuk biaya lain-lain.
  • Kontrak kerja yang sah dan relevan.
  • Surat pernyataan bahwa PPN yang diajukan tidak dikreditkan dan tidak dibebankan sebagai biaya lain.

Semua dokumen tersebut harus diajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) paling lambat tanggal 30 September 2025.

Alur Verifikasi dan Pemeriksaan

Setelah permohonan diajukan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) akan memverifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen. Selanjutnya, KPA melakukan:

  • Konfirmasi pembayaran PPN kepada KPPN.
  • Validasi faktur pajak kepada KPP.
  • Verifikasi dokumen impor kepada kantor Bea Cukai.

Apabila seluruh dokumen dinyatakan valid, KPA akan menerbitkan Surat Ketetapan Penggantian (SKP2K) untuk PPN dan Surat Ketetapan Penggantian Biaya Lain (SKPBL) sebagai dasar pencairan dana.

Proses Pencairan Dana

Pencairan dana dilakukan melalui sistem administrasi standar di Kementerian Keuangan dengan langkah-langkah:

  1. PPK menerbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP).
  2. PPSPM memproses Surat Perintah Membayar (SPM).
  3. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Dana akan ditransfer langsung ke rekening penerima setelah SP2D diterbitkan.

Pentingnya Pengawasan dan Pelaporan

Untuk menjaga transparansi, KPA wajib melaporkan daftar penerima penggantian PPN kepada Direktorat Jenderal Pajak. Laporan ini harus disampaikan maksimal tiga bulan setelah semua SP2D terkait diterbitkan. Dengan demikian, proses audit dan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah dapat berjalan sesuai prinsip akuntabilitas keuangan negara.

Contoh Penghitungan Penggantian PPN

Sebagai ilustrasi, misalkan sebuah perusahaan melakukan pengadaan alat medis untuk proyek hibah dengan nilai transaksi Rp 1.000.000.000, dan dikenakan PPN sebesar 11%.

  • Nilai PPN = 11% x Rp 1.000.000.000 = Rp 110.000.000

Perusahaan tersebut dapat mengajukan penggantian sebesar Rp 110.000.000 setelah memenuhi seluruh persyaratan administratif yang telah ditetapkan.

Demikian pula, jika biaya pemasangan sambungan listrik baru sebesar Rp 50.000.000 dibayarkan untuk mendukung proyek, biaya ini juga dapat diajukan penggantian sepanjang didukung dokumen sah.

Dalam menghadapi kompleksitas administrasi penggantian PPN dan biaya lainnya, banyak perusahaan dan lembaga penerima hibah merasa lebih aman menggunakan jasa konsultan pajak profesional. Dalam hal ini, mempercayakan urusan perpajakan kepada konsultan pajak Surabaya dengan layanan lengkap & terpadu seperti ISB Consultant merupakan keputusan yang sangat bijak.

ISB Consultant tidak hanya memberikan solusi yang komprehensif, tetapi juga memahami secara rinci regulasi terbaru sehingga proses pengajuan penggantian dapat dilakukan dengan lebih cepat, akurat, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dengan layanan yang ramah dan analisis mendalam, ISB Consultant membantu klien untuk mengoptimalkan hak-haknya dalam proyek hibah.

Kesimpulan

Skema baru penggantian PPN dan biaya hibah proyek kesehatan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 27 Tahun 2025 mencerminkan keseriusan pemerintah dalam mengelola dana hibah secara tertib dan akuntabel. Pemahaman yang mendalam atas prosedur ini menjadi kunci bagi seluruh pelaku proyek untuk memastikan kelancaran administrasi dan keuangan. Dukungan dari konsultan pajak yang profesional, seperti ISB Consultant, sangat membantu untuk menghindari risiko administratif serta memaksimalkan manfaat dari kebijakan ini.

