evinkaw, Author at ISB Consultant Jasa Konsultan Pajak & Akuntansi Sun, 31 Aug 2025 08:34:37 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://i0.wp.com/isbconsultant.com/wp-content/uploads/2021/10/favicon.png?fit=32%2C32&ssl=1 evinkaw, Author at ISB Consultant 32 32 196301377 8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan https://isbconsultant.com/jenis-pengecualian-objek-pph-perusahaan/ Thu, 04 Sep 2025 08:25:50 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6096 Membicarakan kewajiban perpajakan bagi badan usaha sering kali identik dengan hitung-hitungan rumit, laporan berlapis, dan regulasi yang ketat. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua penghasilan yang diterima badan usaha wajib dikenakan Pajak Penghasilan (PPh)? Ada kategori penghasilan tertentu yang secara tegas dikecualikan dari objek pajak, dan hal ini penting dipahami agar perusahaan tidak salah langkah […]

The post 8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Membicarakan kewajiban perpajakan bagi badan usaha sering kali identik dengan hitung-hitungan rumit, laporan berlapis, dan regulasi yang ketat. Namun, tahukah Anda bahwa tidak semua penghasilan yang diterima badan usaha wajib dikenakan Pajak Penghasilan (PPh)?

Ada kategori penghasilan tertentu yang secara tegas dikecualikan dari objek pajak, dan hal ini penting dipahami agar perusahaan tidak salah langkah dalam menyusun laporan SPT Tahunan.

Pemahaman yang tepat mengenai daftar penghasilan bukan objek PPh akan membantu wajib pajak badan menyusun laporan yang lebih efisien, menghindari kesalahan pelaporan, serta memastikan kepatuhan sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Artikel ini akan membahas secara mendalam jenis-jenis penghasilan tersebut, dasar hukumnya, hingga bagaimana pengisiannya dalam formulir SPT Tahunan melalui sistem Coretax.

Pentingnya Memahami Penghasilan Bukan Objek PPh

Dalam konteks pelaporan pajak, istilah “penghasilan bukan objek PPh” berarti jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan karena alasan tertentu. Pengecualian ini bukan tanpa alasan, melainkan telah diatur secara jelas dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang PPh beserta regulasi turunannya.

Bagi perusahaan atau organisasi, pemahaman ini sangat penting karena berdampak langsung terhadap kewajiban pajak yang harus dipenuhi. Kesalahan dalam mengklasifikasikan penerimaan bisa berujung pada koreksi pajak, sanksi administrasi, bahkan pemeriksaan oleh otoritas pajak.

Jenis Penghasilan Bukan Objek PPh untuk Wajib Pajak Badan

Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang termasuk dalam kategori bukan objek pajak bagi wajib pajak badan:

1. Bantuan, Sumbangan dan Hibah

Jenis penghasilan ini termasuk harta hibahan maupun sumbangan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial (termasuk yayasan), dan koperasi.

Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yakni tidak adanya hubungan usaha atau kepemilikan di antara pihak yang terlibat. Selain itu, badan penerima harus beroperasi sesuai tujuan sosial atau pendidikan tanpa mencari keuntungan.

2. Setoran Modal (Inbreng)

Harta atau setoran tunai yang diterima sebagai pengganti saham atau penyertaan modal tidak dikenakan pajak. Misalnya, ketika seorang pemegang saham menyetor tanah atau bangunan sebagai modal ke dalam sebuah perseroan terbatas, maka penerimaan tersebut tidak menjadi objek PPh.

3. Dividen atau Penghasilan Sejenis

Dividen yang diterima wajib pajak badan dalam negeri kini dikecualikan dari objek PPh, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun, untuk dividen luar negeri, terdapat syarat khusus yakni harus diinvestasikan kembali di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

4. Iuran Dana Pensiun

Dana pensiun yang telah mendapatkan pengesahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak dikenakan pajak atas iuran yang diterima dari pemberi kerja maupun peserta. Hal ini termasuk hasil investasi dana tersebut selama ditempatkan di sektor-sektor tertentu yang diatur dalam regulasi.

5. Penghasilan dari Investasi Dana Pensiun

Selain iuran, penghasilan yang diperoleh dana pensiun dari modal yang ditanamkan pada sektor tertentu juga termasuk penghasilan bukan objek PPh. Hal ini untuk mendukung kesinambungan manfaat dana pensiun bagi para peserta di masa mendatang.

6. Bagian Laba Perusahaan Modal Ventura

Perusahaan Modal Ventura (PMV) juga memperoleh pengecualian atas bagian laba yang diterima dari perusahaan pasangan usaha. Syaratnya, perusahaan tersebut termasuk dalam kategori usaha mikro, kecil, atau menengah, atau bergerak di sektor tertentu yang tidak diperdagangkan di bursa efek.

7. Sisa Lebih Badan atau Lembaga Nirlaba

Badan atau lembaga nirlaba di bidang pendidikan dan penelitian yang memperoleh sisa lebih kegiatan juga mendapatkan pengecualian. Namun, syaratnya sisa lebih tersebut harus digunakan kembali untuk pembangunan sarana prasarana pendidikan atau penelitian dalam jangka waktu empat tahun.

8. Dana Setoran BPIH dan Keuangan Haji

Dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) serta pengelolaan dana haji oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga dikecualikan dari objek PPh. Hal ini sesuai dengan peraturan terbaru mengenai pengelolaan dana haji.

Contoh Kasus Pengisian di SPT Tahunan

Misalnya, sebuah yayasan pendidikan menerima sumbangan sebesar Rp500.000.000 dari pihak donatur. Sepanjang yayasan tersebut memenuhi syarat, maka penerimaan tersebut tidak dikenakan PPh.

Dalam SPT Tahunan Badan, penerimaan ini dicatat di Lampiran 4 Bagian B pada sistem Coretax sebagai penghasilan bukan objek pajak.

Contoh lain, sebuah perusahaan modal ventura menerima bagian laba sebesar Rp2.000.000.000 dari perusahaan mikro yang menjadi pasangan usahanya. Karena memenuhi syarat sebagai perusahaan yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek, penerimaan tersebut juga masuk kategori bukan objek pajak.

Haruskah Gunakan Konsultan Pajak?

Pengisian daftar penghasilan bukan objek pajak memerlukan ketelitian tinggi, terutama dalam mencocokkan dengan dasar hukum dan regulasi terkait. Tidak sedikit wajib pajak badan yang mengalami kebingungan saat harus mengisi Lampiran 4 Bagian B karena kompleksitas persyaratan yang berlaku.

Peran konsultan pajak dalam hal ini tidak bisa dianggap sepele. Dengan adanya pendampingan dari tenaga profesional, perusahaan dapat meminimalkan potensi kesalahan administratif sekaligus memastikan seluruh laporan disusun sesuai regulasi perpajakan yang berlaku.

Bagi Anda yang membutuhkan bantuan, ISB Consultant hadir sebagai salah satu konsultan pajak terdekat di Jogja dengan layanan yang mengutamakan proses cepat dan akurat. Sehingga perusahaan Anda dapat fokus pada pengembangan profit tanpa harus terbebani dengan detail teknis perpajakan.

Kepatuhan Pajak Badan adalah Prioritas

Kepatuhan dalam melaporkan penghasilan bukan objek pajak tidak hanya menjaga reputasi perusahaan, tetapi juga memberikan rasa aman ketika menghadapi pemeriksaan.

Otoritas pajak memiliki sistem yang semakin canggih untuk mendeteksi ketidaksesuaian data, sehingga akurasi dan transparansi pelaporan menjadi hal yang wajib dijaga.

Selain itu, pemanfaatan ketentuan penghasilan bukan objek pajak juga dapat membantu perusahaan dalam efisiensi keuangan. Dengan tidak dikenakannya pajak pada jenis penerimaan tertentu, perusahaan memiliki ruang lebih luas untuk mengalokasikan dana bagi kegiatan produktif lainnya.

Baca juga: 15 Jasa Tidak Kena Pajak PPN, Kok Bisa?

The post 8 Jenis Pengecualian Objek PPh untuk Perusahaan appeared first on ISB Consultant.

]]>
6096
Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional https://isbconsultant.com/dampak-kenaikan-ptkp-bagi-buruh-perusahaan-ekonomi-nasional/ Wed, 03 Sep 2025 08:08:41 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6093 Perbincangan mengenai kesejahteraan buruh dan pekerja selalu hangat dibicarakan, terutama ketika menyentuh aspek penghasilan bersih yang dapat mereka nikmati. Di tengah kondisi ekonomi yang kian menantang, isu mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi salah satu tuntutan utama serikat buruh. Tidak hanya karena berkaitan dengan pajak yang dibayarkan, tetapi juga menyangkut daya beli, konsumsi […]

The post Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perbincangan mengenai kesejahteraan buruh dan pekerja selalu hangat dibicarakan, terutama ketika menyentuh aspek penghasilan bersih yang dapat mereka nikmati. Di tengah kondisi ekonomi yang kian menantang, isu mengenai kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi salah satu tuntutan utama serikat buruh.

Tidak hanya karena berkaitan dengan pajak yang dibayarkan, tetapi juga menyangkut daya beli, konsumsi rumah tangga, hingga perputaran ekonomi nasional.

Kenaikan PTKP tidak semata-mata berarti pengurangan kewajiban pajak, melainkan juga memberikan ruang lebih luas bagi pekerja untuk mengalokasikan pendapatan mereka pada kebutuhan primer maupun sekunder.

