evinkaw, Author at ISB Consultant Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 11 May 2025 07:48:22 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 evinkaw, Author at ISB Consultant 32 32 196301377 Perlakuan Pajak dan Akuntansi Sewa Menurut PSAK 73 di Indonesia https://isbconsultant.com/perlakuan-pajak-dan-akuntansi-sewa-menurut-psak-73-di-indonesia/ Wed, 14 May 2025 07:40:10 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5617 Dalam dunia bisnis yang semakin kompleks, pengelolaan aset dan transaksi sewa memainkan peran penting dalam laporan keuangan dan kewajiban perpajakan suatu perusahaan. Terlebih dengan diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73, pendekatan pencatatan transaksi sewa mengalami perubahan mendasar. Ketidaksesuaian pemahaman terhadap standar akuntansi ini bisa mengakibatkan kesalahan pencatatan, bahkan potensi sanksi perpajakan. Penting bagi para […]

The post Perlakuan Pajak dan Akuntansi Sewa Menurut PSAK 73 di Indonesia appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia bisnis yang semakin kompleks, pengelolaan aset dan transaksi sewa memainkan peran penting dalam laporan keuangan dan kewajiban perpajakan suatu perusahaan. Terlebih dengan diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 73, pendekatan pencatatan transaksi sewa mengalami perubahan mendasar. Ketidaksesuaian pemahaman terhadap standar akuntansi ini bisa mengakibatkan kesalahan pencatatan, bahkan potensi sanksi perpajakan.

Penting bagi para pelaku usaha dan manajemen keuangan untuk memahami secara utuh perlakuan pajak atas transaksi sewa, baik dari sisi PSAK 73 maupun ketentuan perpajakan di Indonesia. Pemahaman yang tepat akan mendukung kepatuhan pajak, mengoptimalkan manfaat fiskal, dan mencegah konflik dengan otoritas pajak. Berikut ulasan lengkapnya.

Konsep Dasar PSAK 73 dalam Transaksi Sewa

PSAK 73 mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2020 dan mengatur perlakuan akuntansi atas sewa, menggantikan PSAK 30. PSAK 73 menekankan pengakuan aset hak-guna (right-of-use asset) dan liabilitas sewa bagi penyewa. Suatu kontrak disebut sebagai sewa apabila memberikan hak untuk mengendalikan penggunaan suatu aset identifikasian selama jangka waktu tertentu dengan imbalan.

Pada awal masa sewa, penyewa wajib mengakui:

  1. Aset hak-guna sebesar nilai liabilitas sewa ditambah biaya langsung awal.
  2. Liabilitas sewa yang diukur sebesar nilai kini dari pembayaran sewa selama masa sewa.

Selanjutnya, aset hak-guna akan disusutkan selama masa sewa, sedangkan liabilitas sewa dikurangkan seiring pembayaran dan pengakuan beban bunga.

Perlakuan Pajak atas Sewa di Indonesia

Meskipun PSAK 73 menekankan aspek substansi ekonomi, ketentuan perpajakan di Indonesia lebih menekankan aspek legal formal dan kas keluar. Dalam praktiknya, terdapat beberapa skema pajak tergantung pada objek sewa dan jenis kontraknya.

1. Sewa Tanah dan/atau Bangunan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2017, penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 10% dari jumlah bruto yang diterima atau telah jatuh tempo pembayarannya. Komponen bruto ini mencakup:

  • Biaya sewa pokok
  • Service charge
  • Biaya pemeliharaan
  • Biaya keamanan dan kebersihan

Contoh Perhitungan: PT S menyewa kantor dari PT T senilai Rp12 juta per bulan, ditambah biaya service charge sebesar Rp1 juta. Total pembayaran adalah Rp13 juta per bulan.

Maka, PPh Final 10% yang dipotong oleh penyewa adalah: 10% x Rp13.000.000 = Rp1.300.000 per bulan

2. Sewa Harta Bergerak (PPh Pasal 23)

Untuk objek sewa selain tanah dan bangunan (misalnya kendaraan, mesin, alat berat), dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto pembayaran. Pajak ini dipotong oleh penyewa dan disetorkan ke kas negara.

Contoh Perhitungan: PT K menyewa alat berat dari PT J seharga Rp50 juta per bulan. Maka, PPh Pasal 23 yang dipotong: 2% x Rp50.000.000 = Rp1.000.000 per bulan

3. Sewa Kapal dan Pesawat (PPh Pasal 15)

Objek sewa kapal dan pesawat tunduk pada tarif khusus:

  • Pelayaran Dalam Negeri: 1,2% (bersifat final)
  • Pelayaran Luar Negeri: 2,64% (final)
  • Penerbangan Domestik via charter: 1,8% (tidak final)
  • Penerbangan Internasional: 2,64% (final)

4. Sewa Guna Usaha (Leasing)

Dalam leasing, perlakuan pajaknya tergantung pada jenisnya:

  • Financial Lease (dengan hak opsi):
    • Tidak terutang PPN.
    • Tidak dipotong PPh Pasal 23.
    • Penghasilan dikenai pajak hanya sebagian.
  • Operating Lease (tanpa hak opsi):
    • Terutang PPN atas seluruh pembayaran.
    • Objek pemotongan PPh Pasal 23.
    • Biaya sewa dapat dikurangkan (deductible) bagi penyewa.

Perbedaan Pendekatan PSAK 73 dan Perpajakan

Meskipun transaksi yang dicatat serupa, pendekatan PSAK dan perpajakan memiliki perbedaan signifikan:

AspekPSAK 73Perpajakan
FokusSubstansi ekonomiRealisasi kas
PengakuanAset hak-guna & liabilitas sewaJumlah bruto transaksi
BiayaDepresiasi & bungaBiaya sewa (deductible)
PajakTidak mempertimbangkan pajak secara langsungMengacu pada tarif PPh dan PPN

Sebagai ilustrasi, service charge menurut PSAK dapat dicatat terpisah sebagai biaya operasional. Namun, dalam perpajakan, tetap dihitung dalam DPP PPh Final atas sewa tanah dan bangunan.

Studi Kasus Ilustratif

PT M menyewa gudang dari PT N selama 3 tahun dengan total pembayaran sewa Rp360 juta dan biaya kebersihan Rp1 juta per bulan. Pembayaran dilakukan per bulan secara reguler.

Dari sisi PSAK 73:

  • PT M mengakui aset hak-guna dan liabilitas sebesar nilai kini dari total pembayaran selama masa sewa.
  • Aset disusutkan selama 3 tahun.
  • Beban bunga dihitung setiap periode berdasarkan saldo liabilitas.

Dari sisi pajak:

  • PPh Final sebesar 10% dari (Rp10 juta + Rp1 juta) = Rp1,100,000 per bulan.
  • Service charge termasuk DPP.

Mengingat kompleksitas pengaturan ini, sangat disarankan bagi pelaku usaha untuk berkonsultasi dengan pihak profesional agar tidak terjadi kesalahan pelaporan. Di sinilah peran penting konsultan pajak Semarang seperti ISB Consultant yang telah berpengalaman dalam membantu klien menghadapi tantangan harmonisasi antara akuntansi dan perpajakan. Dengan pendampingan yang tepat, perusahaan dapat mengoptimalkan perencanaan pajak sekaligus memenuhi ketentuan PSAK.

Transaksi sewa merupakan aktivitas yang lazim dalam dunia usaha, namun memerlukan perhatian lebih dalam pencatatan akuntansi dan pelaporan perpajakannya. PSAK 73 memberikan kerangka kerja akuntansi yang lebih merefleksikan kewajiban jangka panjang, sementara aturan perpajakan menekankan pada pendekatan kas dan formalitas hukum. Pemahaman yang komprehensif terhadap kedua pendekatan ini penting untuk memastikan kepatuhan yang optimal dan menghindari konsekuensi hukum. Mengandalkan dukungan dari konsultan pajak profesional akan sangat membantu, terutama bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif dan taat regulasi.

The post Perlakuan Pajak dan Akuntansi Sewa Menurut PSAK 73 di Indonesia appeared first on ISB Consultant.

]]>
5617
Syarat Pengembalian Pendahuluan Restitusi Pajak & Prosedurnya https://isbconsultant.com/pengembalian-pendahuluan-restitusi-pajak/ Tue, 13 May 2025 07:08:48 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5613 Dalam dunia bisnis yang dinamis, pengelolaan arus kas menjadi salah satu aspek paling vital untuk menjaga keberlanjutan usaha. Ketika terjadi kelebihan pembayaran pajak, banyak pelaku usaha berharap proses pengembaliannya dapat berjalan cepat tanpa birokrasi yang berlarut-larut. Namun, proses restitusi pajak yang melalui pemeriksaan sering kali menjadi hambatan. Untuk menjawab kebutuhan akan efisiensi ini, pemerintah melalui […]

The post Syarat Pengembalian Pendahuluan Restitusi Pajak & Prosedurnya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia bisnis yang dinamis, pengelolaan arus kas menjadi salah satu aspek paling vital untuk menjaga keberlanjutan usaha. Ketika terjadi kelebihan pembayaran pajak, banyak pelaku usaha berharap proses pengembaliannya dapat berjalan cepat tanpa birokrasi yang berlarut-larut. Namun, proses restitusi pajak yang melalui pemeriksaan sering kali menjadi hambatan.

Untuk menjawab kebutuhan akan efisiensi ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadirkan fasilitas pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Prosedur ini memungkinkan Wajib Pajak yang memenuhi syarat tertentu untuk mendapatkan pengembalian pajak lebih cepat tanpa perlu melalui proses pemeriksaan menyeluruh. Artikel ini akan membahas secara rinci mengenai syarat, prosedur, serta manfaat dari fasilitas tersebut.