Dengan persiapan dokumen yang lengkap, pemahaman alur verifikasi, dan koordinasi yang baik dengan pihak terkait, penggantian biaya dalam proyek hibah kini menjadi lebih mudah dan transparan.

The post PMK 27/2025: Penggantian PPN dan Biaya Hibah Kesehatan appeared first on ISB Consultant.

]]>
5560
Pajak Bank Digital: Dasar Hukum, Jenis & Ketentuan https://isbconsultant.com/pajak-bank-digital/ Wed, 23 Apr 2025 08:10:40 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5539 Perkembangan teknologi digital telah merevolusi cara masyarakat mengakses layanan keuangan. Munculnya bank digital sebagai inovasi terbaru di sektor perbankan menjadi solusi bagi kebutuhan nasabah yang menginginkan layanan cepat, mudah, dan efisien. Dengan beroperasi tanpa kantor fisik dan berbasis pada sistem digital sepenuhnya, bank digital berhasil menarik perhatian masyarakat luas, khususnya generasi muda dan pelaku usaha […]

The post Pajak Bank Digital: Dasar Hukum, Jenis & Ketentuan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perkembangan teknologi digital telah merevolusi cara masyarakat mengakses layanan keuangan. Munculnya bank digital sebagai inovasi terbaru di sektor perbankan menjadi solusi bagi kebutuhan nasabah yang menginginkan layanan cepat, mudah, dan efisien. Dengan beroperasi tanpa kantor fisik dan berbasis pada sistem digital sepenuhnya, bank digital berhasil menarik perhatian masyarakat luas, khususnya generasi muda dan pelaku usaha berbasis teknologi.

Namun, di balik pertumbuhan yang pesat tersebut, timbul tantangan dalam hal regulasi dan perpajakan. Pemerintah Indonesia menghadapi tugas penting dalam memastikan bahwa aktivitas ekonomi digital, termasuk perbankan digital, memberikan kontribusi yang adil terhadap penerimaan negara. Oleh karena itu, penting bagi para pelaku usaha dan profesional di sektor ini untuk memahami secara mendalam bagaimana sistem perpajakan diterapkan pada bank digital.

Kerangka Hukum Perpajakan Bank Digital

Pengenaan pajak terhadap bank digital di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum yang mengatur operasional serta perpajakan di sektor ekonomi digital. Regulasi utama yang menjadi acuan antara lain:

  • POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum yang menjelaskan klasifikasi, struktur permodalan, hingga tata kelola bank digital.
  • PMK No. 48/PMK.03/2020 mengenai pemungutan PPN atas pemanfaatan barang dan/atau jasa digital dari luar negeri melalui sistem elektronik.

Selain itu, pengenaan pajak juga perlu memperhatikan kebijakan internasional, seperti OECD Pillar One dan Pillar Two yang mendefinisikan konsep “Significant Economic Presence (SEP)” untuk entitas asing yang memperoleh penghasilan di negara tertentu tanpa kehadiran fisik.

Jenis Pajak yang Berlaku untuk Bank Digital

Bank digital sebagai entitas usaha di sektor keuangan memiliki sejumlah kewajiban perpajakan yang perlu dipahami secara menyeluruh. Berikut adalah jenis-jenis pajak utama yang dikenakan:

1. Pajak Penghasilan (PPh) Badan

Sebagai badan usaha, bank digital wajib memenuhi kewajiban PPh Badan atas penghasilan kena pajak yang diperolehnya setiap tahun.

Contoh Perhitungan: Jika sebuah bank digital memiliki laba bersih sebesar Rp5 miliar dalam satu tahun pajak, maka:

  • Tarif PPh Badan 2025 = 22%
  • PPh Terutang = 22% x Rp5.000.000.000 = Rp1.100.000.000

Bagi entitas asing yang menjalankan kegiatan usaha di Indonesia secara digital tanpa kantor tetap, ketentuan SEP memungkinkan pemerintah mengenakan PPh berdasarkan jumlah pengguna aktif atau transaksi digital dari Indonesia.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Layanan keuangan tertentu yang disediakan secara digital dapat dikenakan PPN, khususnya bila layanan tersebut termasuk dalam kategori jasa kena pajak.