Pada gilirannya, hal ini bisa menciptakan efek berantai terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, memahami urgensi kenaikan PTKP menjadi penting, baik dari perspektif pekerja, perusahaan, maupun negara.

Apa Itu PTKP dan Mengapa Penting bagi Pekerja?

PTKP adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Angka ini menjadi acuan dasar dalam menghitung pajak yang harus dibayarkan oleh seorang pekerja.

Misalnya, jika PTKP ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun (Rp4,5 juta per bulan), maka seseorang dengan gaji tahunan di bawah angka tersebut tidak dikenakan PPh 21.

Pentingnya PTKP bagi pekerja terletak pada besaran take home pay (THP) yang diterima. Semakin tinggi PTKP, semakin besar penghasilan bersih yang bisa dibawa pulang pekerja tanpa harus dipotong pajak. Hal ini berdampak langsung pada kesejahteraan dan kemampuan pekerja memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Mengapa Kenaikan PTKP Diperlukan?

Ada beberapa alasan utama mengapa kenaikan PTKP dianggap mendesak, di antaranya:

  1. Menjaga Daya Beli: Dengan inflasi yang terus meningkat, biaya hidup pekerja semakin tinggi. Kenaikan PTKP memberikan ruang tambahan agar daya beli tetap terjaga.
  2. Keadilan Pajak: Beban pajak yang lebih proporsional dapat meringankan pekerja berpenghasilan rendah hingga menengah yang menjadi kelompok paling rentan.
  3. Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga: Pendapatan yang tidak lagi dipotong pajak akan berputar dalam bentuk konsumsi, terutama untuk kebutuhan pangan, transportasi, hingga pendidikan.
  4. Dampak Multiplier ke Ekonomi: Uang yang beredar di masyarakat meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Contoh Simulasi Penghitungan Pajak dengan PTKP Baru

Untuk memberikan gambaran lebih konkret, berikut contoh sederhana perbandingan beban pajak dengan asumsi kenaikan PTKP dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta per bulan.

Contoh kasus:

  • Seorang pekerja di Semarang memiliki gaji Rp9.000.000 per bulan.
  • PTKP lama: Rp54.000.000 per tahun (Rp4,5 juta per bulan).
  • PTKP usulan baru: Rp90.000.000 per tahun (Rp7,5 juta per bulan).

Simulasi:

  • Dengan PTKP lama, Penghasilan Kena Pajak (PKP) pekerja adalah Rp54 juta.
  • Dengan PTKP baru, PKP turun menjadi Rp18 juta.
  • Pajak yang dikenakan (tarif 5%) hanya Rp900.000 per tahun atau Rp75.000 per bulan, jauh lebih rendah dari sebelumnya.

Dari simulasi ini terlihat bahwa kenaikan PTKP memberi keringanan signifikan pada pekerja menengah, sehingga take home pay mereka meningkat.

Tabel Simulasi PPh 21 dan Take Home Pay

Berikut gambaran ilustratif dampak kenaikan PTKP berdasarkan beberapa level gaji bulanan:

Gaji (Rp/bln)PPh 21/bulan saat PTKP 4,5 jtPPh 21/bulan jika PTKP 7,5 jtSelisih
4.000.000000
5.000.00025.000025.000
6.000.00075.000075.000
7.000.000125.0000125.000
8.000.000175.00025.000150.000
10.000.000325.000125.000200.000
12.000.000625.000225.000400.000

Perubahan kebijakan perpajakan seperti kenaikan PTKP, sebagaimana tergambar pada tabel di atas, sering kali menimbulkan kebingungan bagi pekerja maupun perusahaan.

Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi gaji, semakin besar pula selisih keringanan pajak yang diterima pekerja berkat kenaikan PTKP.

Dalam konteks inilah, kehadiran ISBC sebagai salah satu jasa pajak Semarang menjadi dibutuhkan. Kami dapat membantu menjelaskan simulasi perhitungan tersebut, mengatur strategi perencanaan pajak, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi

Dampak Kenaikan PTKP bagi Pekerja dan Perusahaan

Kenaikan PTKP tidak hanya berdampak pada individu, melainkan juga pada perusahaan. Pekerja memperoleh gaji bersih yang lebih besar, sedangkan perusahaan yang menerapkan skema gross-up (pajak ditanggung perusahaan) akan mendapatkan pengurangan beban biaya gaji.

Manfaat bagi pekerja:

  • THP meningkat tanpa harus menunggu kenaikan gaji.
  • Ruang konsumsi rumah tangga lebih luas.
  • Beban keuangan lebih ringan terutama untuk keluarga muda.

Manfaat bagi perusahaan:

  • Efisiensi biaya gaji jika menanggung PPh 21 karyawan.
  • Motivasi karyawan meningkat karena pendapatan bersih lebih besar.
  • Potensi penurunan tuntutan kenaikan upah nominal.

Dampak Makroekonomi Kenaikan PTKP

Kenaikan PTKP memiliki implikasi luas terhadap perekonomian nasional:

  • Penerimaan Negara: PPh 21 mungkin menurun di awal, tetapi sebagian bisa tergantikan dari PPN akibat meningkatnya konsumsi.
  • Pasar Tenaga Kerja: Pekerja lebih puas dengan pendapatan bersihnya, sehingga potensi konflik industrial berkurang.
  • Kemiskinan dan Ketimpangan: Kenaikan PTKP meringankan beban pajak pekerja dengan penghasilan menengah ke bawah sehingga membantu menekan ketimpangan.
  • Inflasi: Tidak berdampak langsung, namun konsumsi yang lebih besar bisa memberi tekanan kecil pada harga bila pasokan barang terbatas.

Risiko yang Perlu Diantisipasi

Meskipun kenaikan PTKP memiliki banyak manfaat, terdapat pula beberapa risiko yang harus diperhatikan:

  • Penyempitan Basis Pajak: Jika PTKP terlalu tinggi, jumlah pembayar pajak bisa berkurang drastis.
  • Ketimpangan antara Formal dan Informal: Pekerja formal mendapat manfaat lebih besar dibanding pekerja informal.
  • Cliff Effect: Pekerja dengan penghasilan sedikit di atas ambang batas PTKP bisa menghadapi beban pajak yang cukup tajam.

Opsi Implementasi Kenaikan PTKP

Agar kenaikan PTKP bisa memberikan manfaat optimal tanpa mengganggu stabilitas fiskal negara, beberapa opsi implementasi yang dapat dipertimbangkan adalah:

  1. Indeksasi PTKP pada Inflasi: Penyesuaian otomatis agar daya beli tetap terjaga.
  2. Kenaikan Bertahap: Dilakukan secara bertahap agar APBN tidak terguncang.
  3. Sinkronisasi dengan Kebijakan Upah Minimum: Agar kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan berjalan selaras.
  4. Sosialisasi yang Transparan: Negara harus memberikan pemahaman kepada pekerja terkait perubahan take home pay.

Perspektif Buruh dan Publik

Bagi buruh dan serikat pekerja, kenaikan PTKP dianggap sebagai bentuk keadilan. Uang yang tidak lagi dipotong pajak akan berputar dalam konsumsi masyarakat, terutama untuk kebutuhan sehari-hari yang mendesak. Di sisi lain, publik menilai kebijakan ini lebih tepat sasaran dibandingkan insentif yang hanya menyentuh kalangan tertentu.

Baca juga: Syarat & Kriteria WPOP Berpenghasilan Rendah Tak Perlu Lapor SPT

The post Dampak Kenaikan PTKP bagi Buruh, Perusahaan & Ekonomi Nasional appeared first on ISB Consultant.

]]>
6093
Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah https://isbconsultant.com/cara-mengatasi-nik-tidak-terbaca-di-coretax-djp/ Tue, 02 Sep 2025 07:48:31 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6090 Menghadapi kendala teknis saat berurusan dengan sistem perpajakan digital bisa menjadi pengalaman yang cukup membuat resah. Salah satu masalah yang kerap ditemui wajib pajak adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak terbaca atau tidak dikenali oleh sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Padahal, di sisi lain, data NIK tersebut sudah terdaftar valid di database Dukcapil. […]

The post Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menghadapi kendala teknis saat berurusan dengan sistem perpajakan digital bisa menjadi pengalaman yang cukup membuat resah. Salah satu masalah yang kerap ditemui wajib pajak adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak terbaca atau tidak dikenali oleh sistem Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Padahal, di sisi lain, data NIK tersebut sudah terdaftar valid di database Dukcapil.

Kondisi ini sering kali membuat wajib pajak terhambat dalam menyiapkan dokumen penting, seperti bukti potong (bupot) atau administrasi lainnya. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya selesai cepat justru tertunda karena kesalahan teknis yang terlihat sederhana, namun berdampak signifikan.

Artikel ini akan membahas secara komprehensif penyebab permasalahan ini, serta langkah-langkah penyelesaian yang dapat ditempuh agar aktivitas perpajakan Anda kembali berjalan lancar.

Mengapa NIK Tidak Terbaca di Coretax?

Sebelum membahas solusi, penting untuk memahami alasan mendasar mengapa NIK bisa gagal terbaca oleh sistem Coretax DJP. Beberapa penyebab yang paling sering ditemui antara lain:

  1. Validasi di Dukcapil belum sempurna
    Walaupun di Dukcapil status NIK terlihat valid, terkadang data belum sepenuhnya sinkron dengan sistem lain, termasuk Coretax.
  2. Data tidak terbawa saat migrasi
    Dalam proses migrasi dari sistem lama ke Coretax, ada kemungkinan data tertentu, termasuk NIK, tidak masuk secara otomatis ke dalam database baru.
  3. Gangguan teknis saat pemadanan
    Proses pemadanan NIK dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat terkendala oleh masalah teknis, seperti server yang sibuk atau error pada aplikasi.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa NIK belum sepenuhnya terdaftar di database Coretax, meskipun secara hukum sudah sah di Dukcapil.

