Pekerja di Luar Negeri Tetap Bayar PPh? Ini Aturannya!

Bekerja di luar negeri sering dianggap sebagai jalan pintas untuk mendapatkan penghasilan lebih besar sekaligus terbebas dari kewajiban perpajakan di Indonesia.

Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Faktanya, meskipun seseorang bekerja di luar negeri, kewajiban perpajakan masih bisa melekat selama statusnya tetap dikategorikan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN).

Fenomena ini penting untuk dipahami, terutama bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berencana meniti karier di luar negeri. Tanpa pemahaman yang tepat, bukan tidak mungkin seseorang menghadapi persoalan hukum atau administrasi pajak di kemudian hari.

Oleh karena itu, artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) bagi pekerja migran Indonesia.

Siapa yang Disebut Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN)?

Dalam ketentuan perpajakan Indonesia, seseorang digolongkan sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri apabila:

  1. Tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
  2. Berada di luar negeri tetapi masa tinggalnya kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
  3. Memiliki tempat tinggal tetap di Indonesia.
  4. Pusat kehidupan pribadi dan ekonomi tetap berada di Indonesia.

Dengan demikian, meskipun seseorang bekerja di luar negeri, jika belum memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN), maka kewajiban pajaknya masih berlaku di Indonesia.

Perbedaan Antara SPDN dan SPLN

  • SPDN: Masih wajib membayar dan melaporkan PPh atas penghasilan dari dalam maupun luar negeri.
  • SPLN: Tidak lagi berkewajiban membayar PPh di Indonesia atas penghasilan dari luar negeri, tetapi tetap dikenai pajak jika memiliki penghasilan yang bersumber dari Indonesia.

Status ini sangat menentukan kewajiban perpajakan. Oleh karena itu, penting bagi WNI yang bekerja di luar negeri untuk memastikan status pajaknya diakui secara resmi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dasar Hukum Pemajakan Pekerja Luar Negeri

Aturan yang menjadi rujukan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah mengalami beberapa perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ketentuan ini menetapkan tarif progresif untuk wajib pajak orang pribadi dalam negeri sesuai dengan lapisan penghasilan.

Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Tarif pajak yang berlaku bersifat progresif:

  • Penghasilan sampai Rp60 juta setahun → 5%
  • Rp60 juta – Rp250 juta setahun → 15%
  • Rp250 juta – Rp500 juta setahun → 25%
  • Rp500 juta – Rp5 miliar setahun → 30%
  • Di atas Rp5 miliar setahun → 35%

Contoh Perhitungan PPh Pekerja Luar Negeri

Misalkan seorang WNI bekerja di Malaysia dengan gaji Rp15 juta per bulan (Rp180 juta setahun). Statusnya belum menikah dan tidak memiliki tanggungan.

  • Penghasilan bruto: Rp180 juta
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Rp54 juta
  • Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp126 juta

Perhitungan PPh tahunan:

  • Rp60 juta × 5% = Rp3 juta
  • Rp66 juta × 15% = Rp9,9 juta

Total PPh terutang = Rp12,9 juta setahun atau sekitar Rp1,075 juta per bulan.

Apabila perusahaan di luar negeri tidak melakukan pemotongan PPh 21 sesuai aturan Indonesia, maka wajib pajak harus menyetor dan melaporkannya sendiri melalui e-billing dan SPT Tahunan.

Perubahan Status Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)

Seseorang bisa diakui sebagai SPLN jika memenuhi kriteria berikut:

  • Tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
  • Memiliki tempat tinggal permanen di luar negeri.
  • Pusat kepentingan ekonomi, keluarga, atau aktivitas utama berada di luar negeri.
  • Sudah menjadi subjek pajak di negara lain.
Baca juga:  Pajak AI Specialist: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung

Untuk pengakuan resmi, WNI perlu mengajukan permohonan ke DJP dengan melampirkan dokumen pendukung, termasuk surat keterangan yang membuktikan pemenuhan syarat SPLN.

Bagaimana Jika Sudah Menjadi SPLN?

Jika sudah resmi menjadi SPLN, maka penghasilan yang diperoleh di luar negeri tidak lagi dikenai PPh di Indonesia. Namun, apabila masih ada penghasilan yang bersumber dari Indonesia, seperti dari penyewaan properti, usaha, atau dividen, maka penghasilan tersebut tetap menjadi objek pajak sesuai aturan yang berlaku bagi SPLN.

Mekanisme Pemotongan dan Pelaporan

  • Karyawan di Indonesia: PPh biasanya dipotong langsung oleh pemberi kerja.
  • Karyawan di luar negeri: Jika pemberi kerja tidak memotong PPh Indonesia, wajib pajak harus menyetor sendiri melalui sistem e-billing.
  • Pekerja bebas atau wiraswasta: Wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak secara mandiri.

Mengurus status perpajakan bagi pekerja di luar negeri bukanlah hal yang sederhana. Banyak WNI yang mengalami kebingungan ketika harus memastikan status SPDN atau SPLN serta bagaimana cara menghitung dan melaporkan kewajiban PPh mereka.

Mengurus persoalan pajak lintas negara bisa menjadi hal yang rumit dan seringkali menyita waktu. Itulah sebabnya banyak pekerja migran memilih pendampingan dari ahli. Dengan melibatkan konsultan pajak PPh 21 Surabaya dari ISB Consultant, Anda dapat lebih tenang karena seluruh kewajiban pajak terkelola sesuai aturan dan potensi sanksi administrasi dapat dihindari.

Potensi Kendala yang Sering Dialami WNI di Luar Negeri

Beberapa hambatan umum yang sering dihadapi antara lain:

  • Tidak mengetahui perbedaan antara SPDN dan SPLN.
  • Menganggap otomatis bebas pajak hanya karena bekerja di luar negeri.
  • Kesulitan melaporkan SPT Tahunan dari luar negeri.
  • Tidak memahami prosedur pengajuan SPLN ke DJP.
  • Tidak memanfaatkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang dimiliki Indonesia dengan banyak negara.

Pentingnya Memahami P3B

Indonesia memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan puluhan negara. P3B ini memberikan perlindungan agar seseorang tidak dikenai pajak berganda, baik di Indonesia maupun di negara tempat bekerja. Namun, pemanfaatannya memerlukan pemahaman mendalam dan dokumen resmi, seperti Certificate of Domicile (CoD).

Langkah Strategis bagi Pekerja Luar Negeri

Untuk meminimalkan risiko, pekerja WNI di luar negeri sebaiknya:

  1. Memastikan status perpajakannya jelas (SPDN atau SPLN).
  2. Menghitung potensi PPh sejak awal bekerja.
  3. Melakukan pelaporan SPT tepat waktu, bahkan dari luar negeri.
  4. Memanfaatkan P3B agar tidak terkena pajak ganda.
  5. Menggunakan jasa konsultan pajak berpengalaman untuk pendampingan.

Baca juga: Apa itu Repatriasi Pajak? Ini Penjelasan Lengkapnya!