Contoh layanan:

  • Biaya administrasi pengelolaan akun premium
  • Layanan integrasi API untuk pelaku usaha

Jika layanan API dikenakan biaya Rp1.000.000 per bulan:

  • PPN = 11% x Rp1.000.000 = Rp110.000
  • Total tagihan ke pengguna = Rp1.110.000

3. Pajak atas Transaksi Elektronik

Selain PPN, transaksi digital tertentu seperti pembelian produk keuangan melalui aplikasi, misalnya reksa dana, obligasi digital, atau emas digital, juga tunduk pada ketentuan pajak transaksi sesuai regulasi produk tersebut.

Misalnya, penjualan reksa dana yang dikenakan pajak final 0,1% dari nilai penjualan:

  • Nilai penjualan = Rp100.000.000
  • Pajak = 0,1% x Rp100.000.000 = Rp100.000

Tantangan Pemajakan di Era Perbankan Digital

Meskipun memberikan banyak peluang, pengenaan pajak pada bank digital juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang perlu segera diatasi oleh regulator dan pelaku usaha.

  • Kompleksitas Regulasi: Perbedaan definisi antara kehadiran fisik (Permanent Establishment) dan kehadiran ekonomi signifikan menyebabkan kebingungan dalam penerapan pajak untuk pelaku bank digital lintas negara.
  • Keterbatasan Infrastruktur: Masih banyak bank digital kecil atau layanan keuangan berbasis fintech yang belum memiliki sistem pelaporan pajak otomatis. Hal ini menyulitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam pengawasan dan pemungutan pajak secara real-time. Keterbatasan Infrastruktur. 
  • Rendahnya Kepatuhan Wajib Pajak Digital: Kurangnya edukasi mengenai kewajiban perpajakan serta interpretasi hukum yang berbeda antar platform menyebabkan kepatuhan menjadi rendah, terutama dalam pelaporan transaksi digital secara lengkap dan akurat.Kurangnya edukasi mengenai kewajiban perpajakan serta interpretasi hukum yang berbeda antar platform menyebabkan kepatuhan menjadi rendah, terutama dalam pelaporan transaksi digital secara lengkap dan akurat.

Peluang Optimalisasi Penerimaan Negara

Meskipun memberikan banyak peluang, pengenaan pajak pada bank digital juga dihadapkan pada berbagai tantangan yang perlu segera diatasi oleh regulator dan pelaku usaha.

  • Kompleksitas Regulasi: Perbedaan definisi antara kehadiran fisik (Permanent Establishment) dan kehadiran ekonomi signifikan menyebabkan kebingungan dalam penerapan pajak untuk pelaku bank digital lintas negara.
  • Keterbatasan Infrastruktur: Masih banyak bank digital kecil atau layanan keuangan berbasis fintech yang belum memiliki sistem pelaporan pajak otomatis. Hal ini menyulitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam pengawasan dan pemungutan pajak secara real-time.
  • Rendahnya Kepatuhan Wajib Pajak Digital: Kurangnya edukasi mengenai kewajiban perpajakan serta interpretasi hukum yang berbeda antar platform menyebabkan kepatuhan menjadi rendah, terutama dalam pelaporan transaksi digital secara lengkap dan akurat.Kurangnya edukasi mengenai kewajiban perpajakan serta interpretasi hukum yang berbeda antar platform menyebabkan kepatuhan menjadi rendah, terutama dalam pelaporan transaksi digital secara lengkap dan akurat.

Kolaborasi Bersama Konsultan Pajak sebagai Solusi Strategis

Dalam menghadapi kompleksitas regulasi dan dinamika perpajakan di sektor digital, keberadaan konsultan pajak menjadi sangat krusial. Pelaku usaha, termasuk bank digital dan perusahaan fintech, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan pihak profesional yang memahami kebijakan fiskal terkini.