Solusi Registrasi Mandiri di Coretax

Bagi wajib pajak yang mengalami masalah NIK tidak terbaca, salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah melakukan registrasi mandiri. Perlu digarisbawahi, registrasi ini bukan berarti membuat NPWP baru, melainkan memastikan NIK resmi tercatat di sistem Coretax.

Proses Registrasi Mandiri

  1. Kunjungan Offline
    Wajib pajak dapat datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat. Proses ini gratis dan petugas akan membantu hingga NIK resmi terbaca di sistem.
  2. Registrasi Online
    Alternatif lain adalah melalui situs resmi coretaxdjp.pajak.go.id. Berikut tahapan yang dapat dilakukan secara mandiri:
    • Akses halaman utama Coretax dan klik tombol Daftar di sini.
    • Pilih jenis pendaftaran Perorangan.
    • Centang pilihan Ya, Wajib Pajak Memiliki NIK.
    • Pilih opsi Hanya Registrasi untuk memastikan NIK terbaca tanpa otomatis membuat NPWP baru.
    • Masukkan data pribadi sesuai dengan e-KTP atau Kartu Keluarga (KK).
    • Lengkapi informasi email aktif dan nomor telepon seluler.
    • Isi detail alamat domisili serta alamat sesuai KTP.
    • Setujui pernyataan wajib pajak dan kirim formulir.

Apabila berhasil, sistem akan mengirimkan username dan password ke alamat email yang terdaftar. Dengan akun ini, wajib pajak bisa login ke Coretax dan memastikan NIK sudah resmi tercatat.

Solusi Melalui Unit Pajak Keluarga

Bagi wajib pajak yang berstatus sebagai istri atau anak belum dewasa, prosesnya sedikit berbeda. NIK hanya dapat terbaca apabila sudah tercatat dalam Unit Pajak Keluarga milik kepala keluarga.

Hal ini menegaskan pentingnya keterhubungan data antar anggota keluarga dalam administrasi perpajakan.

Langkah-langkah Pendaftaran Unit Pajak Keluarga

  1. Kepala keluarga login ke Coretax melalui akun pribadi.
  2. Buka menu Portal Saya > Profil Saya > Informasi Umum.
  3. Klik Edit dan scroll hingga bagian Unit Pajak Keluarga.
  4. Tambahkan nama anggota keluarga yang belum tercantum, lalu klik Tambah.
  5. Centang pernyataan wajib pajak dan simpan data.

Dengan langkah ini, sistem akan secara otomatis mengenali NIK anggota keluarga yang ditambahkan, sehingga dapat digunakan untuk keperluan perpajakan.

Ilustrasi Kasus NIK Tidak Terbaca

Misalnya, seorang karyawan bernama Adi memiliki NIK yang valid di Dukcapil. Namun, ketika perusahaan tempatnya bekerja mencoba memproses bukti potong PPh 21, sistem Coretax menolak NIK tersebut. Setelah dicek, ternyata NIK Adi belum masuk ke database Coretax.

Untuk mengatasi masalah ini, Adi melakukan registrasi mandiri secara online dengan mengisi formulir sesuai identitas. Beberapa jam kemudian, akun Coretax berhasil aktif dan NIK sudah dikenali. Dengan begitu, perusahaan pun dapat melanjutkan proses administrasi pajak tanpa hambatan.

Contoh kasus ini menggambarkan bahwa masalah teknis bisa diatasi dengan langkah praktis, tanpa harus menunggu terlalu lama.

Pentingnya Dukungan Profesional dalam Menghadapi Kendala Pajak

Kendala teknis seperti NIK tidak terbaca memang bisa diatasi mandiri. Namun, tidak semua wajib pajak memiliki waktu atau pemahaman teknis yang cukup untuk menyelesaikannya sendiri. Inilah mengapa keberadaan konsultan pajak menjadi solusi yang efisien.

Bagi perusahaan di Sidoarjo yang membutuhkan kepastian administrasi pajak tanpa hambatan teknis, bekerja sama dengan ISB Consultant merupakan pilihan tepat.

Selain memberikan pendampingan teknis, konsultan pajak juga membantu menyusun perencanaan pajak yang efisien, sehingga setiap kewajiban perpajakan bisa dijalankan dengan lebih terstruktur dan minim risiko.

Manfaat Mengatasi Kendala NIK Sejak Dini

Menunda penyelesaian masalah NIK tidak terbaca bisa menimbulkan risiko administratif yang lebih besar. Beberapa manfaat jika masalah ini ditangani segera antara lain:

  • Kelancaran Proses Administrasi: Dokumen penting seperti bukti potong dapat diproses tepat waktu.
  • Mengurangi Risiko Sanksi: Keterlambatan pelaporan akibat kendala teknis bisa diminimalisasi.
  • Meningkatkan Kepercayaan Internal: Perusahaan atau organisasi tidak perlu khawatir dengan gangguan teknis yang berulang.
  • Efisiensi Waktu: Proses registrasi yang hanya dilakukan sekali akan memberikan manfaat jangka panjang.

Tips Agar NIK Selalu Terbaca di Coretax

Untuk mencegah kendala serupa di kemudian hari, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan wajib pajak:

  1. Selalu pastikan data di Dukcapil sudah valid dan terbaru.
  2. Segera lakukan registrasi mandiri setelah memiliki NIK baru.
  3. Pastikan email dan nomor telepon yang terdaftar aktif dan dapat digunakan.
  4. Rutin mengecek akun Coretax untuk memastikan data sudah sinkron.

Baca juga: Cara Mengatasi NIK Deregistered Wanita Kawin di Coretax

The post Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah appeared first on ISB Consultant.

]]>
6090
Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan https://isbconsultant.com/daftar-kode-koreksi-fiskal-positif-negatif-spt-tahunan-badan/ Mon, 01 Sep 2025 07:30:40 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6087 Menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Badan bukanlah sekadar formalitas administrasi, tetapi merupakan kewajiban hukum yang membutuhkan ketelitian tinggi. Banyak perusahaan yang kerap menemui kendala ketika harus menyesuaikan laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan. Di sinilah konsep koreksi fiskal memiliki peran penting, khususnya dalam sistem administrasi berbasis Coretax yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam […]

The post Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan appeared first on ISB Consultant.

]]>
Menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Badan bukanlah sekadar formalitas administrasi, tetapi merupakan kewajiban hukum yang membutuhkan ketelitian tinggi. Banyak perusahaan yang kerap menemui kendala ketika harus menyesuaikan laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan.

Di sinilah konsep koreksi fiskal memiliki peran penting, khususnya dalam sistem administrasi berbasis Coretax yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam praktiknya, kesalahan pengisian kode koreksi fiskal dapat menimbulkan implikasi serius, mulai dari ketidaksesuaian data hingga risiko pemeriksaan pajak.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai daftar kode koreksi fiskal resmi sebagaimana diatur dalam PER-11/PJ/2025 sangat dibutuhkan oleh setiap Wajib Pajak Badan. Artikel ini akan mengulas secara terperinci daftar kode koreksi fiskal di Coretax, lengkap dengan contoh praktis agar mudah dipahami.

Apa yang Dimaksud dengan Koreksi Fiskal?

Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian antara laporan laba rugi komersial yang disusun berdasarkan standar akuntansi dengan laporan fiskal yang disusun berdasarkan aturan perpajakan.

Penyesuaian ini diperlukan karena tidak semua biaya dan pendapatan yang diakui secara akuntansi dapat diakui secara fiskal. Koreksi ini terbagi menjadi dua jenis:

  • Koreksi Fiskal Positif (FPO): Penyesuaian yang menambah laba fiskal, karena ada biaya yang diakui secara komersial namun tidak boleh diakui secara fiskal.
  • Koreksi Fiskal Negatif (FNE): Penyesuaian yang mengurangi laba fiskal, karena terdapat penghasilan yang diakui komersial tetapi dikecualikan dalam perhitungan pajak.

Pemahaman mengenai jenis koreksi ini sangat penting agar perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif (FPO)

Berikut adalah kode koreksi fiskal positif yang ditetapkan DJP melalui sistem Coretax:

  • FPO-01: Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya
  • FPO-02: Premi asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan, beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak
  • FPO-04: Pengeluaran melebihi kewajaran kepada pihak afiliasi
  • FPO-05: Harta hibah, bantuan, atau sumbangan
  • FPO-06: Pajak penghasilan (PPh) itu sendiri
  • FPO-07: Gaji untuk pemilik usaha atau tanggungannya
  • FPO-08: Sanksi administrasi perpajakan
  • FPO-09: Selisih lebih penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FPO-10: Selisih lebih amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FPO-11: Biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan PPh Final dan non-objek
  • FPO-12: Penyesuaian fiskal positif lainnya

Daftar Kode Koreksi Fiskal Negatif (FNE)

Kode berikut berlaku untuk penyesuaian yang mengurangi penghasilan kena pajak:

  • FNE-01: Penghasilan dikenai PPh Final atau non-objek pajak yang tetap masuk omzet
  • FNE-02: Selisih kurang penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FNE-03: Selisih kurang amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FNE-04: Penyesuaian fiskal negatif lainnya

Contoh Praktis Perhitungan Koreksi Fiskal

Agar lebih mudah dipahami, berikut ilustrasi sederhana mengenai penerapan kode koreksi fiskal:

Sebuah perusahaan mencatat beban biaya perjalanan sebesar Rp200.000.000 pada laporan komersial. Setelah diteliti, Rp30.000.000 dari total biaya tersebut digunakan untuk perjalanan pribadi pemilik perusahaan. Berdasarkan aturan fiskal, biaya ini tidak boleh diakui, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal positif dengan kode FPO-01.