Apa itu Pengembalian Pendahuluan dalam Restitusi Pajak?

Pengembalian pendahuluan adalah skema pengembalian kelebihan pembayaran pajak tanpa pemeriksaan terlebih dahulu, yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak dengan status tertentu. Mekanisme ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2018 dan diperbarui melalui PMK Nomor 209/PMK.03/2021. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mempercepat proses pengembalian pajak dan mendorong kepatuhan sukarela.

Skema ini dapat dimanfaatkan baik dalam konteks restitusi Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dengan syarat dan kategori tertentu, Wajib Pajak bisa mengajukan pengembalian lebih awal dan mempercepat pemulihan arus kas mereka.

Kategori Wajib Pajak yang Berhak Mendapatkan Pengembalian Pendahuluan

Terdapat tiga kategori Wajib Pajak yang berhak mengajukan pengembalian pendahuluan:

1. Wajib Pajak Kriteria Tertentu (WP Patuh)

WP Patuh merupakan Wajib Pajak yang dianggap sangat patuh terhadap kewajiban perpajakan. Adapun kriteria yang harus dipenuhi antara lain:

  • Konsisten menyampaikan SPT Tahunan dan SPT Masa tepat waktu.
  • Tidak memiliki tunggakan pajak, kecuali yang telah mendapatkan persetujuan penundaan atau angsuran.
  • Memiliki laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut.
  • Tidak pernah dipidana karena tindak pidana di bidang perpajakan dalam lima tahun terakhir.

Permohonan untuk ditetapkan sebagai WP Patuh harus diajukan paling lambat tanggal 10 Januari tahun pajak berjalan. Apabila disetujui, DJP akan menerbitkan Surat Keputusan Penetapan sebagai WP Patuh.

Waktu proses pengembalian pendahuluan:

  • Maksimal 3 bulan untuk pengajuan PPh.
  • Maksimal 1 bulan untuk pengajuan PPN.

2. Wajib Pajak dengan Persyaratan Tertentu

Kategori ini mencakup Wajib Pajak yang tidak harus memenuhi seluruh persyaratan ketat seperti WP Patuh, namun masih dapat mengajukan pengembalian pendahuluan dalam batas nilai tertentu. Adapun batasannya adalah:

  • Orang Pribadi non-usaha: PPh maksimal Rp100 juta.
  • Orang Pribadi dengan usaha: PPh maksimal Rp100 juta.
  • Badan Usaha: PPh maksimal Rp1 miliar.
  • Pengusaha Kena Pajak (PKP): PPN maksimal Rp5 miliar.

Wajib Pajak cukup mencentang kolom “pengembalian pendahuluan” pada formulir SPT. Tidak diperlukan permohonan terpisah seperti halnya WP Patuh.

Waktu proses pengembalian pendahuluan:

  • 15 hari kerja untuk WP orang pribadi.
  • 1 bulan untuk WP badan dan PKP.

Kebijakan ini sangat membantu usaha kecil dan menengah dalam menjaga likuiditas bisnis mereka.

3. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berisiko Rendah

Kategori ini diperuntukkan bagi Pengusaha Kena Pajak yang telah menunjukkan rekam jejak kepatuhan tinggi dan minim risiko. PKP yang memenuhi syarat ini antara lain:

  • Perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia.
  • BUMN, BUMD, atau anak usahanya dengan kepemilikan saham minimal 50%.
  • Mitra Utama Kepabeanan atau Operator Ekonomi Bersertifikat.
  • Perusahaan di bidang produksi, distribusi farmasi, alat kesehatan, atau ekspor tertentu.

Syarat tambahan meliputi:

  • Konsisten menyampaikan SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir.
  • Tidak sedang dalam proses pemeriksaan atau penyidikan pajak.
  • Tidak pernah dihukum karena pelanggaran perpajakan dalam lima tahun terakhir.

Jenis kegiatan yang dapat diajukan:

  • Ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud dan tidak berwujud.
  • Penyerahan kepada Pemungut PPN.
  • Penyerahan BKP/JKP yang tidak dipungut PPN.
  • Ekspor Jasa Kena Pajak.

Waktu proses: maksimal 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap.

Contoh Ilustrasi Perhitungan Pengembalian

Sebagai contoh, sebuah perusahaan manufaktur PT XYZ mengajukan restitusi PPN sebesar Rp4,5 miliar atas ekspor produk tekstilnya. Karena PT XYZ merupakan PKP Berisiko Rendah dan telah menyampaikan SPT PPN secara tepat selama 12 bulan terakhir, maka mereka dapat mengajukan pengembalian pendahuluan. Setelah permohonan disetujui, dana restitusi dikembalikan dalam waktu maksimal 1 bulan.

Bandingkan dengan proses reguler yang bisa memakan waktu hingga 12 bulan karena harus melalui pemeriksaan, tentu fasilitas ini sangat menguntungkan dari sisi efisiensi waktu dan keuangan.

Di tengah iklim usaha yang kompetitif, menjaga kesehatan arus kas merupakan prioritas utama. Prosedur pengembalian pendahuluan memberikan alternatif strategis yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha yang patuh pajak. Dengan proses yang lebih cepat dan risiko birokrasi yang lebih rendah, pengembalian pendahuluan dapat menjadi solusi praktis bagi kelancaran bisnis.

Jika Anda seorang pelaku usaha di Surabaya yang sedang mempertimbangkan opsi efisiensi fiskal dan membutuhkan panduan profesional, memilih jasa pajak profesional di Surabaya dari ISB Consultant bisa menjadi langkah bijak untuk memastikan seluruh proses restitusi berjalan sesuai ketentuan.

Konsultan restitusi pajak yang andal tidak hanya akan membantu menyiapkan dokumen yang diperlukan, namun juga memastikan bahwa Anda memenuhi semua syarat agar dapat memanfaatkan skema pengembalian pendahuluan ini.

Fasilitas pengembalian pendahuluan dalam restitusi pajak merupakan bentuk dukungan pemerintah bagi Wajib Pajak yang patuh dan profesional dalam mengelola kewajiban perpajakannya. Dengan memahami kategori, persyaratan, dan prosedur yang berlaku, pelaku usaha dapat mengoptimalkan arus kas mereka dan fokus pada pertumbuhan bisnis. Konsultasi dengan ahli pajak berpengalaman akan sangat membantu dalam memaksimalkan manfaat dari fasilitas ini.

The post Syarat Pengembalian Pendahuluan Restitusi Pajak & Prosedurnya appeared first on ISB Consultant.

]]>
5613
Cara Hitung Angsuran PPh 25 Bagi Pebisnis secara Akurat https://isbconsultant.com/cara-hitung-angsuran-pph-25-bagi-pebisnis/ Mon, 12 May 2025 05:39:12 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5609 Pajak merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan kewajiban sebagai warga negara, khususnya bagi individu maupun badan usaha yang telah memiliki penghasilan. Salah satu jenis pajak yang harus diperhatikan dengan cermat adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 atau yang dikenal dengan PPh 25. Meskipun terlihat teknis, penghitungan dan pengelolaan angsuran PPh 25 dapat menjadi lebih mudah […]

The post Cara Hitung Angsuran PPh 25 Bagi Pebisnis secara Akurat appeared first on ISB Consultant.

]]>
Pajak merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan kewajiban sebagai warga negara, khususnya bagi individu maupun badan usaha yang telah memiliki penghasilan. Salah satu jenis pajak yang harus diperhatikan dengan cermat adalah Pajak Penghasilan Pasal 25 atau yang dikenal dengan PPh 25. Meskipun terlihat teknis, penghitungan dan pengelolaan angsuran PPh 25 dapat menjadi lebih mudah apabila wajib pajak memahami mekanismenya secara menyeluruh.

Artikel ini hadir untuk membantu Anda—terutama para pelaku usaha dan entitas bisnis—memahami secara mendalam bagaimana cara menghitung dan mengatur angsuran PPh 25 dengan benar. Terlebih bagi Anda yang tengah mempertimbangkan menggunakan jasa konsultan pajak, informasi ini akan menjadi dasar penting sebelum berkonsultasi lebih lanjut.

Apa itu PPh Pasal 25?

PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak yang dibayarkan setiap bulan oleh Wajib Pajak (WP) sebagai cicilan dari kewajiban pajak tahunannya. Sistem ini dirancang untuk mengurangi beban pembayaran pajak pada akhir tahun dan mendorong keteraturan pembayaran pajak dalam tahun berjalan. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban yang sama dalam menyetorkan angsuran PPh 25, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia.

Dasar hukum utama dari kebijakan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang telah diperbarui beberapa kali, terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ketentuan Jatuh Tempo dan Pelaporan

Angsuran PPh 25 wajib dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Pembayaran dilakukan melalui sistem e-billing, dan status pelaporan dianggap telah selesai apabila Wajib Pajak memperoleh Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Dengan kata lain, tidak perlu ada pelaporan SPT Masa secara terpisah untuk angsuran ini.