Salah satunya adalah konsultan pajak ISBC di Semarang, yang telah berpengalaman mendampingi klien dari berbagai sektor digital dalam mengelola kepatuhan pajaknya. Melalui pendampingan ISB Consultant, perusahaan dapat menghindari risiko sanksi, memahami kewajiban secara tepat, dan bahkan mengoptimalkan insentif pajak yang tersedia. Kolaborasi yang baik dengan konsultan pajak juga membantu membangun sistem pelaporan yang transparan dan akuntabel sejak awal.

Rekomendasi Kebijakan Pajak untuk Bank Digital

Agar sistem perpajakan Indonesia tetap adaptif terhadap perkembangan digital, beberapa rekomendasi kebijakan penting untuk dipertimbangkan:

  • Reformasi Peraturan Perpajakan: Perlu penyesuaian pada UU PPh dan UU PPN agar memuat definisi eksplisit mengenai entitas digital, transaksi virtual, serta cakupan objek pajak digital.
  • Integrasi Data dan AI: Pemanfaatan big data dan kecerdasan buatan oleh DJP untuk mengidentifikasi transaksi digital secara otomatis dan mendeteksi potensi penghindaran pajak.
  • Edukasi dan Insentif untuk Pelaku UKM Digital: Pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi pelaku UKM yang taat pajak serta melakukan pelatihan berkala bekerja sama dengan asosiasi fintech dan bank digital.

Pengenaan pajak terhadap bank digital merupakan langkah krusial dalam membangun sistem fiskal yang inklusif dan relevan dengan perkembangan ekonomi digital. Meskipun masih terdapat sejumlah tantangan, peluang optimalisasi penerimaan negara dari sektor ini sangat besar. Dengan didukung reformasi regulasi, pembangunan infrastruktur digital fiskal, dan kolaborasi aktif antara pemerintah, pelaku usaha, dan konsultan pajak, pengenaan pajak terhadap bank digital akan semakin efektif dan berkeadilan.

Baca juga: Dasar Hukum Pajak Perbankan & Ketentuan Lainnya

The post Pajak Bank Digital: Dasar Hukum, Jenis & Ketentuan appeared first on ISB Consultant.

]]>
5539
Faktur Pajak Termin: Waktu Terbit dan Cara Hitungnya https://isbconsultant.com/faktur-pajak-termin/ Mon, 21 Apr 2025 07:42:02 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5531 Dalam dunia usaha dan proyek profesional, sistem pembayaran menjadi aspek yang sangat krusial dalam menjaga kelangsungan cash flow serta memastikan kesesuaian antara pekerjaan yang diselesaikan dan kompensasi yang diterima. Salah satu sistem pembayaran yang umum digunakan dalam kontrak jangka panjang adalah “termin”. Meskipun sering terdengar di lingkungan bisnis dan jasa profesional, tidak semua pelaku usaha […]

The post Faktur Pajak Termin: Waktu Terbit dan Cara Hitungnya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia usaha dan proyek profesional, sistem pembayaran menjadi aspek yang sangat krusial dalam menjaga kelangsungan cash flow serta memastikan kesesuaian antara pekerjaan yang diselesaikan dan kompensasi yang diterima. Salah satu sistem pembayaran yang umum digunakan dalam kontrak jangka panjang adalah “termin”. Meskipun sering terdengar di lingkungan bisnis dan jasa profesional, tidak semua pelaku usaha memahami secara tepat apa itu termin dan bagaimana implikasinya terhadap kewajiban perpajakan, khususnya dalam hal penerbitan faktur pajak.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang pengertian termin dalam kontrak, perbedaannya dengan uang muka, serta waktu yang tepat untuk menerbitkan faktur pajak atas pembayaran termin. Pemahaman yang tepat akan aspek ini akan membantu pelaku usaha menghindari potensi sanksi administrasi dari otoritas pajak serta meningkatkan ketertiban dalam pencatatan keuangan.