Selain itu, perusahaan juga memperoleh pendapatan bunga deposito sebesar Rp50.000.000 yang telah dikenakan PPh Final. Pendapatan ini harus dikecualikan dari laba fiskal melalui koreksi fiskal negatif dengan kode FNE-01.

Hasilnya:

  • Laba komersial sebelum koreksi: Rp1.000.000.000
  • Ditambah koreksi positif FPO-01: Rp30.000.000
  • Dikurangi koreksi negatif FNE-01: Rp50.000.000
  • Laba fiskal yang menjadi dasar perhitungan pajak: Rp980.000.000

Contoh ini menunjukkan betapa pentingnya pencatatan yang akurat dalam pengisian Lampiran L1 SPT Tahunan Badan.

Menghadapi kompleksitas aturan perpajakan tentu tidak mudah, terutama bagi perusahaan yang memiliki transaksi beragam. Dalam kondisi ini, bekerja sama dengan pihak ketiga yang kompeten menjadi solusi efektif.

Memilih konsultan pajak ISBC sebagai pihak yang profesional dan berpengalaman akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan analisis koreksi fiskal, memastikan kepatuhan, serta meminimalkan risiko pemeriksaan dari otoritas pajak.

Dengan demikian, perusahaan dapat lebih fokus pada strategi bisnis tanpa harus terbebani urusan administrasi perpajakan yang rumit.

Pemilihan kode koreksi fiskal bukan hanya soal teknis administratif, tetapi juga berpengaruh langsung pada validitas perhitungan pajak. Kesalahan dalam menentukan kode dapat menyebabkan koreksi ganda, terlewatnya penghasilan kena pajak, atau bahkan sanksi dari DJP.

Karena itu, setiap perusahaan sebaiknya memiliki sistem pengendalian internal yang baik untuk memastikan keakuratan data.

Catatan Teknis Pengisian di Coretax

Dalam sistem administrasi perpajakan berbasis Coretax, seluruh koreksi fiskal harus diinput melalui Lampiran L1 SPT Tahunan Badan. Jika tidak terdapat koreksi fiskal positif maupun negatif, maka kolom kode koreksi tidak perlu diisi.

Namun, jika ada transaksi yang relevan, kode harus dipilih sesuai daftar resmi dari DJP. Disiplin dalam penggunaan kode ini akan memudahkan validasi sistem serta meminimalkan perbedaan data dengan DJP.

Strategi Perusahaan dalam Mengelola Koreksi Fiskal

Agar pengisian SPT berjalan lancar, perusahaan sebaiknya menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Melakukan rekonsiliasi secara berkala antara laporan akuntansi dengan laporan pajak.
  2. Mendokumentasikan seluruh transaksi secara rinci, termasuk bukti pendukung biaya maupun penghasilan.
  3. Menggunakan software akuntansi yang terintegrasi dengan sistem perpajakan untuk mengurangi risiko human error.
  4. Melibatkan tenaga ahli pajak internal maupun eksternal dalam proses review sebelum pelaporan.

Dengan strategi ini, perusahaan dapat meminimalisir kesalahan yang berpotensi berakibat sanksi.

Baca juga: Apa Beda Koreksi Fiskal Permanen dan Temporer? Ini Penjelasannya

The post Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan appeared first on ISB Consultant.

]]>
6087
Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax https://isbconsultant.com/cara-mengajukan-keberatan-pajak-secara-online-di-coretax/ Fri, 29 Aug 2025 05:07:57 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6078 Dalam sistem perpajakan Indonesia, tidak jarang Wajib Pajak merasa keberatan dengan hasil perhitungan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Perbedaan interpretasi aturan, kesalahan administratif, atau perhitungan yang dianggap kurang tepat bisa menjadi alasan kuat untuk mengajukan keberatan. Untuk mengakomodasi hal tersebut, DJP menyediakan jalur resmi melalui mekanisme keberatan pajak. Seiring perkembangan teknologi, […]

The post Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
Dalam sistem perpajakan Indonesia, tidak jarang Wajib Pajak merasa keberatan dengan hasil perhitungan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Perbedaan interpretasi aturan, kesalahan administratif, atau perhitungan yang dianggap kurang tepat bisa menjadi alasan kuat untuk mengajukan keberatan. Untuk mengakomodasi hal tersebut, DJP menyediakan jalur resmi melalui mekanisme keberatan pajak.

Seiring perkembangan teknologi, DJP telah mengimplementasikan Core Tax Administration System (Coretax) yang membuat proses administrasi pajak menjadi lebih cepat, transparan, dan terintegrasi.

Salah satunya adalah pengajuan keberatan yang kini bisa dilakukan secara online tanpa harus membawa dokumen fisik ke kantor pajak. Artikel ini akan membahas secara lengkap tata cara mengajukan keberatan pajak di Coretax DJP terbaru beserta tips praktis agar proses berjalan lancar.

Dasar Hukum Keberatan Pajak

Keberatan pajak adalah hak yang diberikan kepada Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Beberapa kondisi yang memungkinkan Wajib Pajak mengajukan keberatan antara lain:

  • Adanya ketidakcocokan terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
  • Perselisihan terkait Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
  • Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
  • Ketidaksetujuan terhadap pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan pihak ketiga.

Dengan dasar hukum yang jelas, Wajib Pajak memiliki kepastian untuk menyampaikan pendapat dan memperjuangkan haknya.

Syarat Administratif Mengajukan Keberatan

Agar keberatan dapat diterima oleh DJP, beberapa syarat yang perlu dipenuhi adalah:

  1. Pengajuan keberatan harus dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
  2. Diajukan paling lama 3 bulan sejak diterimanya surat ketetapan.
  3. Disampaikan melalui portal resmi Coretax DJP.
  4. Menyebutkan jumlah pajak menurut perhitungan Wajib Pajak.
  5. Melampirkan dokumen pendukung seperti SKPKB/SKPLB/SKPN, bukti pembayaran, atau dokumen relevan lainnya.

Langkah-langkah Mengajukan Keberatan di Coretax

Berikut adalah panduan praktis untuk mengajukan keberatan melalui Coretax DJP:

1. Login Portal Coretax DJP

Buka situs Coretax DJP lalu login menggunakan NPWP dan kata sandi.

2. Akses Profil Wajib Pajak

Setelah masuk, sistem akan menampilkan Landing Page Taxpayer Portal sesuai identitas NPWP.

3. Buat Permohonan Keberatan

Klik menu Permohonan Layanan Administrasi, pilih jenis layanan Keberatan.

4. Pilih NPWP (Jika Bertindak Atas Nama Badan)

Untuk Wajib Pajak badan, pastikan memilih NPWP perusahaan yang sesuai.

5. Isi Detail Permohonan

Lengkapi informasi mengenai jenis keberatan, alasan pengajuan, dan jumlah pajak yang menurut WP dianggap benar.

6. Unggah Dokumen Pendukung

Tambahkan dokumen-dokumen yang relevan, seperti SKPKB atau laporan keuangan.

7. Tanda Tangan Digital

Lakukan tanda tangan elektronik dengan memasukkan passphrase pada tombol Sign.

8. Review dan Submit

Periksa kembali seluruh isian. Jika sudah sesuai, klik submit lalu simpan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE).

9. Status Kasus

Sistem akan menampilkan status Kasus Selesai sebagai tanda bahwa pengajuan telah tercatat.

Jangka Waktu Penentuan Keputusan

Direktorat Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan atas keberatan dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan diterima. Apabila hingga batas waktu tidak ada keputusan yang disampaikan, maka keberatan tersebut secara hukum dianggap dikabulkan. Keputusan yang diberikan bisa berupa:

  • Dikabulkan seluruhnya.
  • Dikabulkan sebagian.
  • Ditolak.

Contoh Kasus Keberatan Pajak

Sebuah perusahaan menerima SKPKB PPh Badan tahun 2023 sebesar Rp750.000.000. Namun, setelah melakukan audit internal, perusahaan berpendapat bahwa jumlah pajak terutang hanya Rp500.000.000. Maka, saat mengajukan keberatan melalui Coretax, perusahaan akan mengisi formulir dengan:

  • Pajak menurut DJP: Rp750.000.000
  • Pajak menurut WP: Rp500.000.000
  • Selisih keberatan: Rp250.000.000

Untuk memperkuat argumen, perusahaan melampirkan laporan keuangan audit, rekonsiliasi fiskal, dan bukti transaksi yang relevan.

Tips Agar Keberatan Diterima

  1. Susun alasan keberatan dengan bahasa yang jelas, sistematis, dan berbasis aturan hukum.
  2. Lampirkan dokumen pendukung sebanyak mungkin untuk memperkuat argumen.
  3. Ajukan keberatan jauh sebelum batas 3 bulan untuk menghindari risiko teknis.
  4. Simpan semua dokumen bukti termasuk BPE untuk arsip.
  5. Pertimbangkan menggunakan jasa konsultan pajak untuk mengoptimalkan hasil.

Mengajukan keberatan pajak membutuhkan pemahaman hukum dan administrasi yang cukup kompleks. Kesalahan kecil dalam dokumen bisa berakibat fatal. Oleh karena itu, banyak Wajib Pajak yang memilih untuk didampingi konsultan pajak. Kehadiran konsultan membantu menyusun argumentasi yang lebih kuat serta memastikan seluruh syarat terpenuhi.