Kode pembayaran yang digunakan dalam proses administrasi adalah:

  • Kode Jenis Pajak:
    • 411125 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
    • 411126 untuk Wajib Pajak Badan
  • Kode Jenis Setoran: 100 (angsuran sendiri)

Cara Menghitung Angsuran PPh Pasal 25

Perhitungan angsuran PPh 25 didasarkan pada data SPT Tahunan PPh tahun sebelumnya. Secara umum, rumusnya adalah:

Angsuran bulanan = (PPh Terutang – Kredit Pajak) ÷ 12 bulan

Jenis kredit pajak yang mengurangi pajak terutang antara lain:

  • PPh Pasal 21, 22, dan 23 yang tidak final
  • PPh Pasal 24 (pajak luar negeri)
  • Pajak yang ditanggung pemerintah

Contoh Perhitungan

Misalkan PT Mitra Sejahtera memiliki PPh terutang dalam SPT Tahunan tahun lalu sebesar Rp180.000.000. Sepanjang tahun, perusahaan telah mengkreditkan pajak sebesar Rp90.000.000. Maka:

PPh yang harus dibayar sendiri = Rp180.000.000 – Rp90.000.000 = Rp90.000.000

Angsuran bulanan PPh 25 = Rp90.000.000 ÷ 12 = Rp7.500.000 per bulan

Angsuran ini berlaku mulai bulan pajak setelah SPT Tahunan dilaporkan dan akan tetap berlaku hingga dilakukan penyesuaian jika terdapat kondisi tertentu.

Penetapan Khusus Bagi Wajib Pajak Tertentu

Tidak semua Wajib Pajak menghitung angsuran PPh 25 secara mandiri. Berdasarkan PMK Nomor 215/PMK.03/2018, terdapat ketentuan khusus untuk Wajib Pajak berikut:

  • Wajib Pajak Baru
  • BUMN/BUMD
  • Wajib Pajak yang go public
  • Bank
  • Wajib Pajak dengan laporan keuangan berkala
  • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT)

Ketentuan Tambahan:

  • Wajib Pajak Baru tidak wajib membayar angsuran PPh 25 pada tahun pertama kecuali berasal dari merger atau perubahan bentuk usaha.
  • OPPT dikenakan angsuran sebesar 0,75% dari omzet bulanan di setiap tempat usaha yang berbeda dari domisili.

Wajib Pajak yang termasuk dalam kategori di atas dapat mengajukan permohonan penetapan angsuran ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menyertakan laporan keuangan dan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP).

Penyesuaian Angsuran Selama Tahun Berjalan

Pada prinsipnya, nilai angsuran PPh Pasal 25 bersifat tetap. Namun, dalam kondisi tertentu, angsuran dapat disesuaikan. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan perubahan antara lain:

  • Prediksi kenaikan penghasilan lebih dari 150% dari tahun sebelumnya
  • Prediksi penurunan penghasilan kurang dari 75% dari tahun sebelumnya

Pengajuan penyesuaian angsuran dilakukan secara tertulis ke DJP dan wajib melampirkan proyeksi penghasilan serta estimasi PPh terutang tahun berjalan. DJP akan memberikan keputusan dalam waktu paling lama 30 hari.

Dalam dunia perpajakan yang dinamis dan penuh tantangan, menggunakan layanan jasa pajak Surabaya seperti yang ditawarkan oleh ISB Consultant dapat menjadi solusi efisien bagi pelaku usaha. Terutama dalam hal penghitungan dan pengaturan angsuran PPh 25 yang memiliki berbagai ketentuan teknis dan administratif.

Dengan pendampingan profesional dari ISB Consultant, Anda tidak hanya mendapatkan kepastian hukum, tetapi juga efisiensi dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Hal ini tentu berdampak positif terhadap stabilitas usaha dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Mengapa Penting Mengelola PPh 25 dengan Cermat?

Pengelolaan angsuran PPh 25 yang tepat akan membantu Wajib Pajak:

  • Menghindari sanksi administrasi akibat keterlambatan atau kekurangan bayar
  • Mengatur cash flow perusahaan secara lebih akurat
  • Meningkatkan kredibilitas di hadapan otoritas pajak
  • Menyesuaikan kewajiban pajak sesuai dengan kondisi riil usaha

Bagi perusahaan atau individu dengan kondisi usaha yang dinamis, sangat disarankan untuk melakukan evaluasi berkala atas angsuran PPh 25 yang dibayarkan. Hal ini guna memastikan bahwa nilai angsuran yang disetorkan masih relevan dan mencerminkan situasi usaha sebenarnya.

Angsuran PPh Pasal 25 merupakan elemen penting dalam sistem self-assessment perpajakan di Indonesia. Pemahaman yang baik terhadap dasar hukum, mekanisme perhitungan, serta ketentuan penyesuaian selama tahun berjalan akan mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya secara tertib dan terstruktur. Dengan demikian, potensi risiko perpajakan dapat ditekan seminimal mungkin.

Jika Anda masih merasa kesulitan dalam menghitung atau mengelola angsuran PPh 25, pertimbangkan untuk menggunakan layanan jasa profesional seperti ISB Consultant yang telah berpengalaman dalam menangani berbagai aspek perpajakan. Dengan pendampingan yang tepat, kepatuhan pajak bukan lagi beban, melainkan bagian dari strategi bisnis yang bijak.

Baca juga: Bagaimana Cara Setor dan Bayar Pajak untuk Pebisnis?

The post Cara Hitung Angsuran PPh 25 Bagi Pebisnis secara Akurat appeared first on ISB Consultant.

]]>
5609
Pajak Panitera: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung https://isbconsultant.com/pajak-panitera/ Fri, 09 May 2025 10:01:41 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5600 Profesi panitera sering kali dianggap berada di balik layar dalam sistem peradilan, padahal kontribusinya sangat vital bagi kelancaran administrasi hukum. Sebagai bagian dari aparatur pengadilan, panitera tidak hanya bertugas mencatat jalannya persidangan, tetapi juga mengelola berbagai dokumen penting serta menjamin integritas proses hukum. Dengan peran sebesar ini, tentu penghasilan yang mereka peroleh juga masuk dalam […]

The post Pajak Panitera: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung appeared first on ISB Consultant.

]]>
Profesi panitera sering kali dianggap berada di balik layar dalam sistem peradilan, padahal kontribusinya sangat vital bagi kelancaran administrasi hukum. Sebagai bagian dari aparatur pengadilan, panitera tidak hanya bertugas mencatat jalannya persidangan, tetapi juga mengelola berbagai dokumen penting serta menjamin integritas proses hukum. Dengan peran sebesar ini, tentu penghasilan yang mereka peroleh juga masuk dalam kategori penghasilan kena pajak. Maka dari itu, penting bagi panitera untuk memahami kewajiban perpajakan yang melekat pada profesinya.

Artikel ini akan membahas secara menyeluruh mengenai pajak panitera, mulai dari pengertian, jenis pajak yang dikenakan, tarif pajak yang berlaku, hingga contoh konkret cara perhitungannya. Diharapkan pembahasan ini dapat menjadi panduan praktis, khususnya bagi panitera dan juga pihak-pihak yang tengah mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak guna mengelola kewajiban perpajakannya dengan lebih tepat.

Pengertian Pajak Panitera

Pajak panitera merujuk pada kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh panitera selama menjalankan tugasnya di lembaga peradilan atau institusi hukum lainnya. Penghasilan tersebut dapat meliputi gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan kesehatan, tunjangan operasional, dan penghasilan tambahan lain yang bersifat tetap maupun tidak tetap. Karena tergolong sebagai wajib pajak orang pribadi, maka panitera memiliki kewajiban untuk memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) serta melaporkan dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) secara berkala.

Jenis Pajak yang Dikenakan pada Panitera

Berikut adalah jenis pajak yang umumnya dikenakan kepada seorang panitera:

  1. Pajak Penghasilan (PPh 21)
    Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh panitera dalam kapasitasnya sebagai pegawai. PPh 21 dipotong oleh instansi tempat panitera bekerja dan disetorkan ke kas negara.
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) (Jika berlaku)
    Dalam hal panitera memberikan jasa tertentu di luar tugas kedinasan dan atas jasa tersebut dikenakan PPN, maka panitera perlu melaporkannya secara terpisah. Namun, hal ini jarang terjadi kecuali panitera merangkap profesi sebagai konsultan hukum atau penyedia jasa lain.
  3. Pajak atas Penghasilan Lain (PPh Final/PPh Non-Final)
    Jika panitera menerima honorarium, hadiah, atau penghasilan di luar pekerjaan tetapnya, maka penghasilan tersebut bisa dikenakan pajak tersendiri, tergantung jenis dan sumber penghasilannya.

Tarif Pajak Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan

Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Berikut adalah ketentuan tarif progresif yang berlaku:

  • Penghasilan hingga Rp 60.000.000: 5%
  • Penghasilan Rp 60.000.001 – Rp 250.000.000: 15%
  • Penghasilan Rp 250.000.001 – Rp 500.000.000: 25%
  • Penghasilan Rp 500.000.001 – Rp 5.000.000.000: 30%
  • Penghasilan di atas Rp 5.000.000.000: 35%

Contoh Perhitungan PPh 21 Panitera

Kasus:
Ibu Anisa bekerja sebagai panitera di pengadilan pajak Denpasar dan belum menikah (status TK/0). Pada bulan Oktober, ia menerima gaji pokok sebesar Rp 4.000.000 dan beberapa tunjangan, yaitu:

  • Tunjangan Jabatan: Rp 2.700.000
  • Tunjangan Beras: Rp 500.000
  • Tunjangan BPJS Kesehatan: Rp 1.000.000
  • Tunjangan BPJS Ketenagakerjaan: Rp 1.500.000
  • Tunjangan Operasional: Rp 2.000.000

Penghasilan Bruto per Bulan

Rp 4.000.000 + Rp 2.700.000 + Rp 500.000 + Rp 1.000.000 + Rp 1.500.000 + Rp 2.000.000 = Rp 11.700.000

Pengurangan (Biaya Jabatan)

Biaya jabatan (5% dari bruto atau maksimal Rp 500.000) = Rp 500.000

Penghasilan Neto per Bulan

Rp 11.700.000 – Rp 500.000 = Rp 11.200.000

Penghasilan Neto per Tahun

Rp 11.200.000 × 12 = Rp 134.400.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TK/0

Rp 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Rp 134.400.000 – Rp 54.000.000 = Rp 80.400.000

Perhitungan PPh Terutang

  • 5% × Rp 60.000.000 = Rp 3.000.000
  • 15% × Rp 20.400.000 = Rp 3.060.000

Total PPh Terutang/Tahun = Rp 3.000.000 + Rp 3.060.000 = Rp 6.060.000
PPh Terutang/Bulan = Rp 6.060.000 ÷ 12 = Rp 505.000

Di tengah kompleksitas penghitungan pajak dan kebutuhan akan kepatuhan pajak yang tinggi, menggunakan jasa profesional sangat disarankan. Bila Anda merasa bingung atau ragu dalam melakukan pelaporan pajak secara mandiri, maka sudah saatnya Anda mempertimbangkan untuk pelajari biaya jasa konsultan pajak Semarang.