Pengertian Termin dalam Kontrak

Termin adalah sistem pembayaran bertahap yang disepakati dalam suatu kontrak bisnis atau proyek, di mana pembayaran dilakukan berdasarkan capaian pekerjaan tertentu. Termin menjadi solusi praktis dalam mengelola risiko pembayaran, mengatur cash flow, dan menjamin pekerjaan berjalan sesuai dengan progress yang direncanakan.

Termin biasanya digunakan dalam:

  • Proyek konstruksi
  • Jasa konsultan
  • Pengembangan teknologi informasi
  • Kontrak pengadaan barang dan jasa
  • Pekerjaan berbasis hasil atau output tertentu

Ciri khas sistem termin adalah adanya pencapaian tahap pekerjaan (milestone) yang menjadi dasar penagihan. Pembayaran termin hanya dilakukan setelah bagian pekerjaan tersebut selesai dan disetujui oleh pihak penerima jasa atau barang.

Perbedaan Termin dan Uang Muka

Sering kali terjadi kekeliruan dalam memahami perbedaan antara termin dan uang muka. Padahal, keduanya memiliki fungsi dan konsekuensi hukum yang berbeda dalam kontrak maupun pelaporan pajak.

AspekTerminUang Muka
Waktu PembayaranSetelah pekerjaan tertentu selesaiSebelum pekerjaan dimulai
Dasar PenagihanCapaian pekerjaan atau hasil yang sudah dicapaiKomitmen awal atau kontrak
Implikasi Faktur PajakFaktur diterbitkan setelah penyerahan barang/jasaFaktur diterbitkan saat uang muka diterima
FungsiMencerminkan progress pekerjaanSebagai jaminan atau modal awal pelaksanaan

Memahami perbedaan ini sangat penting karena berdampak langsung terhadap waktu penerbitan faktur pajak dan pengenaan PPN.

Kapan Faktur Pajak Termin Diterbitkan?

Mengacu pada ketentuan Direktorat Jenderal Pajak dalam PER-03/PJ/2022 dan SE-3/PJ/2024, faktur pajak atas pembayaran termin harus diterbitkan saat terjadi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) secara bertahap, yaitu:

  1. Setiap kali terjadi pembayaran termin, yang merupakan realisasi atas progres pekerjaan.
  2. Saat dilakukan penagihan berdasarkan tahap pekerjaan yang telah selesai.
  3. Ketika pekerjaan atau jasa dinyatakan telah diserahkan secara sebagian.

Hal ini berarti, satu proyek dengan lima tahapan pembayaran termin, wajib memiliki lima faktur pajak berbeda sesuai dengan nilai masing-masing termin.

Ketentuan Teknis dalam Pengisian Faktur Pajak Termin

Agar faktur pajak termin sah dan sesuai ketentuan, Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memperhatikan hal-hal berikut:

  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Merupakan nilai termin yang diterima setelah dikurangi potongan harga atau uang muka (jika ada).
  • PPN: Dihitung sebesar 11% dari DPP.
  • Konversi Mata Uang Asing: Jika kontrak menggunakan valuta asing, maka nilai DPP dan PPN harus dikonversi ke rupiah berdasarkan kurs harian dari KMK.
  • Jumlah Harga Jual/Penggantian: Diisi dengan nilai pembayaran yang diterima dalam termin tersebut.
  • Referensi Tahapan Proyek: Dianjurkan untuk mencantumkan deskripsi pekerjaan yang telah diselesaikan, sebagai identifikasi termin.

Contoh Perhitungan Termin dan Faktur Pajaknya

Untuk memahami bagaimana penerapan sistem termin dalam praktik, berikut adalah ilustrasi perhitungan termin beserta penerbitan faktur pajaknya.