Jika Anda berdomisili di Yogyakarta, bekerja sama dengan kantor konsultan pajak Yogyakarta atau ISBConsultant.com bisa menjadi langkah tepat. Dengan dukungan tim profesional bersertifikasi dan terpercaya, pengajuan keberatan dapat berjalan lebih terarah, efisien, dan berpeluang lebih besar untuk dikabulkan.

Pengajuan keberatan pajak di era digital melalui Coretax DJP memberikan kemudahan sekaligus kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Dengan memahami dasar hukum, memenuhi syarat administratif, mengikuti prosedur dengan benar, serta didampingi konsultan pajak berpengalaman, keberhasilan pengajuan keberatan akan lebih terjamin. Inovasi digital ini tidak hanya mempercepat proses, tetapi juga memperkuat transparansi sistem perpajakan Indonesia.

Baca juga: Apa Penyebab Timbul dan Terhapusnya Utang Pajak?

The post Cara Mengajukan Keberatan Pajak secara Online di Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
6078
Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha https://isbconsultant.com/aktivasi-coretax-wp-pribadi-dan-badan-usaha/ Thu, 28 Aug 2025 04:47:04 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6074 Sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi digital yang signifikan. Salah satu inovasi terbaru adalah penerapan Coretax DJP yang menggantikan sistem DJP Online. Dengan hadirnya sistem ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengintegrasikan berbagai layanan pajak dalam satu portal digital. Namun, sebelum Wajib Pajak dapat memanfaatkan fitur-fitur tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah aktivasi […]

The post Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha appeared first on ISB Consultant.

]]>
Sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi digital yang signifikan. Salah satu inovasi terbaru adalah penerapan Coretax DJP yang menggantikan sistem DJP Online. Dengan hadirnya sistem ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengintegrasikan berbagai layanan pajak dalam satu portal digital. Namun, sebelum Wajib Pajak dapat memanfaatkan fitur-fitur tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah aktivasi akun Coretax DJP.

Aktivasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan pintu masuk utama untuk mengelola seluruh kewajiban perpajakan. Mulai dari pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), pembayaran pajak, hingga penggunaan sertifikat elektronik terbaru. Tanpa aktivasi, Wajib Pajak tidak akan dapat mengakses layanan digital yang kini menjadi standar utama administrasi perpajakan di Indonesia.

Mengapa Aktivasi Akun Coretax Sangat Penting?

Aktivasi akun Coretax memiliki peran yang krusial karena:

  • Syarat utama akses layanan digital pajak: Tanpa aktivasi, Wajib Pajak tidak dapat melaporkan maupun membayar pajak melalui Coretax.
  • Keamanan data perpajakan: Aktivasi memastikan bahwa akun hanya digunakan oleh pihak yang berhak.
  • Pemanfaatan fitur baru: Coretax menghadirkan fitur pre-populated SPT, sertifikat elektronik terbaru, hingga validasi data otomatis.
  • Kemudahan pemantauan: Wajib Pajak dapat memantau seluruh kewajiban pajaknya dalam satu akun terpadu.

Langkah-Langkah Aktivasi Coretax DJP

Berikut panduan terperinci untuk melakukan aktivasi akun Coretax DJP:

1. Akses Situs Coretax DJP

Kunjungi laman resmi coretaxdjp.pajak.go.id. Pilih menu “Aktivasi Akun Wajib Pajak” yang tersedia di halaman utama.

2. Isi Data Wajib Pajak

  • Centang pernyataan bahwa Anda adalah Wajib Pajak terdaftar.
  • Masukkan NPWP atau NIK, serta nama lengkap sesuai data di DJP.
  • Klik tombol “Cari” untuk menampilkan data.
  • Isikan alamat email dan nomor telepon aktif yang telah terdaftar di DJP.

3. Lakukan Verifikasi Wajah

  • Klik “Take a Photo” untuk mengambil foto wajah langsung dari perangkat.
  • Pastikan wajah terlihat jelas tanpa masker atau kacamata.
  • Setelah berhasil, lakukan validasi hingga muncul notifikasi “Validasi foto berhasil”.

4. Kirim Permohonan Aktivasi

  • Centang pernyataan persetujuan Wajib Pajak.
  • Klik “Simpan” untuk mengajukan permohonan aktivasi.

5. Cek Email untuk Informasi Login

  • Buka email yang terdaftar.
  • Temukan dokumen PDF berisi Penerbitan Akun Wajib Pajak.
  • Dokumen tersebut berisi ID pengguna serta password sementara.

6. Login ke Sistem Coretax DJP

  • Masukkan ID pengguna (NPWP/NIK), kata sandi, dan password sementara.
  • Akses kembali halaman utama Coretax DJP untuk login.

7. Ganti Password Akun

  • Setelah berhasil login, segera lakukan penggantian password.
  • Gunakan kombinasi huruf, angka, dan simbol untuk menjaga keamanan akun.

Dengan langkah-langkah tersebut, akun Coretax DJP Anda sudah aktif dan siap digunakan.

Contoh Kasus Kendala Aktivasi dan Solusinya

Misalnya, seorang Wajib Pajak bernama Andi mengalami kendala karena nomor telepon yang terdaftar sudah tidak aktif. Akibatnya, sistem tidak menampilkan tombol hijau validasi. Solusi yang dapat dilakukan adalah:

  • Melakukan pembaruan data kontak melalui KPP terdaftar.
  • Menghubungi Kring Pajak 1500200 untuk memastikan pembaruan data berhasil.
  • Setelah data diperbarui, proses aktivasi dapat diulang kembali.

Hal ini menegaskan bahwa keakuratan data sangat penting agar aktivasi berjalan lancar.

Tips Agar Aktivasi Lancar

  • Gunakan perangkat dengan kamera berkualitas baik agar verifikasi wajah berhasil.
  • Pastikan email dan nomor telepon sama dengan yang tercatat di DJP.
  • Lakukan aktivasi jauh sebelum batas pelaporan pajak untuk menghindari antrean sistem.
  • Jika gagal, jangan ragu untuk meminta bantuan KPP terdekat.

Bagi banyak pelaku usaha, aktivasi akun hanyalah langkah awal. Tantangan sesungguhnya ada pada pengelolaan administrasi pajak yang kompleks, mulai dari pencatatan transaksi, rekonsiliasi, hingga pelaporan rutin. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi penting.

Sebagai contoh, bagi Wajib Pajak di Jawa Tengah, khususnya area Semarang, layanan jasa kelola administrasi pajak yang ditawarkan oleh ISBC dapat menjadi solusi profesional untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan DJP. Dengan dukungan ini, Wajib Pajak tidak hanya menghemat waktu tetapi juga meminimalisasi risiko kesalahan administrasi.

Aktivasi Coretax DJP merupakan kewajiban mendasar yang harus dilakukan setiap Wajib Pajak agar dapat memanfaatkan seluruh fitur digital perpajakan. Prosesnya relatif mudah, namun tetap membutuhkan ketelitian terutama dalam pengisian data dan verifikasi.

Dengan melakukan aktivasi sejak dini, Wajib Pajak dapat mengakses layanan digital perpajakan dengan lebih cepat, aman, dan efisien. Jika menemui kendala, jangan ragu untuk menghubungi KPP atau memanfaatkan layanan konsultan pajak profesional.

Baca juga: Cara Daftar NPWP Online di Coretax dengan Mudah

The post Tutorial & Syarat Aktivasi Coretax WP Pribadi dan Badan Usaha appeared first on ISB Consultant.

]]>
6074
Cara Pemindahbukuan Pajak via e-PBK 3.0 https://isbconsultant.com/cara-pemindahbukuan-pajak-via-e-pbk-3-0/ Wed, 27 Aug 2025 04:08:29 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6071 Perubahan layanan perpajakan di Indonesia terus berjalan seiring dengan perkembangan teknologi. Salah satu inovasi terbaru yang dirilis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah layanan e-PBK versi 3.0. Layanan ini secara khusus memfasilitasi Wajib Pajak dalam mengajukan permohonan pemindahbukuan (PBK) Pajak Penghasilan Final atas penjualan tanah dan bangunan. Dengan sistem yang kini sepenuhnya otomatis, proses administrasi perpajakan […]

The post Cara Pemindahbukuan Pajak via e-PBK 3.0 appeared first on ISB Consultant.

]]>
Perubahan layanan perpajakan di Indonesia terus berjalan seiring dengan perkembangan teknologi. Salah satu inovasi terbaru yang dirilis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah layanan e-PBK versi 3.0. Layanan ini secara khusus memfasilitasi Wajib Pajak dalam mengajukan permohonan pemindahbukuan (PBK) Pajak Penghasilan Final atas penjualan tanah dan bangunan. Dengan sistem yang kini sepenuhnya otomatis, proses administrasi perpajakan menjadi lebih cepat, efisien dan minim risiko kesalahan.

Bagi banyak Wajib Pajak, istilah pemindahbukuan mungkin masih terdengar rumit. Namun dengan hadirnya e-PBK 3.0, proses yang sebelumnya penuh tahapan manual kini dapat diselesaikan hanya melalui beberapa langkah digital. Artikel ini akan mengulas secara lengkap bagaimana cara mengajukan pemindahbukuan lewat e-PBK versi terbaru, mulai dari syarat, prosedur hingga tips agar permohonan berjalan lancar.

Apa itu Pemindahbukuan Pajak?

