Apa Saja BKP dan JKP yang Tidak Boleh Digunggung?

Dalam praktik perpajakan, pengusaha sering kali memilih pendekatan yang praktis dalam penerbitan faktur pajak, terutama dalam transaksi kepada konsumen akhir. Faktur pajak digunggung atau dikenal juga sebagai faktur pajak pedagang eceran menjadi pilihan yang umum karena sifatnya yang tidak mewajibkan pencantuman identitas pembeli secara lengkap. Namun, perkembangan regulasi terbaru menuntut kewaspadaan lebih tinggi, terutama setelah diberlakukannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025.

Ketentuan tersebut menetapkan secara spesifik jenis Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu yang tidak diperbolehkan untuk menggunakan faktur digunggung, meskipun transaksi dilakukan kepada konsumen akhir. Maka dari itu, penting bagi setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk memahami secara rinci jenis-jenis BKP dan JKP tersebut agar dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat dan menghindari sanksi administratif.

Ketentuan Umum dalam PER-11/PJ/2025

Berdasarkan Pasal 55 PER-11/PJ/2025, DJP menetapkan bahwa terdapat pengecualian penggunaan faktur digunggung untuk transaksi tertentu. Dalam kasus penyerahan BKP dan/atau JKP tertentu kepada konsumen akhir, PKP tetap wajib membuat faktur pajak sesuai ketentuan umum, yaitu melalui sistem e-Faktur. Dengan kata lain, walaupun transaksi bersifat ritel dan tidak memerlukan identitas pembeli secara spesifik, faktur tetap harus dibuat dalam format resmi dan lengkap.

Kebijakan ini diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai langkah pengawasan dan penertiban dalam proses pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terutama terhadap transaksi yang melibatkan barang atau jasa bernilai tinggi atau berdampak signifikan terhadap penerimaan negara.

Jenis BKP Tertentu yang Tidak Boleh Digunggung

Berikut adalah jenis-jenis Barang Kena Pajak (BKP) yang tidak dapat menggunakan faktur digunggung:

  1. Kendaraan Bermotor
    • Mobil pribadi
    • Sepeda motor
    • Truk dan kendaraan niaga lainnya
  2. Alat Transportasi Air
    • Kapal pesiar
    • Kapal ekskursi
    • Kapal feri
    • Yacht
  3. Alat Transportasi Udara
    • Pesawat terbang pribadi atau komersial
    • Helikopter
    • Balon udara
  4. Tanah dan/atau Bangunan
    • Penjualan properti hunian maupun komersial
    • Kavling tanah
  5. Senjata Api dan/atau Peluru
    • Pistol, senapan, dan amunisi
    • Senjata yang diperjualbelikan secara sah berdasarkan perizinan

Dalam hal ini, meskipun pembeli adalah konsumen akhir seperti individu pribadi, PKP tetap wajib mencatat dan melaporkan transaksi tersebut secara formal dalam sistem e-Faktur.

Jenis JKP Tertentu yang Tidak Boleh Digunggung

Selain barang, terdapat pula jenis Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak dapat menggunakan faktur digunggung, antara lain:

  1. Penyewaan Kendaraan Bermotor
    • Jasa rental mobil pribadi atau niaga
    • Penyewaan motor untuk wisata atau harian
  2. Penyewaan Alat Transportasi Air
    • Jasa sewa kapal feri
    • Sewa kapal pesiar untuk keperluan pribadi atau pariwisata
  3. Penyewaan Alat Transportasi Udara
    • Jasa sewa helikopter atau pesawat charter
  4. Penyewaan Tanah dan/atau Bangunan
    • Sewa rumah, ruko, gudang, dan fasilitas komersial lainnya
Baca juga:  DJP: Tarif Pajak Tak Naik 20% Jika Ubah NIK Jadi NPWP

Kategori JKP di atas mewakili jenis jasa bernilai besar yang oleh karenanya perlu dimonitor lebih ketat oleh otoritas perpajakan.

Ilustrasi Kesalahan dan Contoh Perhitungan

Sebagai contoh, PT Maju Berkembang merupakan PKP yang menjual mobil kepada konsumen individu senilai Rp550.000.000. PT tersebut menggunakan faktur digunggung dengan asumsi transaksi dilakukan kepada konsumen akhir. Dalam hal ini, penerbitan faktur digunggung merupakan pelanggaran karena kendaraan bermotor termasuk dalam daftar BKP yang tidak boleh digunggung.

Seharusnya, PT Maju Berkembang menerbitkan e-Faktur dengan perhitungan PPN sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp550.000.000
PPN (11%) = 11% x Rp550.000.000 = Rp60.500.000
Total Tagihan = Rp550.000.000 + Rp60.500.000 = Rp610.500.000

Transaksi tersebut harus dicatat dalam e-Faktur dengan mencantumkan nama dan NPWP pembeli jika tersedia, sebagai bentuk kepatuhan atas regulasi perpajakan.

Dampak dan Konsekuensi Jika Salah Menggunakan Faktur

Penggunaan jenis faktur yang tidak sesuai dapat menyebabkan:

  • Ketidaksesuaian pelaporan PPN
  • Potensi sanksi administrasi berupa denda
  • Koreksi fiskal atas transaksi terkait

Oleh sebab itu, sangat penting bagi setiap PKP untuk memahami klasifikasi BKP dan JKP yang diperjualbelikan serta menyesuaikan metode penerbitan faktur pajak sesuai regulasi yang berlaku.

Solusi Bagi PKP

Agar tidak salah langkah dalam mengelola kewajiban perpajakan, banyak PKP yang kini bekerja sama dengan konsultan pajak profesional. Di sinilah ISB Consultant, sebagai konsultan administrasi pajak di Jogja, hadir memberikan solusi praktis dan legal untuk pengusaha dari berbagai sektor. Melalui layanan perpajakan terintegrasi dari ISBC, PKP dapat memastikan kepatuhan terhadap regulasi terbaru, sekaligus meminimalkan risiko kesalahan administratif.

Perubahan kebijakan dalam PER-11/PJ/2025 mengharuskan PKP lebih berhati-hati dalam memilih jenis faktur yang digunakan, khususnya untuk barang dan jasa tertentu yang bernilai tinggi. Faktur digunggung memang diperbolehkan untuk sebagian besar transaksi eceran, namun ada pengecualian tegas yang wajib diikuti agar pelaporan PPN tetap valid dan akurat.

Memahami perbedaan antara transaksi yang boleh dan tidak boleh digunggung adalah langkah awal penting untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Kolaborasi dengan pihak profesional seperti ISB Consultant dapat menjadi solusi cerdas dalam memastikan bahwa seluruh proses administrasi perpajakan Anda berjalan lancar dan tepat sasaran.

Baca juga: Contoh dan Cara Menghitung PPN, Lengkap dengan Tarifnya