Melalui dukungan ISB Consultant, Anda akan memperoleh layanan yang tidak hanya akurat, tetapi juga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dengan memahami struktur biaya dan jenis layanan yang ditawarkan, Anda dapat memilih solusi yang tepat dan menguntungkan.

Memahami kewajiban perpajakan bagi profesi panitera sangatlah penting, terutama karena profesi ini termasuk dalam kategori wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan tetap. Dengan memahami pengertian, jenis pajak yang berlaku, tarif sesuai perundang-undangan, serta cara perhitungan PPh 21, maka panitera dapat menghindari kesalahan administratif sekaligus meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan pajak.

Menggunakan jasa konsultan pajak dapat menjadi solusi yang bijak bagi panitera yang ingin memastikan perhitungan pajaknya tepat dan sesuai hukum. Dengan peran penting yang diemban panitera dalam sistem peradilan, kepatuhan pajak juga menjadi bentuk kontribusi aktif dalam menjaga integritas dan kredibilitas profesi.

Baca juga: Tarif Pajak Konsultan Hukum & Contoh Cara Hitung

The post Pajak Panitera: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung appeared first on ISB Consultant.

]]>
5600
NITKU: Fungsi, Regulasi & Prosedur Pengajuan https://isbconsultant.com/nitku/ Thu, 08 May 2025 09:46:20 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5597 Dalam dunia perpajakan Indonesia yang terus berkembang, efisiensi administrasi menjadi salah satu fokus utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu bentuk konkret dari reformasi ini adalah diperkenalkannya Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha atau yang lebih dikenal dengan sebutan NITKU. Bagi pelaku usaha yang memiliki lebih dari satu lokasi bisnis, NITKU bukan hanya sekadar nomor identitas, […]

The post NITKU: Fungsi, Regulasi & Prosedur Pengajuan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam dunia perpajakan Indonesia yang terus berkembang, efisiensi administrasi menjadi salah satu fokus utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu bentuk konkret dari reformasi ini adalah diperkenalkannya Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha atau yang lebih dikenal dengan sebutan NITKU. Bagi pelaku usaha yang memiliki lebih dari satu lokasi bisnis, NITKU bukan hanya sekadar nomor identitas, tetapi juga menjadi kunci untuk menyederhanakan kewajiban perpajakan mereka.

Dengan diberlakukannya kebijakan baru ini, sistem pelaporan perpajakan menjadi lebih terintegrasi dan efisien. Namun, bagi banyak wajib pajak, terutama mereka yang belum familiar dengan peraturan terbaru, konsep NITKU masih menimbulkan sejumlah pertanyaan. Apa sebenarnya NITKU itu? Bagaimana peran dan regulasinya dalam sistem perpajakan nasional? Dan yang terpenting, bagaimana cara mendapatkannya? Artikel ini akan menjawab semua pertanyaan tersebut secara lengkap dan terperinci.

Pengertian NITKU

NITKU merupakan singkatan dari Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha. Ini adalah nomor identifikasi yang diberikan oleh DJP kepada setiap lokasi usaha tambahan milik wajib pajak (WP), yang terpisah dari tempat kedudukan utama. Nomor ini terdiri atas 22 digit, yakni gabungan dari 16 digit NPWP pusat dan 6 digit nomor urut cabang.

Tujuan utama dari pengadaan NITKU adalah untuk menggantikan penggunaan NPWP cabang yang sebelumnya digunakan. Dengan demikian, seluruh kewajiban perpajakan seperti pembuatan faktur pajak, bukti potong, penyetoran, dan pelaporan akan menggunakan NPWP pusat, sementara NITKU hanya berfungsi sebagai identitas lokasi usaha tambahan.

Dengan pendekatan ini, administrasi perpajakan menjadi lebih terpusat dan efisien tanpa mengurangi keakuratan pelaporan atas aktivitas usaha yang tersebar di berbagai lokasi.

Perbedaan NITKU dengan NIK

Penting untuk tidak menyamakan NITKU dengan NIK. Keduanya memang berperan dalam sistem perpajakan, tetapi memiliki fungsi yang berbeda:

  • NITKU digunakan untuk mengidentifikasi lokasi kegiatan usaha tambahan yang dimiliki oleh WP badan atau pribadi.
  • NIK (Nomor Induk Kependudukan) digunakan sebagai pengganti NPWP bagi WP orang pribadi penduduk Indonesia. Hal ini sejalan dengan kebijakan integrasi NIK dan NPWP yang bertujuan menyederhanakan pelaporan pajak individu.

Dengan perbedaan mendasar ini, setiap jenis WP memiliki identitas perpajakan yang sesuai dengan struktur usaha mereka.

Landasan Regulasi NITKU

Kebijakan mengenai NITKU tidak diterapkan begitu saja, melainkan memiliki dasar hukum yang jelas dan terstruktur. Beberapa regulasi yang mengatur tentang Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha antara lain:

  1. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022
    • Mengatur tentang NPWP bagi WP orang pribadi, badan, dan instansi pemerintah.
  2. PMK Nomor 136 Tahun 2023
    • Merupakan perubahan atas PMK 112/2022, dengan penyesuaian ketentuan terkait penggunaan NIK sebagai NPWP serta penghapusan NPWP Cabang.

Melalui peraturan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan WP serta mendorong digitalisasi dan efisiensi sistem perpajakan nasional.

Kapan NITKU Mulai Berlaku?

NITKU mulai diperkenalkan pada 14 Juli 2022 bersamaan dengan kebijakan integrasi NIK sebagai NPWP. Namun, pemberlakuan secara penuh sebagai pengganti NPWP Cabang mulai efektif pada 1 Juli 2024. Sejak tanggal tersebut, seluruh aktivitas perpajakan yang melibatkan tempat usaha tambahan wajib menggunakan NITKU.

Dengan masa transisi yang cukup panjang, pemerintah memberikan waktu kepada wajib pajak untuk menyesuaikan diri, baik dari sisi administrasi internal perusahaan maupun pemahaman regulasi yang baru.

Cara Mendapatkan NITKU

Terdapat dua skenario dalam memperoleh NITKU, tergantung pada apakah WP sudah memiliki NPWP Cabang sebelumnya atau belum:

1. Wajib Pajak yang Telah Memiliki NPWP Cabang

Bagi WP yang sudah memiliki NPWP Cabang sebelum 31 Desember 2023, sistem DJP secara otomatis akan mengonversi data tersebut menjadi NITKU. Untuk mengetahui nomor ini, WP dapat:

  • Melakukan cetak ulang kartu NPWP melalui DJP Online.
  • Mengajukan permintaan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat NPWP Cabang sebelumnya terdaftar.

2. Wajib Pajak yang Belum Memiliki NPWP Cabang

Jika WP belum memiliki NPWP Cabang, pengajuan NITKU dapat dilakukan dengan dua cara:

  • Melalui DJP Online: Masuk ke akun dan ikuti panduan pengajuan tempat usaha baru.
  • Langsung ke KPP: Mengisi formulir permohonan, melampirkan dokumen yang dibutuhkan seperti surat keterangan domisili atau dokumen legalitas tempat usaha.

Keduanya akan diverifikasi oleh petugas pajak sebelum NITKU diterbitkan.

Manfaat dan Fungsi NITKU

Implementasi NITKU memberikan berbagai manfaat strategis, antara lain:

  • Menyederhanakan pelaporan pajak bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang.
  • Meningkatkan akurasi dalam identifikasi lokasi usaha.
  • Mengurangi redundansi administrasi akibat penggunaan NPWP cabang terpisah.
  • Mempermudah pengawasan dan kepatuhan pajak oleh DJP.

Dengan sistem ini, satu entitas usaha bisa mengelola seluruh aktivitas perpajakan melalui satu titik pusat (NPWP pusat) tanpa kehilangan visibilitas terhadap aktivitas cabang.

Apabila Anda merupakan pelaku usaha yang memiliki banyak lokasi kegiatan dan ingin memastikan bahwa seluruh administrasi perpajakan Anda berjalan sesuai ketentuan, maka kini saatnya mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan konsultan & akuntan pajak profesional di Semarang.

Salah satu mitra terpercaya dalam urusan perpajakan adalah ISB Consultant, yang telah berpengalaman menangani berbagai kebutuhan klien dari berbagai sektor usaha. Dengan dukungan tim ahli yang memahami regulasi terbaru seperti penerapan NITKU, ISB Consultant siap membantu Anda dalam proses transisi dari NPWP Cabang ke sistem NITKU secara efisien dan akurat.