Pemindahbukuan pajak atau PBK adalah proses memindahkan setoran pajak yang sudah dibayarkan ke akun yang seharusnya sesuai ketentuan. Hal ini biasanya dilakukan ketika terjadi kesalahan saat pembayaran, seperti salah memilih kode akun pajak (KAP), kode jenis setoran (KJS) atau nominal yang melebihi kewajiban.

Dalam konteks e-PBK 3.0, layanan ini secara khusus digunakan untuk pembayaran PPh Final atas penjualan tanah dan/atau bangunan dengan KAP 411128 dan KJS 402. Dengan kata lain, layanan ini membantu mengatasi kekeliruan teknis dalam pembayaran tanpa perlu melalui proses manual yang panjang.

Fitur Utama e-PBK Versi 3.0

Versi terbaru ini menghadirkan beberapa pembaruan penting yang menjadikannya lebih praktis dibanding versi sebelumnya:

  • Proses otomatis: validasi data dilakukan langsung oleh sistem, sehingga jika semua data sesuai, produk hukum dapat langsung diterbitkan.
  • Tampilan sederhana: hanya tersedia dua menu utama, yaitu Dashboard dan Permohonan.
  • Penghapusan menu monitoring: karena proses pelacakan status dilakukan otomatis oleh sistem.
  • Keamanan data: field penting seperti NPWP, Masa Pajak, Tahun Pajak, KAP dan KJS terkunci otomatis sehingga mengurangi potensi salah input.

Ketentuan Penggunaan e-PBK 3.0

Sebelum mengajukan permohonan, ada beberapa syarat dan ketentuan yang perlu diperhatikan:

  1. Berlaku hanya untuk pembayaran yang diterbitkan sebelum 1 Januari 2025.
  2. Hanya untuk kode akun pajak 411128 dan kode jenis setoran 402.
  3. NPWP pemohon dan NPWP tujuan harus sama.
  4. Masa Pajak dan Tahun Pajak harus sama.
  5. KAP dan KJS asal serta tujuan harus identik.
  6. Pembayaran tidak boleh sudah digunakan dalam SPT Masa Unifikasi, SPT Masa PPN atau Surat Keterangan PPhTB.
  7. Masih ada nilai sisa dalam pembayaran yang akan dipindahbukukan.

Panduan Cara Mengajukan e-PBK Versi 3.0

Berikut langkah-langkah teknis untuk mengajukan permohonan pemindahbukuan secara online:

1. Login ke DJP Online

Masuk melalui laman resmi DJP Online. Gunakan NPWP dan password yang terdaftar.

2. Akses Layanan e-PBK

Pilih tab Layanan, lalu klik menu e-PBK. Sistem akan menampilkan dua menu utama, yaitu Dashboard dan Permohonan.

3. Validasi Data Permohonan

Pada menu Permohonan, masukkan email aktif untuk menerima OTP, lalu masukkan Nomor Pemindahbukuan (PBK) atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN). Klik Cari untuk validasi data.

4. Isi Form Permohonan

Sistem hanya menyediakan tiga field utama yang dapat diisi:

  • Nominal Pembayaran: nominal yang dimohonkan tidak boleh melebihi nilai sisa pembayaran.
  • Nomor Objek Pajak (NOP): masukkan sesuai data tanah/bangunan.
  • Alasan Pemindahbukuan: jelaskan secara singkat alasan permohonan.

5. Lakukan Otentikasi

Permohonan dapat disubmit menggunakan dua metode:

  • Sertifikat elektronik (sertel)
  • Kode OTP yang dikirim ke email

6. Peroleh Produk Hukum

Jika seluruh data valid, sistem akan langsung menerbitkan produk hukum pemindahbukuan yang dapat diunduh melalui menu Dashboard.

Contoh Kasus Pemindahbukuan

Misalnya, seorang Wajib Pajak melakukan pembayaran PPh Final atas penjualan tanah sebesar Rp150.000.000. Namun ternyata kewajiban yang seharusnya hanya Rp100.000.000. Dengan e-PBK 3.0, sisa pembayaran Rp50.000.000 dapat dipindahbukukan ke kewajiban pajak lain dengan KAP dan KJS yang sama. Proses ini jauh lebih cepat dibandingkan prosedur manual sebelumnya.

Keunggulan e-PBK 3.0 Dibanding Versi Sebelumnya

  • Efisiensi waktu: Wajib Pajak tidak perlu menunggu proses verifikasi manual.
  • Transparansi: status permohonan terlihat jelas tanpa harus menghubungi KPP.
  • Kepastian hukum: produk hukum langsung tersedia begitu permohonan valid.
  • User-friendly: tampilan lebih sederhana sehingga mudah digunakan.

Tidak semua Wajib Pajak terbiasa dengan istilah dan prosedur teknis di sistem DJP Online. Padahal, pemahaman yang benar akan mengurangi risiko kesalahan dalam pelaporan maupun pembayaran. Bagi wajib pajak di Jawa Timur & sekitarnya, layanan konsultan pajak dapat menjadi solusi. Melalui layanan pendampingan pelaporan pajak di Surabaya bersama tim profesional di ISBConsultant.com, proses administrasi perpajakan dapat dijalankan dengan lebih tenang dan terjamin kepatuhannya.

Tips Agar Permohonan e-PBK Disetujui

  1. Pastikan email yang digunakan aktif agar OTP dapat diterima.
  2. Periksa kembali NTPN atau PBK sebelum mengajukan.
  3. Sesuaikan nominal pemindahbukuan dengan nilai sisa yang tersedia.
  4. Jangan menunda pengajuan jika terdapat kesalahan pembayaran, segera lakukan pemindahbukuan.
  5. Simpan salinan produk hukum sebagai arsip digital dan cetak.

Layanan e-PBK versi 3.0 merupakan langkah maju dalam digitalisasi administrasi perpajakan. Dengan sistem otomatis yang lebih sederhana, Wajib Pajak kini bisa menyelesaikan proses pemindahbukuan tanpa harus melewati jalur birokrasi yang panjang.

Namun, pemahaman detail mengenai prosedur tetap penting agar tidak terjadi kesalahan yang merugikan. Dengan dukungan konsultan pajak yang berpengalaman, Wajib Pajak dapat lebih mudah mengelola kewajiban perpajakan sesuai aturan yang berlaku.

Baca juga: Cara Mengatasi Salah Kode Akun Pajak dengan Mudah

The post Cara Pemindahbukuan Pajak via e-PBK 3.0 appeared first on ISB Consultant.

]]>
6071
NPWP Sementara: Risiko, Dampak dan Cara Atasi Kendalanya https://isbconsultant.com/npwp-sementara/ Tue, 26 Aug 2025 03:46:17 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6068 Tidak sedikit perusahaan maupun individu yang terkejut ketika menemukan adanya NPWP sementara dengan kode 99900000000999000 di sistem DJP atau pada bukti potong pajak. Meski sering dianggap sebagai solusi praktis saat NIK belum terbaca atau belum valid di database DJP, penggunaan NPWP yang juga sering disebut sebagai NPWP dummy ini ternyata menyimpan sejumlah risiko administratif dan […]

The post NPWP Sementara: Risiko, Dampak dan Cara Atasi Kendalanya appeared first on ISB Consultant.

]]>
Tidak sedikit perusahaan maupun individu yang terkejut ketika menemukan adanya NPWP sementara dengan kode 99900000000999000 di sistem DJP atau pada bukti potong pajak. Meski sering dianggap sebagai solusi praktis saat NIK belum terbaca atau belum valid di database DJP, penggunaan NPWP yang juga sering disebut sebagai NPWP dummy ini ternyata menyimpan sejumlah risiko administratif dan perpajakan yang cukup serius.

Fenomena ini penting dipahami, baik oleh pemberi kerja sebagai pemotong pajak maupun oleh pegawai sebagai pihak yang dipotong. Tanpa penanganan yang tepat, penggunaan NPWP sementara bisa menghambat penerbitan bukti potong tahunan, menyulitkan pelaporan SPT hingga menimbulkan potensi kewajiban pajak ganda.

Mengapa Ada NPWP Sementara?

NPWP sementara dengan kode 99900000000999000 digunakan karena sistem tidak dapat mengenali NIK seseorang. Hal ini biasanya terjadi akibat:

  1. NIK belum valid di Dukcapil – misalnya data kependudukan belum diperbarui.
  2. NIK belum padan dengan NPWP di DJP – meski NIK sudah sah, proses sinkronisasi dengan DJP belum selesai.

Untuk mencegah terhambatnya pemotongan pajak, DJP memberikan opsi penggunaan NPWP sementara (NPWP dummy) agar bukti potong tetap bisa diterbitkan.

Risiko Penggunaan NPWP Sementara

Penggunaan NPWP sementara tidak hanya memudahkan proses administrasi sesaat, namun juga menimbulkan beberapa risiko:

  • Risiko administratif. Bukti potong yang diterbitkan dengan NPWP dummy tidak diakui secara penuh dan harus diperbaiki.
  • Risiko fiskal. Penerima penghasilan bisa dikenai pajak kembali karena data tidak tercatat dengan benar.
  • Risiko reputasi perusahaan. Bila tidak segera dibetulkan, perusahaan bisa dianggap lalai dalam kewajiban perpajakan.