Contoh Kasus: Proyek Interior Desain

PT Indah Karya Desain mendapatkan proyek desain interior kantor dengan nilai kontrak sebesar Rp1.000.000.000. Pembayaran dilakukan dalam 3 termin sebagai berikut:

  • Termin 1 (40%): Setelah desain disetujui → Rp400.000.000
  • Termin 2 (40%): Setelah pengerjaan instalasi selesai → Rp400.000.000
  • Termin 3 (20%): Setelah serah terima proyek → Rp200.000.000

Penerbitan Faktur Pajak:

  1. Faktur Pajak Termin I:
    • DPP: Rp400.000.000
    • PPN (11%): Rp44.000.000
    • Total: Rp444.000.000
  2. Faktur Pajak Termin II:
    • DPP: Rp400.000.000
    • PPN: Rp44.000.000
    • Total: Rp444.000.000
  3. Faktur Pajak Termin III:
    • DPP: Rp200.000.000
    • PPN: Rp22.000.000
    • Total: Rp222.000.000

Dengan demikian, PKP menerbitkan tiga faktur pajak untuk masing-masing pembayaran termin sesuai tahapan proyek.

Dalam menghadapi kompleksitas pengelolaan termin dan faktur pajaknya, pelaku usaha perlu memastikan bahwa setiap pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan benar. Untuk Anda yang menjalankan bisnis di bidang konstruksi, konsultan, atau pengadaan jasa di wilayah Surabaya, menggunakan jasa profesional menjadi salah satu solusi hemat pajak yang efisien.

Bersama ISB Consultant, konsultan pajak terpercaya di Surabaya, Anda dapat memperoleh panduan teknis dan strategi perpajakan yang tepat guna menghindari kesalahan administratif dan mengoptimalkan efisiensi fiskal perusahaan Anda.

Pentingnya Konsistensi dalam Administrasi Termin

Penerapan sistem termin dalam kontrak tidak hanya mempengaruhi pembayaran, tetapi juga memiliki dampak signifikan dalam administrasi keuangan dan perpajakan. Oleh karena itu, penting bagi pelaku usaha untuk:

  • Menyusun kontrak kerja dengan klausul termin yang jelas dan terstruktur
  • Memastikan setiap tahapan pekerjaan disertai dokumen penyerahan atau berita acara
  • Menerbitkan faktur pajak tepat waktu sesuai nilai termin
  • Menyimpan seluruh dokumentasi untuk keperluan pemeriksaan pajak

Kelalaian dalam aspek tersebut bisa berdampak pada koreksi fiskal, sanksi administrasi, bahkan potensi pidana pajak. Menggunakan sistem keuangan dan perpajakan yang terintegrasi serta didampingi oleh konsultan pajak profesional menjadi langkah bijak yang perlu dipertimbangkan.

Termin merupakan metode pembayaran bertahap yang mencerminkan capaian pekerjaan dalam suatu proyek atau kontrak jasa. Dalam konteks perpajakan, faktur pajak wajib diterbitkan setiap kali terjadi pembayaran termin sebagai bentuk penyerahan sebagian BKP/JKP. Dengan memahami aturan dan tata cara yang berlaku, pelaku usaha dapat menjalankan kewajiban pajaknya secara tertib dan terhindar dari sanksi yang merugikan.

Untuk memastikan segala aspek perpajakan Anda berjalan dengan efisien dan sesuai regulasi, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan pihak profesional seperti ISB Consultant. Dengan bimbingan tepat, Anda tidak hanya mematuhi hukum pajak, tetapi juga mengoptimalkan beban pajak secara legal dan etis.

Baca juga: Hati-hati! Inilah Sanksi Telat Bayar Pajak dan Cara Menghindarinya

The post Faktur Pajak Termin: Waktu Terbit dan Cara Hitungnya appeared first on ISB Consultant.

]]>
5531