Contoh Penggunaan NITKU dalam Praktik

Misalkan PT Maju Jaya memiliki NPWP pusat dengan nomor: 12.345.678.9-012.000. PT Maju Jaya membuka dua cabang baru di kota berbeda. Maka, NITKU masing-masing cabang akan berupa:

  • Cabang 1: 123456789012000000001
  • Cabang 2: 123456789012000000002

Meski berbeda lokasi, seluruh pelaporan pajak seperti faktur pajak, PPh, dan lainnya tetap dilakukan dengan menggunakan NPWP pusat, namun aktivitas bisnis di masing-masing cabang dapat diidentifikasi melalui NITKU tersebut.

NITKU adalah bentuk reformasi sistem perpajakan yang bertujuan menyederhanakan dan memusatkan administrasi wajib pajak dengan lebih efisien. Diberlakukannya kebijakan ini pada 1 Juli 2024 menandai babak baru dalam manajemen kepatuhan pajak di Indonesia. Dengan memahami fungsi, manfaat, serta prosedur mendapatkan NITKU, pelaku usaha diharapkan dapat lebih siap menghadapi era digitalisasi perpajakan.

Konsultasikan kebutuhan perpajakan usaha Anda dengan pihak yang kompeten untuk menghindari kesalahan administratif. Keberadaan konsultan pajak terpercaya seperti ISB Consultant akan sangat membantu dalam memastikan bahwa setiap langkah Anda sesuai dengan regulasi terbaru.

Baca juga: 7 Layanan Pajak DJP Bisa Diakses dengan NIK, NPWP 16 Digit & NITKU

The post NITKU: Fungsi, Regulasi & Prosedur Pengajuan appeared first on ISB Consultant.

]]>
5597
Pajak atas SBN: Kewajiban Investor dan Cara Pelaporannya https://isbconsultant.com/pajak-atas-sbn/ Wed, 07 May 2025 09:35:23 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5594 Investasi pada Surat Berharga Negara (SBN) semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama karena imbal hasilnya yang stabil dan jaminan dari pemerintah. Namun, di balik potensi keuntungannya, aspek perpajakan atas transaksi SBN sering kali menimbulkan pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang paling umum adalah: apakah penjualan SBN dikenakan pajak? Pertanyaan ini sangat penting terutama bagi investor […]

The post Pajak atas SBN: Kewajiban Investor dan Cara Pelaporannya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Investasi pada Surat Berharga Negara (SBN) semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama karena imbal hasilnya yang stabil dan jaminan dari pemerintah. Namun, di balik potensi keuntungannya, aspek perpajakan atas transaksi SBN sering kali menimbulkan pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang paling umum adalah: apakah penjualan SBN dikenakan pajak? Pertanyaan ini sangat penting terutama bagi investor yang ingin memastikan kepatuhan terhadap regulasi pajak dan mengoptimalkan hasil investasinya.

Dalam artikel ini, kami akan mengulas secara komprehensif perlakuan pajak terhadap penjualan Surat Berharga Negara (SBN). Artikel ini sangat relevan bagi Anda yang sedang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak, karena pemahaman yang akurat akan membantu dalam proses pelaporan dan perencanaan pajak yang efisien.

Mengenal Surat Berharga Negara (SBN)

Surat Berharga Negara (SBN) adalah instrumen keuangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah satu sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Secara umum, SBN dibagi menjadi dua jenis utama:

1. Surat Utang Negara (SUN)

Merupakan instrumen konvensional yang memberikan bunga atau kupon kepada pemegangnya. SUN terbagi lagi menjadi:

  • Surat Perbendaharaan Negara (SPN): Jangka waktu maksimal 12 bulan, bunga dibayar secara diskonto.
  • Obligasi Negara: Jangka waktu lebih dari 12 bulan, bunga dibayarkan secara berkala.

2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara

Berbasis prinsip syariah, memberikan imbal hasil sesuai akad. Terbagi menjadi:

  • Sukuk Jangka Pendek: Tenor di bawah 10 tahun.
  • Sukuk Jangka Panjang: Tenor lebih dari 10 tahun.

Ketentuan Pajak atas Surat Berharga Negara (SBN)

Dalam hal perpajakan, SBN diatur melalui beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

  • UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara
  • UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
  • UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  • PP No. 91 Tahun 2021 tentang PPh atas Bunga Obligasi

Berdasarkan ketentuan tersebut, yang menjadi objek pajak bukanlah kepemilikan SBN itu sendiri, melainkan penghasilan yang diperoleh dari SBN. Bentuk penghasilan tersebut mencakup:

  • Bunga atau Kupon: Imbal hasil yang dibayarkan secara berkala.
  • Diskonto: Selisih antara nilai nominal dengan harga beli.
  • Premium: Selisih antara harga jual dengan nilai nominal.
  • Imbalan Jaminan: Seperti bentuk asuransi yang menyertai penerbitan obligasi.

Apakah Penjualan SBN Dikenakan Pajak?

Pada prinsipnya, penjualan SBN tidak dikenakan pajak secara langsung. Artinya, transaksi jual beli SBN tidak serta merta memunculkan kewajiban pajak tambahan. Namun, perlakuan pajak tetap berlaku atas penghasilan dari SBN, tergantung dari:

1. Jenis SBN dan Perlakuan PPh

  • SBN dengan PPh Final: Jika bunga/kupon dari SBN sudah dipotong PPh Final 10%, maka keuntungan dari penjualan SBN (capital gain) tidak dikenakan pajak tambahan.
  • SBN yang belum dikenakan PPh Final: Jika belum dipotong PPh Final, maka keuntungan dari penjualan akan dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2) sebesar 10%.

2. Status Pajak Pemegang SBN

  • Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN): Umumnya hanya dikenakan PPh final atas bunga atau kupon.
  • Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN): Dapat dikenakan PPh atas keuntungan dari penjualan, tergantung pada ketentuan tax treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda).

3. Penjualan dengan Kerugian

Jika terjadi kerugian dalam penjualan SBN, kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya karena SBN berada dalam kategori penghasilan final.

Contoh Perhitungan Pajak atas Imbal Hasil SBN

Ibu Sari membeli Obligasi Negara senilai Rp100.000.000 dengan kupon 6,5% per tahun dan tenor 5 tahun. Selama lima tahun, ia akan menerima kupon setiap tahun sebesar:

Rp100.000.000 x 6,5% = Rp6.500.000 per tahun

Total imbal hasil selama 5 tahun: Rp6.500.000 x 5 = Rp32.500.000

PPh Final: Rp32.500.000 x 10% = Rp3.250.000

Jadi, Ibu Sari akan menerima total kupon bersih sebesar Rp29.250.000 selama 5 tahun setelah dipotong pajak.

Pentingnya Konsultasi Pajak bagi Investor SBN

Bagi para investor yang memiliki portofolio SBN cukup besar atau memiliki sumber penghasilan yang kompleks, perencanaan pajak yang tepat sangatlah krusial. Ketidaktahuan atau kesalahan pelaporan dapat menimbulkan risiko sanksi pajak, bahkan pemeriksaan.

Di sinilah pentingnya menggunakan layanan konsultasi pajak di Surabaya Barat yang profesional. Salah satu pilihan terpercaya adalah ISB Consultant, yang menawarkan pelayanan komprehensif mulai dari perencanaan pajak, pelaporan SPT, hingga pendampingan jika terjadi pemeriksaan. Dengan dukungan tim ahli yang berpengalaman dan pemahaman mendalam terhadap peraturan perpajakan terkini, ISB Consultant mampu memberikan solusi strategis bagi para investor agar tetap patuh dan efisien secara pajak.

Pelaporan SBN dalam SPT Tahunan

Setiap pemegang SBN wajib melaporkan kepemilikan dan penghasilan dari SBN dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Pelaporan dilakukan pada:

1. Bagian A: Penghasilan yang Dikenakan PPh Final

  • Cantumkan seluruh penghasilan bunga, kupon, diskonto, dan premi dari SBN.
  • Lampirkan bukti potong pajak yang diberikan oleh agen penjual atau bank kustodian.

2. Bagian B: Daftar Harta

  • Gunakan Kode Harta 034 untuk Obligasi Pemerintah.
  • Laporkan nilai nominal yang dimiliki pada akhir tahun pajak.

Penjualan Surat Berharga Negara (SBN) secara umum tidak dikenakan pajak secara langsung. Namun, penghasilan dari SBN, seperti kupon, bunga, diskonto, dan premi, merupakan objek pajak dan dikenakan PPh final sebesar 10%. Kepemilikan dan penghasilan dari SBN juga wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan untuk memastikan kepatuhan pajak yang baik.

Untuk meminimalkan risiko kesalahan dan memastikan pelaporan yang tepat, sangat disarankan untuk menggunakan jasa konsultan pajak berpengalaman seperti ISB Consultant, terutama bagi Anda yang berada di wilayah Surabaya Barat. Dengan bantuan profesional, Anda dapat berinvestasi dengan lebih tenang dan strategis.

Baca juga: Pengaruh Pajak pada Investasi Perusahaan

The post Pajak atas SBN: Kewajiban Investor dan Cara Pelaporannya appeared first on ISB Consultant.

]]>
5594
Cara Ajukan NPPN 2025 via Coretax DJP https://isbconsultant.com/cara-ajukan-nppn-2025-via-coretax-djp/ Tue, 06 May 2025 09:13:04 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5591 Menjelang tahun pajak 2025, para wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas harus mulai bersiap. Salah satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan adalah pengajuan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Batas waktu penyampaian pemberitahuan ini adalah 31 Maret 2025. Jika sampai terlewat, konsekuensinya cukup serius: wajib pajak dianggap menggunakan metode […]

The post Cara Ajukan NPPN 2025 via Coretax DJP appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menjelang tahun pajak 2025, para wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas harus mulai bersiap. Salah satu aspek penting yang tidak boleh diabaikan adalah pengajuan pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Batas waktu penyampaian pemberitahuan ini adalah 31 Maret 2025. Jika sampai terlewat, konsekuensinya cukup serius: wajib pajak dianggap menggunakan metode pembukuan secara default dan tidak lagi bisa menggunakan NPPN tanpa pemberitahuan lebih lanjut pada tahun-tahun berikutnya.