Dampak Bagi Pemberi Penghasilan (Pemotong)

Bagi perusahaan atau pihak pemberi penghasilan, penggunaan NPWP sementara dapat menimbulkan beberapa konsekuensi:

  • Bukti potong tahunan tidak bisa diterbitkan. Sistem DJP akan menolak penerbitan formulir 1721 A1/A2 jika NPWP masih menggunakan format sementara.
  • Kewajiban melakukan pembetulan. Semua bukti potong dan SPT Masa PPh 21 yang sebelumnya menggunakan NPWP sementara harus diperbaiki setelah NIK pegawai valid.
  • Keterlambatan administrasi. Proses pelaporan SPT tahunan perusahaan dapat terganggu karena menunggu validasi NIK pegawai.

Dampak Bagi Penerima Penghasilan (Yang Dipotong)

Sementara itu, bagi pegawai atau penerima penghasilan, penggunaan NPWP sementara juga menimbulkan kendala:

  • Bukti potong tidak otomatis terprepopulasi. Data penghasilan tidak langsung masuk ke SPT Tahunan di DJP Online.
  • Kesulitan mengkreditkan pajak. Pajak yang sudah dipotong pemberi kerja bisa jadi tidak tercatat sehingga berpotensi ditagih ulang.
  • Kewajiban pelaporan manual. Pegawai harus melaporkan SPT dengan memasukkan data secara manual, meningkatkan risiko kesalahan input.

Contoh Kasus Dampak NPWP Sementara

Misalnya, seorang karyawan bernama Budi memiliki penghasilan bruto Rp10.000.000 per bulan. Perusahaan melakukan pemotongan PPh 21 sebesar Rp500.000 per bulan. Namun, karena NIK Budi belum valid di sistem DJP, perusahaan menerbitkan bukti potong menggunakan NPWP sementara.

Ketika tiba masa pelaporan SPT Tahunan, data bukti potong Budi tidak muncul otomatis di DJP Online. Akibatnya:

  • Budi harus memasukkan data manual satu per satu.
  • Jika perusahaan belum membetulkan bukti potong, ada potensi PPh 21 yang dipotong tidak dapat dikreditkan.
  • Bila terjadi perbedaan data, DJP bisa menagih kembali pajak yang sebenarnya sudah dipotong.

Cara Atasi Kendala NPWP Sementara

Untuk menghindari permasalahan, berikut langkah penting yang harus dilakukan:

Bagi Pegawai

  1. Pastikan NIK sudah valid di Dukcapil.
  2. Lakukan registrasi NIK di DJP Online (Coretax).
  3. Jika terjadi kendala, segera hubungi Kring Pajak 1500200 atau kunjungi KPP terdekat.

Bagi Perusahaan

  1. Jangan menunda verifikasi NIK pegawai baru.
  2. Segera lakukan pembetulan bukti potong dan SPT Masa setelah NIK valid.
  3. Simpan dokumentasi setiap proses perbaikan agar audit lebih mudah.

Mengapa Pemadanan NIK-NPWP Begitu Penting?

Pemadanan data NIK-NPWP bukan hanya sekadar kewajiban administratif. Lebih jauh, hal ini menjadi kunci agar sistem pajak Indonesia semakin terintegrasi. Dengan NIK sebagai identitas tunggal, seluruh data perpajakan akan lebih rapi, transparan dan meminimalkan potensi penghindaran pajak.

Banyak perusahaan yang kewalahan mengurus perbaikan data perpajakan, terutama ketika menghadapi kendala teknis di sistem DJP. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat penting. Bagi Anda yang berdomisili di Jawa Timur, ISBC hadir sebagai konsultan perencanaan pajak di Surabaya yang siap membantu memastikan pemadanan data, pembetulan SPT hingga strategi kepatuhan pajak perusahaan Anda berjalan lancar.Kesimpulan

NPWP sementara 99900000000999000 atau NPWP dummy bukanlah solusi permanen, melainkan jalan keluar sementara agar proses pemotongan pajak tidak terhenti. Namun, penggunaannya membawa sejumlah risiko serius baik bagi pemberi kerja maupun penerima penghasilan. Oleh sebab itu, perusahaan dan pegawai harus segera memastikan NIK terdaftar dengan benar di sistem DJP agar tidak terjadi masalah administratif dan finansial di kemudian hari.

Dengan memahami risiko, dampak dan cara mengatasinya, setiap wajib pajak dapat lebih siap menghadapi kendala administratif yang muncul. Jika diperlukan, jangan ragu menggunakan jasa konsultan pajak profesional agar proses administrasi lebih efisien, akurat dan aman.

Baca juga: Bupot A1 Tidak Bisa Diproses? Ini Solusinya!

The post NPWP Sementara: Risiko, Dampak dan Cara Atasi Kendalanya appeared first on ISB Consultant.

]]>
6068
Cara & Syarat Pengajuan  Restitusi PYSTT via Coretax https://isbconsultant.com/cara-syarat-pengajuan-restitusi-pystt-via-coretax/ Mon, 25 Aug 2025 03:23:41 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6065 Tidak sedikit Wajib Pajak yang merasa bingung ketika mengetahui bahwa mereka dapat mengajukan pengembalian atas pajak yang ternyata tidak seharusnya dibayar. Padahal, mekanisme ini sudah diatur secara jelas dalam regulasi dan dapat dilakukan dengan mudah melalui sistem terbaru DJP, yaitu Coretax. Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (PYSTT) hadir sebagai bentuk perlindungan hak Wajib Pajak. […]

The post Cara & Syarat Pengajuan  Restitusi PYSTT via Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
Tidak sedikit Wajib Pajak yang merasa bingung ketika mengetahui bahwa mereka dapat mengajukan pengembalian atas pajak yang ternyata tidak seharusnya dibayar. Padahal, mekanisme ini sudah diatur secara jelas dalam regulasi dan dapat dilakukan dengan mudah melalui sistem terbaru DJP, yaitu Coretax.

Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (PYSTT) hadir sebagai bentuk perlindungan hak Wajib Pajak. Fasilitas ini memberi kesempatan untuk mendapatkan kembali dana pajak yang terlanjur disetorkan, namun sejatinya tidak dikenakan. Agar tidak salah langkah, penting memahami kategori, syarat dan prosedur pengajuan yang berlaku.

Apa itu PYSTT?

Definisi PYSTT adalah pengembalian dana pajak yang telah dibayarkan oleh Wajib Pajak, tetapi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ternyata tidak seharusnya terutang. Misalnya, kelebihan bayar, salah setor atau pembayaran yang seharusnya dikecualikan.

Dasar hukum PYSTT diatur dalam PMK 81/2024, yang menjadi pedoman resmi tata cara restitusi pajak. Kehadiran Coretax memungkinkan seluruh proses dilakukan secara digital sehingga lebih cepat, transparan dan dapat dipantau langsung oleh Wajib Pajak.

Alasan Pengajuan PYSTT di Coretax

Dalam praktiknya, terdapat enam alasan utama yang dapat menjadi dasar permohonan PYSTT melalui Coretax. Berikut penjelasan rinci:

1. Kelebihan Pembayaran untuk UMKM dengan Omzet Tertentu

Pengajuan ini berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet tahunan hingga Rp500 juta. Pada batas tersebut, omzet dikecualikan dari PPh Final UMKM, sehingga pembayaran yang sudah dilakukan dapat diminta kembali. Syaratnya antara lain:

  • Telah melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
  • Memiliki bukti pembayaran atau pemotongan PPh Final UMKM.

2. Nilai Pembayaran yang Belum Digunakan

Kategori ini mencakup:

  • Saldo deposit pajak (KAP/KJS 411618-100).
  • Kelebihan pembayaran tunggakan pajak.
  • PPh Final atas pengalihan hak tanah/bangunan yang belum diterbitkan surat keterangan.
  • Saldo deposit bea meterai untuk mesin teraan yang tidak terpakai.

3. Pembayaran yang Dipersamakan dengan Pelaporan

Beberapa bentuk pembayaran dianggap sama dengan pelaporan pajak, sehingga kelebihan pembayaran dapat diminta kembali, misalnya:

  • PPh Pasal 25 Orang Pribadi maupun Badan.
  • PPh Final UMKM.
  • SK Revaluasi Aset Tetap.
  • Validasi PPhTB yang sudah memiliki surat keterangan.

4. Kelebihan Pembayaran Berdasarkan SPT

Jika Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Masa dan ditemukan lebih bayar, PYSTT dapat diajukan. Contohnya:

  • SPT Masa PPh Unifikasi.
  • SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih.
  • SPT Masa Bea Meterai.

5. Bukti Transaksi (Faktur Pajak atau Bukti Potong)

Permohonan dapat diajukan jika terdapat kelebihan pembayaran pajak yang bersumber dari:

  • Faktur Pajak atau dokumen yang dipersamakan.
  • Bukti potong atau bukti pungut pajak.

Contoh yang umum adalah permohonan PYSTT oleh perwakilan negara asing atau badan internasional yang memiliki hak khusus.

6. Sisa Kelebihan dari SKPPKP

Jika sebelumnya telah diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), namun masih ada selisih kelebihan yang belum dikembalikan, maka pengajuan PYSTT dapat dilakukan kembali.

Cara Mengajukan PYSTT di Coretax

Agar tidak salah langkah, berikut tahapan pengajuan yang harus dilakukan melalui aplikasi Coretax:

  1. Masuk ke laman https://coretaxdjp.pajak.go.id.
  2. Pilih menu Modul Pembayaran kemudian klik Formulir Restitusi Pajak.
  3. Masukkan Nomor Surat Permohonan.
  4. Pilih alasan pengajuan sesuai kondisi yang relevan.
  5. Isi seluruh detail permohonan, termasuk rekening bank tujuan pengembalian.
  6. Unggah dokumen pendukung.
  7. Klik Submit untuk memproses pengajuan.

