Ketentuan & Cara Hitung Pajak Kripto Sesuai PMK 50/2025

Perdagangan aset kripto di Indonesia kini memasuki babak baru dengan hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Regulasi ini membawa perubahan signifikan terhadap cara pemerintah memandang sekaligus mengenakan pajak pada transaksi aset digital.

Jika sebelumnya kripto diperlakukan layaknya komoditas, kini statusnya telah berubah menjadi aset keuangan yang dipersamakan dengan surat berharga. Konsekuensinya, skema pajak yang berlaku pun ikut disesuaikan.

Bagi para investor, trader, maupun pelaku usaha yang bersinggungan dengan kripto, memahami perubahan ini menjadi sangat penting. Tidak hanya untuk memastikan kepatuhan pajak, tetapi juga untuk merencanakan strategi investasi yang lebih efisien.

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif mengenai tarif pajak jual beli kripto terbaru menurut PMK 50/2025, berikut contoh perhitungannya, kewajiban pihak terkait hingga implikasi praktis di lapangan.

Latar Belakang Perubahan Regulasi Pajak Kripto

Perubahan aturan pajak kripto bukan sekadar kebijakan teknis, melainkan bagian dari transformasi besar dalam regulasi keuangan di Indonesia. Terdapat beberapa dasar hukum yang memperkuat perubahan ini, antara lain:

  • UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK): Menetapkan kripto sebagai aset keuangan digital.
  • PP Nomor 49 Tahun 2024: Mengalihkan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke OJK sejak 10 Januari 2025.
  • PMK Nomor 50 Tahun 2025: Menetapkan skema perpajakan baru dengan meniadakan PPN atas transaksi kripto dan memberlakukan PPh Pasal 22 Final.

Dengan pengelompokan ini, kripto tidak lagi diperlakukan sebagai barang kena pajak, melainkan aset keuangan yang masuk ekosistem jasa keuangan formal.

Tarif Pajak Kripto Terbaru Berdasarkan Lokasi Exchange

PMK 50/2025 mengatur tarif yang berbeda untuk transaksi kripto di platform dalam negeri dan luar negeri. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Transaksi di Exchange Dalam Negeri

  • Tarif: 0,21% dari nilai transaksi penjualan.
  • Pemungut: Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) Dalam Negeri atau Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD).
  • Sifat pajak: Final, sehingga tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain dalam SPT Tahunan.

2. Transaksi di Exchange Luar Negeri

  • Tarif: 1% dari nilai transaksi penjualan.
  • Pemungut: PPMSE Luar Negeri; apabila tidak memungut, maka penjual wajib menyetor sendiri.
  • Sifat pajak: Final.

Perbandingan dengan Skema Pajak Lama

Sebelum adanya PMK 50/2025, perdagangan kripto masih dikenai PPN selain PPh Pasal 22 Final. Hal ini kerap dianggap membebani investor karena pajak dikenakan ganda, baik pada sisi jual maupun beli. Skema lama sebagaimana diatur dalam PMK 81/2024 antara lain:

  • Penjualan kripto: PPh 22 Final sebesar 0,1%–0,2%.
  • Pembelian kripto: PPN dengan tarif 0,11%–0,22%.

Dengan aturan baru, pembeli kripto tidak lagi dibebani pajak tambahan karena PPN dihapuskan. Fokus pemajakan dialihkan sepenuhnya pada pihak penjual.

Contoh Perhitungan Pajak Kripto Terbaru

Agar lebih jelas, berikut contoh perhitungan berdasarkan ketentuan PMK 50/2025:

Contoh 1 – Jual di Exchange Dalam Negeri

  • Nilai transaksi: Rp20.000.000
  • PPh 22 Final: 0,21% × Rp20.000.000 = Rp42.000
  • Hasil bersih diterima penjual: Rp19.958.000 (sebelum biaya administrasi platform).

Contoh 2 – Jual di Exchange Luar Negeri

  • Nilai transaksi: Rp75.000.000
  • PPh 22 Final: 1% × Rp75.000.000 = Rp750.000
  • Hasil bersih diterima penjual: Rp74.250.000.
Baca juga:  Syarat dan Mekanisme Penunjukan Marketplace Pemungut PPh 22

Perhitungan ini menunjukkan perbedaan beban pajak yang cukup signifikan antara exchange dalam negeri dan luar negeri.

Di tengah kompleksitas aturan pajak dan dinamika kripto, banyak perusahaan dan investor memilih untuk berkonsultasi dengan ahli. Sebagai contoh, bagi Anda yang berdomisili di Surabaya Barat dan membutuhkan konsultan pajak di Surabaya, ISBC siap membantu dalam perencanaan administrasi pajak tahunan yang sesuai regulasi sekaligus memberikan solusi strategis untuk efisiensi pajak.

Kewajiban Pihak Terkait

Setiap pihak yang terlibat dalam transaksi kripto memiliki kewajiban pajak masing-masing sesuai ketentuan. Berikut penjelasan tanggung jawab utama:

1. Bagi Wajib Pajak Penjual Kripto

  • Memastikan platform memungut PPh 22 Final sesuai ketentuan.
  • Menyimpan bukti pemungutan pajak untuk pelaporan.
  • Melakukan penyetoran mandiri apabila bertransaksi di exchange luar negeri yang tidak ditunjuk sebagai pemungut.

2. Bagi Penyelenggara Platform/Exchange

  • Exchange dalam negeri wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPh 22 Final sebesar 0,21%.
  • Exchange luar negeri yang ditunjuk DJP juga wajib mengadministrasikan pemungutan PPh 22 Final sebesar 1%.

Implikasi Praktis bagi Investor dan Pelaku Usaha

Bagi investor, aturan baru ini memberikan kejelasan dan kesederhanaan administrasi perpajakan. Beban pajak kini lebih mudah dihitung, tanpa adanya PPN tambahan. Di sisi lain, perbedaan tarif antara exchange dalam negeri dan luar negeri mendorong transaksi untuk lebih banyak dilakukan di platform dalam negeri.

Bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang kripto, perubahan regulasi ini juga memberikan kepastian hukum, sekaligus membuka peluang untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap ekosistem kripto di Indonesia.

PMK 50/2025 membawa perubahan besar dalam perpajakan kripto di Indonesia dengan meniadakan PPN dan memberlakukan tarif PPh 22 Final yang berbeda antara exchange dalam negeri (0,21%) dan luar negeri (1%). Perubahan ini menyederhanakan kewajiban pajak, memperjelas posisi kripto sebagai aset keuangan sekaligus memperkuat fondasi pengawasan oleh OJK.

Dalam konteks yang lebih luas, regulasi ini merupakan langkah penting menuju tata kelola aset digital yang lebih profesional dan sejalan dengan standar keuangan global. Bagi para pelaku usaha, investor, maupun perusahaan, memahami aturan ini menjadi kunci untuk memastikan kepatuhan sekaligus mengoptimalkan strategi perpajakan.

Baca juga: Pemerintah Hapus PPN Aset Kripto Lewat PMK 53/2025