Artikel ini akan membahas secara lengkap dan mendalam mengenai NPPN, termasuk syarat penggunaannya, cara pengajuan secara daring melalui Coretax DJP, hingga contoh perhitungan dan pentingnya peran konsultan pajak dalam mendampingi proses pelaporan pajak dengan tepat. Artikel ini sangat relevan bagi para pelaku usaha skala kecil hingga menengah yang mencari solusi praktis dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Apa Itu Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)?

Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau disingkat NPPN merupakan metode penghitungan penghasilan neto berdasarkan persentase tertentu dari penghasilan bruto. NPPN menjadi alternatif bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) yang ingin menyederhanakan pelaporan pajaknya tanpa harus menyusun pembukuan secara penuh dan kompleks.

Dasar hukum NPPN diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diperbarui oleh Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021. Implementasi teknisnya dijabarkan lebih lanjut dalam PER-17/PJ/2015, yang mengatur bahwa wajib pajak yang tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN tepat waktu akan dianggap menggunakan pembukuan secara permanen.

Siapa yang Dapat Menggunakan NPPN?

Tidak semua wajib pajak orang pribadi berhak menggunakan NPPN. Adapun kriteria yang harus dipenuhi meliputi:

  • Wajib pajak adalah orang pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
  • Jumlah penghasilan bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar per tahun.
  • Tidak menyelenggarakan pembukuan secara lengkap.

Jika wajib pajak telah memilih metode pembukuan atau tidak menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN hingga batas waktu yang ditentukan (31 Maret 2025), maka ia dianggap menetapkan pembukuan sebagai metode pelaporan, dan tidak dapat beralih kembali ke NPPN tanpa pemberitahuan baru di tahun berikutnya.

Mengapa Memilih NPPN Bisa Menguntungkan?

NPPN memberikan berbagai keuntungan, terutama bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Dengan menggunakan NPPN, wajib pajak cukup mengacu pada norma penghitungan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) dan wilayah tempat usaha terdaftar. Norma-norma ini berkisar antara 12,5% hingga 60% tergantung jenis usaha dan lokasi.

Misalnya, jika seseorang menjalankan usaha toko kelontong di wilayah Jawa Tengah dengan omzet tahunan sebesar Rp400 juta, dan norma penghitungan yang berlaku adalah 30%, maka penghasilan neto yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah:

Rp400.000.000 x 30% = Rp120.000.000

Penghasilan neto inilah yang nantinya dikenai tarif PPh sesuai Pasal 17 UU PPh, setelah dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku.

Prosedur Pengajuan NPPN Melalui Coretax DJP

Pengajuan pemberitahuan penggunaan NPPN kini dapat dilakukan secara daring melalui sistem Coretax DJP, memberikan kemudahan akses bagi wajib pajak di seluruh Indonesia. Berikut langkah-langkahnya:

  1. Masuk ke portal resmi DJP di https://coretaxdjp.pajak.go.id.
  2. Login menggunakan NPWP dan kata sandi yang telah terdaftar.
  3. Pastikan wajib pajak telah memiliki kode otorisasi atau sertifikat elektronik.
  4. Pilih menu “Layanan Wajib Pajak” > “Layanan Administrasi” > “Buat Permohonan Layanan Administrasi”.
  5. Pilih jenis layanan “AS.04 Pemberitahuan Penggunaan NPPN dan Pembukuan Stelsel Kas”.
  6. Lanjutkan dengan memilih “AS.04-01 Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)”.
  7. Isi formulir yang tersedia dengan lengkap dan benar.
  8. Setelah itu, masuk ke alur kasus untuk melengkapi seluruh tahapan isian.
  9. Klik “Submit” untuk menyelesaikan proses.

Alternatif lainnya, pengajuan juga dapat dilakukan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar melalui loket Tempat Pelayanan Terpadu (TPT), dengan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan.

Contoh Perhitungan Pajak Menggunakan NPPN

Sebagai ilustrasi, berikut contoh perhitungan pajak untuk seorang dokter praktik yang menjalankan pekerjaan bebas di Surakarta:

  • Omzet Bruto Tahun 2024: Rp720.000.000
  • Norma Penghitungan: 50%

Penghasilan Neto: Rp720.000.000 x 50% = Rp360.000.000

PTKP (Wajib Pajak tidak kawin tanpa tanggungan): Rp54.000.000

Penghasilan Kena Pajak: Rp360.000.000 – Rp54.000.000 = Rp306.000.000

PPh Terutang:

  • 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
  • 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000
  • 25% x Rp46.000.000 = Rp11.500.000

Total PPh Terutang: Rp44.500.000

Bagi Anda yang berdomisili di wilayah Surakarta dan ingin memastikan pelaporan pajak dilakukan dengan benar, tepat waktu, serta sesuai peraturan perpajakan terbaru, ISB Consultant hadir sebagai solusi profesional dalam mendampingi Anda. Layanan kami dalam hal konsultasi pelaporan pajak di Surakarta telah membantu berbagai kalangan pelaku usaha dalam menyusun strategi perpajakan yang efisien dan sah. Dengan pendekatan yang humanis dan berbasis pada regulasi terkini, kami siap menjadi mitra Anda dalam meraih kepastian hukum dan efisiensi fiskal.

Risiko Jika Terlambat Menyampaikan Pemberitahuan NPPN

Jika batas waktu 31 Maret 2025 terlewat tanpa pengajuan pemberitahuan, maka:

  • Wajib pajak dianggap memilih metode pembukuan.
  • Harus menyusun laporan keuangan yang memenuhi standar akuntansi.
  • Tidak dapat kembali menggunakan NPPN tanpa pemberitahuan ulang pada tahun pajak selanjutnya.
  • Berisiko dikenai sanksi administrasi apabila terjadi kesalahan dalam pembukuan.

Hal ini tentu akan meningkatkan beban administratif, terutama bagi pelaku usaha kecil yang tidak memiliki sistem akuntansi yang memadai.

Pemilihan metode penghitungan penghasilan neto memiliki dampak signifikan terhadap kepatuhan pajak dan efisiensi administrasi wajib pajak orang pribadi. NPPN menawarkan kemudahan dan kepraktisan, namun hanya bisa digunakan jika pemberitahuan disampaikan tepat waktu. Oleh karena itu, penting untuk tidak menunda proses pengajuan dan mempertimbangkan pendampingan dari konsultan pajak yang terpercaya agar seluruh proses berjalan sesuai regulasi.

Jangan tunggu hingga menjelang tenggat waktu! Segera konsultasikan kebutuhan perpajakan Anda kepada profesional agar tidak terjebak dalam kerumitan administratif yang sebenarnya bisa dihindari.

Baca juga: Cara Menggunakan Simulator Coretax, Fitur & Manfaatnya

The post Cara Ajukan NPPN 2025 via Coretax DJP appeared first on ISB Consultant.

]]>
5591
Tarif Bunga Sanksi Pajak Mei 2025: Penjelasan & Dampaknya https://isbconsultant.com/tarif-bunga-sanksi-pajak-mei-2025/ Mon, 05 May 2025 08:52:07 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5586 Memasuki bulan Mei 2025, para pelaku usaha dan Wajib Pajak perlu memperbarui informasi mengenai kebijakan perpajakan yang berlaku, khususnya terkait tarif bunga sanksi administratif dan imbalan bunga pajak. Keputusan Menteri Keuangan No. 6/MK/KF/2025 telah resmi menetapkan besaran tarif tersebut untuk periode 1 hingga 31 Mei 2025. Informasi ini sangat penting untuk diketahui, terutama oleh mereka […]

The post Tarif Bunga Sanksi Pajak Mei 2025: Penjelasan & Dampaknya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Memasuki bulan Mei 2025, para pelaku usaha dan Wajib Pajak perlu memperbarui informasi mengenai kebijakan perpajakan yang berlaku, khususnya terkait tarif bunga sanksi administratif dan imbalan bunga pajak. Keputusan Menteri Keuangan No. 6/MK/KF/2025 telah resmi menetapkan besaran tarif tersebut untuk periode 1 hingga 31 Mei 2025. Informasi ini sangat penting untuk diketahui, terutama oleh mereka yang tengah menghadapi proses restitusi atau mengalami keterlambatan pelaporan maupun pembayaran kewajiban pajak.

Pemahaman yang menyeluruh terhadap tarif bunga ini dapat mencegah timbulnya sanksi yang tidak perlu dan membantu dalam menyusun strategi perencanaan pajak yang lebih baik. Bagi Wajib Pajak yang menggunakan jasa konsultan, informasi ini menjadi acuan krusial dalam pengambilan keputusan finansial, termasuk perhitungan potensi denda dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari negara.

Dasar Hukum Penetapan Tarif Bunga Sanksi dan Imbalan Bunga Pajak

Tarif bunga untuk sanksi administratif dan imbalan bunga ditentukan berdasarkan perhitungan yang melibatkan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) ditambah dengan uplift factor, kemudian dibagi 12. Perhitungan ini dilakukan setiap bulan dan dikoordinasikan oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) di bawah Kementerian Keuangan. Penyesuaian tarif ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan sekaligus menjaga keseimbangan fiskal negara.

Keputusan Menteri Keuangan No. 6/MK/KF/2025 mencerminkan penyesuaian terkini yang berlaku hanya untuk bulan Mei 2025. Tarif yang ditetapkan dapat berubah setiap bulan tergantung pada kondisi ekonomi makro dan kebijakan moneter nasional.