Contoh Ilustrasi Penerapan

Seorang Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM memiliki omzet Rp450 juta di tahun 2024. Berdasarkan ketentuan, omzet di bawah Rp500 juta dibebaskan dari PPh Final UMKM. Namun, ia sudah menyetorkan pajak sebesar Rp3 juta. Maka, Wajib Pajak ini dapat mengajukan PYSTT dengan dasar kelebihan pembayaran UMKM sehingga Rp3 juta tersebut bisa dikembalikan.

Meskipun Coretax memberikan kemudahan, kenyataannya tidak semua Wajib Pajak memahami perbedaan kategori maupun persyaratan dokumen dengan tepat. Kesalahan sekecil apa pun, misalnya salah memilih alasan pengajuan, bisa membuat permohonan ditolak.

Apabila Anda berdomisili di Surabaya dan ingin memastikan proses berjalan lancar, bekerja sama dengan kantor konsultan pajak Surabaya atau ISB Consultant dapat membantu. Dengan pendampingan profesional, risiko penolakan dapat diminimalisir sekaligus mempercepat proses restitusi.

Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (PYSTT) adalah hak yang bisa dimanfaatkan setiap Wajib Pajak ketika terjadi pembayaran yang tidak semestinya. Coretax hadir untuk menyederhanakan proses, namun pemahaman detail terkait alasan dan syarat tetap sangat penting.

Dengan bimbingan konsultan pajak berpengalaman, pengajuan PYSTT dapat dilakukan lebih tepat, aman dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Baca juga: Restitusi Gagal? Ini Ketentuan DJP soal SPT Lebih Bayar

The post Cara & Syarat Pengajuan  Restitusi PYSTT via Coretax appeared first on ISB Consultant.

]]>
6065
Kode Barang/Jasa 000000, Apakah Faktur Pajak Tetap Sah? https://isbconsultant.com/faktur-pajak-kode-barang-jasa-000000/ Fri, 22 Aug 2025 08:59:18 +0000 https://isbconsultant.com/?p=6058 Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih bertanya-tanya mengenai keabsahan penggunaan kode barang/jasa 000000 di aplikasi Coretax. Keraguan ini wajar, mengingat faktur pajak merupakan dokumen yang sangat penting dan kesalahan sekecil apa pun dapat berdampak pada pengkreditan Pajak Masukan. Tidak jarang, PKP khawatir jika penggunaan kode 000000 bisa menyebabkan faktur pajak dianggap tidak sah. Padahal, aturan […]

The post Kode Barang/Jasa 000000, Apakah Faktur Pajak Tetap Sah? appeared first on ISB Consultant.

]]>
Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih bertanya-tanya mengenai keabsahan penggunaan kode barang/jasa 000000 di aplikasi Coretax. Keraguan ini wajar, mengingat faktur pajak merupakan dokumen yang sangat penting dan kesalahan sekecil apa pun dapat berdampak pada pengkreditan Pajak Masukan. Tidak jarang, PKP khawatir jika penggunaan kode 000000 bisa menyebabkan faktur pajak dianggap tidak sah.

Padahal, aturan terbaru sudah memberikan penjelasan yang cukup jelas mengenai hal ini. Dengan memahami dasar hukum, fungsi kolom kode barang/jasa serta cara pengisian yang tepat, PKP dapat lebih percaya diri dalam menerbitkan Faktur Pajak tanpa rasa khawatir berlebihan.

Dasar Hukum Pengisian Kode Barang/Jasa

Untuk mengetahui status penggunaan kode barang/jasa di Coretax, mari merujuk pada regulasi yang berlaku:

  • Pasal 33 PER-11/PJ/2025: Tidak ada kewajiban mencantumkan kode barang/jasa. Yang diwajibkan hanyalah pengisian jenis barang atau jasa.
  • Lampiran PER-11/PJ/2025: Panduan teknis kode barang/jasa hanya berlaku jika terdapat data referensi dalam sistem e-Faktur/Coretax.
  • Pasal 13 ayat (5) UU PPN: Syarat formal Faktur Pajak tidak mencantumkan kode barang/jasa, melainkan informasi wajib lain seperti identitas penjual, pembeli serta keterangan BKP/JKP.

Berdasarkan dasar hukum ini, kode barang/jasa bukan merupakan elemen wajib mutlak. Artinya, faktur pajak tetap sah walaupun menggunakan kode 000000 atau bahkan dikosongkan.

Status Penggunaan Kode 000000

Menurut ketentuan terkini, penggunaan kode 000000 masih diperbolehkan dengan syarat tertentu:

  1. Kolom Kode Barang/Jasa di Coretax bersifat opsional.
  2. Jika sistem menyediakan kode, PKP disarankan untuk menggunakan kode yang tersedia.
  3. Jika kode tidak tersedia, kolom ini dapat dibiarkan kosong atau diisi dengan 000000.
  4. Faktur Pajak tetap sah meski menggunakan kode 000000, asalkan deskripsi barang/jasa pada kolom Jenis Barang/Jasa diisi dengan benar.

Dengan demikian, fokus utama bukan pada kode, melainkan pada kejelasan dan kebenaran deskripsi barang/jasa yang dicantumkan.

Pentingnya Mengisi Jenis Barang/Jasa dengan Benar

Kolom Jenis Barang/Jasa menjadi poin penting yang menentukan validitas faktur. Deskripsi yang jelas dan rinci wajib dicantumkan. Hindari penggunaan istilah yang terlalu umum. Berikut contoh yang lebih tepat:

  • Kurang Tepat: “Elektronik”
  • Benar: “Laptop ASUS Zenbook Pro 16 OLED”
  • Kurang Tepat: “Jasa Konsultasi”
  • Benar: “Jasa Konsultasi Penyusunan Laporan Pajak Tahunan Badan”

Pengisian detail seperti ini akan memperkuat kredibilitas dokumen perpajakan sekaligus menghindarkan PKP dari potensi koreksi administrasi.

Ketentuan Khusus pada Jenis Barang/Jasa

Dalam kondisi tertentu, aturan mensyaratkan pengisian yang lebih spesifik, misalnya:

  • Kendaraan Bermotor Baru: harus mencantumkan merek, tipe, varian dan nomor rangka.
  • Tanah atau Bangunan: wajib menuliskan alamat lengkap objek.
  • Penyerahan ke Kawasan Perdagangan Bebas: harus mencantumkan nama barang dan kode HS (Harmonized System) sesuai Buku Tarif Kepabeanan Indonesia.

Ketentuan ini wajib diperhatikan karena kesalahan dalam pengisian dapat berakibat faktur dianggap tidak sesuai aturan.

Contoh Penggunaan Kode 000000 dalam Praktik

Seorang PKP menjual meja rapat kayu jati custom ukuran besar. Sistem Coretax tidak memiliki kode barang yang sesuai. Maka, pengisian dapat dilakukan sebagai berikut:

  • Kode Barang/Jasa: 000000
  • Jenis Barang/Jasa: Meja Rapat Kayu Jati Custom Ukuran 3 Meter
  • Jumlah: 1 unit
  • Harga Satuan: Rp12.000.000
  • DPP: Rp12.000.000
  • PPN 11%: Rp1.320.000

Pada contoh ini, meskipun kode yang dipakai adalah 000000, faktur pajak tetap sah karena deskripsi barang sudah jelas, detail dan sesuai kondisi sebenarnya.

Kesalahan Umum yang Sering Terjadi

Dalam praktiknya, ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan PKP, antara lain:

  • Menulis deskripsi barang/jasa terlalu singkat, misalnya hanya “barang” atau “jasa”.
  • Mengabaikan ketentuan khusus, misalnya pada kendaraan bermotor atau properti.
  • Menganggap bahwa kode 000000 otomatis membuat faktur tidak sah.

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat mengurangi validitas administrasi dan berpotensi menimbulkan masalah saat pemeriksaan pajak.

Pemahaman mengenai penggunaan kode barang/jasa, terutama 000000, penting agar PKP tidak ragu dalam menerbitkan Faktur Pajak. Pengetahuan ini juga membantu PKP memastikan bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan sah sesuai aturan yang berlaku.

Tidak semua PKP memiliki waktu dan pemahaman teknis yang memadai dalam mengurus detail administrasi perpajakan. Pada titik ini, menggunakan layanan profesional menjadi pilihan tepat.

Melalui jasa konsultasi pajak bersertifikasi di Yogyakarta yang disediakan oleh ISB Consultant, para pelaku usaha di area Yogyakarta dan sekitarnya bisa mendapatkan pendampingan terpadu dalam pengelolaan pajak, termasuk penerbitan faktur yang sesuai regulasi.

Dengan dukungan konsultan berpengalaman, risiko kesalahan administrasi dapat diminimalkan secara signifikan.

Penggunaan kode barang/jasa 000000 di Coretax diperbolehkan menurut aturan perpajakan terbaru. Yang terpenting adalah memastikan pengisian kolom Jenis Barang/Jasa dilakukan secara detail, benar dan sesuai transaksi. Faktur Pajak akan tetap sah serta dapat digunakan untuk pengkreditan Pajak Masukan sepanjang memenuhi ketentuan formal yang berlaku.

Dengan pemahaman yang tepat, PKP tidak perlu khawatir menggunakan kode 000000. Justru, yang lebih penting adalah memastikan bahwa dokumen perpajakan disusun dengan cermat agar tidak menimbulkan kendala administratif di kemudian hari.

Baca juga: 5 Kesalahan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang Wajib Dihindari

The post Kode Barang/Jasa 000000, Apakah Faktur Pajak Tetap Sah? appeared first on ISB Consultant.

]]>
6058