Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif & Negatif SPT Tahunan Badan

Menyusun dan melaporkan SPT Tahunan Badan bukanlah sekadar formalitas administrasi, tetapi merupakan kewajiban hukum yang membutuhkan ketelitian tinggi. Banyak perusahaan yang kerap menemui kendala ketika harus menyesuaikan laporan keuangan komersial dengan peraturan perpajakan.

Di sinilah konsep koreksi fiskal memiliki peran penting, khususnya dalam sistem administrasi berbasis Coretax yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dalam praktiknya, kesalahan pengisian kode koreksi fiskal dapat menimbulkan implikasi serius, mulai dari ketidaksesuaian data hingga risiko pemeriksaan pajak.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai daftar kode koreksi fiskal resmi sebagaimana diatur dalam PER-11/PJ/2025 sangat dibutuhkan oleh setiap Wajib Pajak Badan. Artikel ini akan mengulas secara terperinci daftar kode koreksi fiskal di Coretax, lengkap dengan contoh praktis agar mudah dipahami.

Apa yang Dimaksud dengan Koreksi Fiskal?

Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian antara laporan laba rugi komersial yang disusun berdasarkan standar akuntansi dengan laporan fiskal yang disusun berdasarkan aturan perpajakan.

Penyesuaian ini diperlukan karena tidak semua biaya dan pendapatan yang diakui secara akuntansi dapat diakui secara fiskal. Koreksi ini terbagi menjadi dua jenis:

  • Koreksi Fiskal Positif (FPO): Penyesuaian yang menambah laba fiskal, karena ada biaya yang diakui secara komersial namun tidak boleh diakui secara fiskal.
  • Koreksi Fiskal Negatif (FNE): Penyesuaian yang mengurangi laba fiskal, karena terdapat penghasilan yang diakui komersial tetapi dikecualikan dalam perhitungan pajak.

Pemahaman mengenai jenis koreksi ini sangat penting agar perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesuai dengan ketentuan perpajakan.

Daftar Kode Koreksi Fiskal Positif (FPO)

Berikut adalah kode koreksi fiskal positif yang ditetapkan DJP melalui sistem Coretax:

  • FPO-01: Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau tanggungannya
  • FPO-02: Premi asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan, beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak
  • FPO-04: Pengeluaran melebihi kewajaran kepada pihak afiliasi
  • FPO-05: Harta hibah, bantuan, atau sumbangan
  • FPO-06: Pajak penghasilan (PPh) itu sendiri
  • FPO-07: Gaji untuk pemilik usaha atau tanggungannya
  • FPO-08: Sanksi administrasi perpajakan
  • FPO-09: Selisih lebih penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FPO-10: Selisih lebih amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FPO-11: Biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan PPh Final dan non-objek
  • FPO-12: Penyesuaian fiskal positif lainnya

Daftar Kode Koreksi Fiskal Negatif (FNE)

Kode berikut berlaku untuk penyesuaian yang mengurangi penghasilan kena pajak:

  • FNE-01: Penghasilan dikenai PPh Final atau non-objek pajak yang tetap masuk omzet
  • FNE-02: Selisih kurang penyusutan komersial dibanding fiskal
  • FNE-03: Selisih kurang amortisasi komersial dibanding fiskal
  • FNE-04: Penyesuaian fiskal negatif lainnya

Contoh Praktis Perhitungan Koreksi Fiskal

Agar lebih mudah dipahami, berikut ilustrasi sederhana mengenai penerapan kode koreksi fiskal:

Baca juga:  Kode Harta Pajak untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi

Sebuah perusahaan mencatat beban biaya perjalanan sebesar Rp200.000.000 pada laporan komersial. Setelah diteliti, Rp30.000.000 dari total biaya tersebut digunakan untuk perjalanan pribadi pemilik perusahaan. Berdasarkan aturan fiskal, biaya ini tidak boleh diakui, sehingga perlu dilakukan koreksi fiskal positif dengan kode FPO-01.

Selain itu, perusahaan juga memperoleh pendapatan bunga deposito sebesar Rp50.000.000 yang telah dikenakan PPh Final. Pendapatan ini harus dikecualikan dari laba fiskal melalui koreksi fiskal negatif dengan kode FNE-01.

Hasilnya:

  • Laba komersial sebelum koreksi: Rp1.000.000.000
  • Ditambah koreksi positif FPO-01: Rp30.000.000
  • Dikurangi koreksi negatif FNE-01: Rp50.000.000
  • Laba fiskal yang menjadi dasar perhitungan pajak: Rp980.000.000

Contoh ini menunjukkan betapa pentingnya pencatatan yang akurat dalam pengisian Lampiran L1 SPT Tahunan Badan.

Menghadapi kompleksitas aturan perpajakan tentu tidak mudah, terutama bagi perusahaan yang memiliki transaksi beragam. Dalam kondisi ini, bekerja sama dengan pihak ketiga yang kompeten menjadi solusi efektif.

Memilih konsultan pajak ISBC sebagai pihak yang profesional dan berpengalaman akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan analisis koreksi fiskal, memastikan kepatuhan, serta meminimalkan risiko pemeriksaan dari otoritas pajak.

Dengan demikian, perusahaan dapat lebih fokus pada strategi bisnis tanpa harus terbebani urusan administrasi perpajakan yang rumit.

Pemilihan kode koreksi fiskal bukan hanya soal teknis administratif, tetapi juga berpengaruh langsung pada validitas perhitungan pajak. Kesalahan dalam menentukan kode dapat menyebabkan koreksi ganda, terlewatnya penghasilan kena pajak, atau bahkan sanksi dari DJP.

Karena itu, setiap perusahaan sebaiknya memiliki sistem pengendalian internal yang baik untuk memastikan keakuratan data.

Catatan Teknis Pengisian di Coretax

Dalam sistem administrasi perpajakan berbasis Coretax, seluruh koreksi fiskal harus diinput melalui Lampiran L1 SPT Tahunan Badan. Jika tidak terdapat koreksi fiskal positif maupun negatif, maka kolom kode koreksi tidak perlu diisi.

Namun, jika ada transaksi yang relevan, kode harus dipilih sesuai daftar resmi dari DJP. Disiplin dalam penggunaan kode ini akan memudahkan validasi sistem serta meminimalkan perbedaan data dengan DJP.

Strategi Perusahaan dalam Mengelola Koreksi Fiskal

Agar pengisian SPT berjalan lancar, perusahaan sebaiknya menerapkan langkah-langkah berikut:

  1. Melakukan rekonsiliasi secara berkala antara laporan akuntansi dengan laporan pajak.
  2. Mendokumentasikan seluruh transaksi secara rinci, termasuk bukti pendukung biaya maupun penghasilan.
  3. Menggunakan software akuntansi yang terintegrasi dengan sistem perpajakan untuk mengurangi risiko human error.
  4. Melibatkan tenaga ahli pajak internal maupun eksternal dalam proses review sebelum pelaporan.

Dengan strategi ini, perusahaan dapat meminimalisir kesalahan yang berpotensi berakibat sanksi.

Baca juga: Apa Beda Koreksi Fiskal Permanen dan Temporer? Ini Penjelasannya