Rincian Tarif Bunga Sanksi Administratif Mei 2025

Berikut adalah tarif bunga sanksi administratif berdasarkan pasal-pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP):

  • Pasal 19 ayat (1), (2), dan (3): 0,58% per bulan.
  • Pasal 8 ayat (2) dan (2a), Pasal 9 ayat (2a) dan (2b), Pasal 14 ayat (3): 1,00% per bulan.
  • Pasal 8 ayat (5): 1,42% per bulan (naik tipis dari 1,41% pada April 2025).
  • Pasal 13 ayat (2) dan (2a): 1,83% per bulan.
  • Pasal 13 ayat (3b): 2,25% per bulan.

Setiap pasal tersebut mengatur jenis pelanggaran atau keterlambatan yang berbeda, mulai dari pembetulan SPT, pengungkapan ketidakbenaran oleh Wajib Pajak, hingga penetapan kekurangan pajak oleh DJP. Perbedaan tarif ini mencerminkan tingkat pelanggaran serta urgensi dari pemenuhan kewajiban yang dilanggar.

Tarif Imbalan Bunga untuk Restitusi Pajak Mei 2025

Wajib Pajak yang berhak menerima restitusi atas kelebihan pembayaran pajak juga memperoleh imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian dari pemerintah. Untuk periode Mei 2025, tarif imbalan bunga ditetapkan sebesar 0,58% per bulan, sama dengan tarif pada bulan sebelumnya. Imbalan ini diberikan secara proporsional sesuai jumlah hari keterlambatan dan besaran kelebihan pembayaran yang dikembalikan.

Ketentuan ini mencakup:

  • Pasal 11 ayat (3)
  • Pasal 17B ayat (3) dan (4)
  • Pasal 27B ayat (4)

Sebagai contoh, apabila seorang Wajib Pajak mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran PPh senilai Rp150.000.000, dan pengembalian oleh negara terlambat selama 30 hari, maka imbalan bunga yang diterima adalah:

0,58% x (30/30) x Rp150.000.000 = Rp870.000

Perhitungan ini memberikan gambaran bahwa restitusi bukan hanya hak atas pengembalian, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap kepentingan finansial Wajib Pajak.

Contoh Perhitungan Denda Sanksi Pajak

Misalnya, seorang Wajib Pajak melaporkan pajaknya terlambat dan dikenai sanksi sesuai Pasal 13 ayat (2), dengan nilai kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp250.000.000, dan keterlambatan selama satu bulan. Maka denda yang dikenakan adalah:

1,83% x 1 x Rp250.000.000 = Rp4.575.000

Dari perhitungan ini, terlihat bahwa akumulasi bunga sanksi dapat berdampak signifikan terhadap kewajiban pembayaran apabila tidak ditangani segera. Oleh karena itu, penting bagi Wajib Pajak untuk melakukan perencanaan pajak yang tepat dan disiplin.

Menghadapi dinamika tarif bunga pajak yang dapat berubah setiap bulan, kehadiran konsultan pajak menjadi solusi strategis untuk menghindari risiko denda dan memaksimalkan hak atas restitusi. Bagi Wajib Pajak di kota besar seperti Surabaya, memahami struktur tarif pajak terkini dapat terasa rumit tanpa pendampingan profesional. Di sinilah peran penting jasa konsultan pajak seperti ISB Consultant.

Jika Anda sedang mencari solusi perencanaan dan pelaporan pajak yang efisien, memahami biaya konsultan pajak Surabaya terbaru menjadi bagian dari langkah awal yang bijak. ISB Consultant, sebagai salah satu penyedia jasa konsultan pajak terpercaya di Surabaya, menawarkan layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi perpajakan klien, baik individu maupun badan usaha. Dengan pengalaman dan pemahaman mendalam atas regulasi terkini, ISB Consultant siap membantu Anda dalam proses koreksi, restitusi, hingga penyusunan strategi kepatuhan pajak yang optimal.

Baca juga: Panduan Tarif Bunga Sanksi Pajak April 2025

The post Tarif Bunga Sanksi Pajak Mei 2025: Penjelasan & Dampaknya appeared first on ISB Consultant.

]]>
5586
Pajak Platform Streaming: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung https://isbconsultant.com/pajak-platform-streaming/ Fri, 02 May 2025 08:34:02 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5576 Dalam era digital yang berkembang pesat ini, platform streaming seperti YouTube, TikTok, Twitch, hingga Spotify telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya sebagai sumber hiburan, platform ini juga membuka peluang besar bagi individu untuk menghasilkan pendapatan melalui konten digital. Namun, di balik peluang tersebut, ada kewajiban perpajakan yang sering kali luput dari perhatian […]

The post Pajak Platform Streaming: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam era digital yang berkembang pesat ini, platform streaming seperti YouTube, TikTok, Twitch, hingga Spotify telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Tidak hanya sebagai sumber hiburan, platform ini juga membuka peluang besar bagi individu untuk menghasilkan pendapatan melalui konten digital. Namun, di balik peluang tersebut, ada kewajiban perpajakan yang sering kali luput dari perhatian para kreator konten.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa pendapatan dari aktivitas di platform streaming termasuk dalam objek pajak. Oleh karena itu, penting bagi kreator dan pelaku usaha digital untuk memahami secara menyeluruh tentang pajak yang dikenakan atas pendapatan ini. Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai pengertian pajak platform streaming, jenis pendapatan yang dikenakan pajak, tarif yang berlaku, serta contoh perhitungan pajaknya.

Pengertian Pajak Platform Streaming

Pajak platform streaming adalah kewajiban perpajakan yang dikenakan atas setiap penghasilan yang diperoleh individu atau badan usaha dari aktivitas membuat dan mendistribusikan konten digital melalui media streaming, baik secara langsung (live) maupun tidak langsung (on demand). Pendapatan ini termasuk dalam cakupan objek pajak penghasilan (PPh) yang wajib dilaporkan dan dibayarkan sesuai dengan ketentuan perpajakan di Indonesia.

Pengenaan pajak ini bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor ekonomi digital yang terus berkembang. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara sektor konvensional dan sektor digital.

Jenis Pendapatan dari Platform Streaming

Pendapatan dari aktivitas streaming dapat berasal dari berbagai sumber. Berikut ini beberapa jenis pendapatan yang dikenakan pajak:

1. Pendapatan Iklan (Ad Revenue)

Penghasilan yang diperoleh dari iklan yang ditayangkan pada konten streaming, baik iklan sebelum, selama, atau sesudah video.

2. Langganan (Subscription)

Pendapatan yang diperoleh dari pengguna yang membayar biaya berlangganan untuk mengakses konten eksklusif atau premium.

3. Sponsor dan Endorsement

Kerjasama dengan merek atau perusahaan untuk mempromosikan produk atau layanan dalam konten yang dibuat.

4. Donasi dan Virtual Gift

Sumbangan langsung dari penonton dalam bentuk uang atau hadiah virtual yang diberikan selama live streaming.

5. Penjualan Produk (Merchandise)

Penghasilan dari penjualan barang-barang yang berkaitan dengan identitas atau brand kreator konten.

Semua jenis pendapatan ini harus dicatat dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Tarif Pajak yang Berlaku

Tarif pajak yang dikenakan atas pendapatan dari platform streaming tergantung pada status subjek pajak:

  • Orang Pribadi:
    • Menggunakan tarif PPh final 0,5% dari omzet bruto apabila menggunakan skema UMKM dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar per tahun.
    • Menggunakan tarif progresif sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) apabila tidak menggunakan skema PPh Final.
  • Badan Usaha:
    • Tarif PPh Badan sebesar 22% dari laba kena pajak.

Selain PPh, platform asing yang menyediakan layanan digital kepada konsumen Indonesia wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%.

Mengelola pajak atas pendapatan streaming bukanlah hal yang sederhana, apalagi jika pendapatan berasal dari berbagai sumber dan platform. Di tengah kompleksitas ini, menggunakan jasa konsultan penghematan pajak di Malang menjadi solusi yang tepat.

ISB Consultant hadir sebagai mitra terpercaya yang siap membantu Anda dalam mengoptimalkan beban pajak sekaligus menjaga kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan. Dengan pengalaman luas dan pendekatan profesional, isbconsultant.com menyediakan layanan konsultasi pajak digital yang sesuai dengan kebutuhan industri kreator konten masa kini. Jangan biarkan urusan pajak menghambat perkembangan karier digital Anda; percayakan pada pihak yang berpengalaman.

Contoh Cara Hitung Pajak Platform Streaming

Agar lebih memahami bagaimana pajak dihitung, berikut ini contoh perhitungan sederhana:

Contoh Kasus: Seorang kreator konten memperoleh penghasilan bruto dari berbagai sumber di platform streaming selama satu tahun sebagai berikut:

  • Pendapatan Iklan: Rp120.000.000
  • Pendapatan Langganan: Rp30.000.000
  • Pendapatan Sponsorship: Rp50.000.000

Total pendapatan bruto = Rp200.000.000

Karena omzet tahunan kreator ini masih di bawah Rp4,8 miliar, ia dapat menggunakan skema PPh Final UMKM dengan tarif 0,5%.

Perhitungan PPh Final:

PPh Final = 0,5% x Rp200.000.000 = Rp1.000.000

Artinya, kewajiban pajak yang harus dibayarkan kreator tersebut adalah sebesar Rp1.000.000 untuk satu tahun pajak.

Apabila kreator tidak memilih skema PPh Final dan menggunakan tarif progresif, maka penghasilan kena pajak akan dikenakan tarif mulai dari 5% untuk lapisan penghasilan terendah sesuai ketentuan yang berlaku.

Tantangan dalam Pelaksanaan Pajak Platform Streaming

Meskipun sudah ada dasar hukum yang jelas, pelaksanaan pajak atas pendapatan dari platform streaming menghadapi berbagai tantangan, antara lain:

  • Rendahnya tingkat kesadaran dan literasi perpajakan di kalangan kreator konten.
  • Kompleksitas dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasikan berbagai sumber pendapatan.
  • Minimnya regulasi teknis spesifik terkait profesi kreator konten.

Maka dari itu, edukasi dan pendampingan secara terus-menerus sangat diperlukan agar kepatuhan pajak di sektor ini bisa meningkat.

Pendapatan dari platform streaming kini menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun, di balik peluang yang menggiurkan, ada tanggung jawab perpajakan yang harus dipenuhi oleh para pelaku industri ini. Pemahaman yang baik tentang pengertian, jenis, tarif, dan cara menghitung pajak platform streaming akan membantu kreator konten menjalankan usahanya secara profesional dan patuh hukum.

Mengelola pajak dengan bijak bukan hanya menghindarkan dari masalah hukum, tetapi juga mendukung perkembangan karier digital secara berkelanjutan. Dengan demikian, menggunakan jasa konsultan pajak profesional seperti ISB Consultant menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa semua kewajiban perpajakan Anda terpenuhi dengan tepat.

Baca juga: Jenis, Tarif, & Contoh Cara Hitung Pajak Pemain e-Sport

The post Pajak Platform Streaming: Jenis, Tarif & Contoh Cara Hitung appeared first on ISB Consultant.

]]>
5576
Peran Pajak Hijau dan Green Accounting dalam Pembangunan Berkelanjutan Indonesia https://isbconsultant.com/peran-pajak-hijau-dan-green-accounting/ Thu, 01 May 2025 08:12:58 +0000 https://isbconsultant.com/?p=5570 Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran global akan pentingnya menjaga lingkungan semakin menguat. Indonesia, sebagai negara berkembang dengan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, mulai mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam kebijakan fiskal dan akuntansi melalui penerapan pajak hijau dan green accounting. Strategi ini tidak hanya bertujuan mengurangi dampak negatif aktivitas ekonomi terhadap lingkungan, tetapi juga menjadi langkah strategis […]

The post Peran Pajak Hijau dan Green Accounting dalam Pembangunan Berkelanjutan Indonesia appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam beberapa dekade terakhir, kesadaran global akan pentingnya menjaga lingkungan semakin menguat. Indonesia, sebagai negara berkembang dengan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan, mulai mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam kebijakan fiskal dan akuntansi melalui penerapan pajak hijau dan green accounting. Strategi ini tidak hanya bertujuan mengurangi dampak negatif aktivitas ekonomi terhadap lingkungan, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan mengadopsi pajak hijau dan praktik green accounting, Indonesia menunjukkan keseriusan dalam mendukung target global seperti Paris Agreement dan Net Zero Emission 2050. Selain itu, transformasi ini membuka peluang baru bagi dunia usaha untuk berinovasi, meningkatkan reputasi, dan meraih insentif fiskal. Lalu, bagaimana sebenarnya penerapan pajak hijau dan green accounting di Indonesia? Mari kita ulas lebih dalam.

Apa Itu Pajak Hijau?

Pajak hijau atau green tax merupakan instrumen kebijakan fiskal yang dikenakan terhadap aktivitas atau produk yang berpotensi merusak lingkungan. Tujuan utama pajak hijau adalah untuk memberikan sinyal harga kepada pelaku ekonomi agar beralih kepada kegiatan yang lebih ramah lingkungan. Melalui mekanisme ini, pemerintah berharap dapat menginternalisasi biaya eksternal atas kerusakan lingkungan.

Jenis Pajak Hijau di Indonesia:

  • Pajak Karbon Pajak ini dikenakan atas emisi karbon dari sektor industri, energi, dan transportasi. Misalnya, perusahaan pembangkit listrik tenaga batu bara wajib membayar pajak berdasarkan jumlah emisi karbon yang dihasilkan.
  • Pajak Energi Berlaku pada konsumsi bahan bakar fosil seperti bensin, solar, dan gas alam. Tujuannya adalah untuk mendorong efisiensi energi serta penggunaan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
  • Pajak Limbah Diberlakukan atas produksi dan pembuangan limbah industri dan rumah tangga. Hal ini mendorong perusahaan untuk mengurangi limbah melalui inovasi teknologi daur ulang.

Apa Itu Green Accounting?

Green accounting, atau akuntansi hijau, adalah sistem akuntansi yang mengintegrasikan aspek lingkungan ke dalam laporan keuangan perusahaan. Pendekatan ini bertujuan memberikan informasi transparan mengenai dampak lingkungan dari kegiatan operasional bisnis serta upaya yang dilakukan untuk mengelolanya.

Regulasi yang Mendukung Green Accounting di Indonesia:

  • PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
  • Standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang didorong oleh OJK melalui penyusunan laporan keberlanjutan bagi perusahaan publik.

Implementasi Pajak Hijau di Indonesia

Contoh Nyata:

  • Pajak Karbon pada Sektor Energi Sebagai contoh, PLTU berbasis batu bara dikenakan pajak karbon sebesar Rp30.000 per ton CO2 yang dihasilkan. Dengan pajak ini, perusahaan terdorong untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih, seperti biomassa atau tenaga air.
  • Pajak Kendaraan Bermotor Berbasis Emisi Tarif pajak kendaraan kini dihitung berdasarkan emisi CO2 yang dihasilkan, bukan hanya kapasitas mesin. Misalnya, mobil listrik mendapatkan tarif pajak yang jauh lebih rendah dibandingkan mobil berbahan bakar bensin.
  • Insentif Industri Hijau Perusahaan manufaktur yang menggunakan energi terbarukan bisa mendapatkan potongan PPh Badan hingga 100% selama lima tahun berturut-turut.

Penerapan Green Accounting di Perusahaan

Praktik green accounting kini mulai diadopsi oleh berbagai perusahaan besar di Indonesia, seperti perusahaan tambang, energi, dan manufaktur.

Bentuk Penerapannya:

  • Penyusunan Sustainability Report Berisi data emisi, penggunaan energi, pengelolaan limbah, hingga program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
  • Integrasi Biaya Lingkungan dalam Laporan Keuangan Misalnya, biaya pemulihan lahan pasca-tambang atau investasi dalam instalasi pengolahan limbah dicatat sebagai bagian dari pengeluaran operasional.
  • Pengukuran Risiko Lingkungan Risiko seperti bencana alam akibat perubahan iklim dimasukkan dalam analisis risiko keuangan perusahaan.

Penerapan pajak hijau dan green accounting tidak hanya membutuhkan pemahaman mendalam tentang regulasi yang berlaku, tetapi juga strategi optimal untuk memanfaatkan insentif fiskal. Dalam hal ini, bekerja sama dengan konsultan pajak profesional menjadi solusi terbaik.

Mencari konsultan hemat pajak di Semarang yang berpengalaman dalam pengelolaan pajak hijau dan green accounting? ISB Consultant hadir untuk Anda. Dengan pendekatan berbasis riset, tim isbconsultant.com siap membantu perusahaan Anda dalam menyusun strategi pajak yang efisien, memastikan kepatuhan terhadap regulasi, sekaligus memaksimalkan peluang insentif hijau. Tidak hanya mengoptimalkan beban pajak, kami juga mendukung perusahaan Anda dalam perjalanan menuju bisnis yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Beberapa Hambatan yang Dihadapi:

  • Kurangnya Kesadaran Dunia Usaha
    Banyak pelaku usaha masih memandang pajak hijau sebagai beban tambahan, bukan sebagai investasi jangka panjang.
  • Minimnya Regulasi untuk UMKM
    Saat ini, regulasi lebih banyak menyasar perusahaan besar, sedangkan UMKM yang jumlahnya sangat besar di Indonesia belum mendapatkan panduan teknis yang memadai.
  • Keterbatasan Infrastruktur
    Implementasi teknologi energi bersih dan sistem monitoring lingkungan membutuhkan investasi yang cukup besar.
  • Tantangan Ekonomi
    Kebutuhan untuk menjaga daya saing membuat beberapa sektor industri masih enggan beralih ke praktik ramah lingkungan yang biayanya lebih tinggi.

Arah Masa Depan Pajak Hijau dan Green Accounting di Indonesia

  • Ekspansi Pajak Karbon
    Pemerintah berencana memperluas cakupan pajak karbon ke sektor transportasi, agrikultur, dan manufaktur.
  • Dukungan untuk UMKM
    Program bantuan teknis dan insentif fiskal untuk mendorong UMKM bertransformasi menjadi bisnis hijau.
  • Kolaborasi Investasi Hijau
    Peningkatan kerjasama antara sektor swasta, pemerintah, dan lembaga keuangan dalam mendanai proyek berbasis ESG.
  • Adopsi Standar Global
    Penyelarasan laporan keberlanjutan dengan standar internasional seperti Global Reporting Initiative (GRI) dan Sustainability Accounting Standards Board (SASB).

Pajak hijau dan green accounting menjadi fondasi penting dalam membangun masa depan keuangan yang berkelanjutan di Indonesia. Dengan strategi yang tepat, implementasi ini bukan hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga meningkatkan daya saing dan keberlanjutan bisnis. Melalui sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam menciptakan ekonomi hijau yang inklusif dan berdaya saing tinggi.

Baca juga: Tantangan & Peluang Regulasi Baru Pajak Migas 2025

The post Peran Pajak Hijau dan Green Accounting dalam Pembangunan Berkelanjutan Indonesia appeared first on ISB Consultant.

]]>
5570