Digitalisasi di bidang perpajakan terus mengalami kemajuan yang signifikan. Salah satu bentuk transformasi tersebut adalah peran aktif Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang kini diatur lebih rinci melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-5/PJ/2025. Bagi para pelaku usaha, praktisi pajak, dan khususnya konsultan pajak, memahami regulasi ini adalah langkah krusial untuk menyesuaikan diri dengan sistem administrasi perpajakan yang semakin terdigitalisasi.
PER-5/PJ/2025 tidak hanya memperjelas kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PJAP, tetapi juga menyederhanakan klasifikasi jenis layanan yang harus mereka sediakan. Dengan kata lain, peraturan ini menjadi panduan penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan kewajiban perpajakan elektronik, baik sebagai penyedia jasa maupun pengguna layanan seperti Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi.
Latar Belakang dan Tujuan Diterbitkannya PER-5/PJ/2025
Peraturan ini diterbitkan sebagai pengganti dari PER-10/PJ/2020 yang sebelumnya menjadi dasar hukum penunjukan PJAP. Tujuan utamanya adalah memberikan kejelasan mengenai jenis layanan aplikasi perpajakan yang wajib disediakan oleh PJAP untuk mendukung Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memperluas penggunaan sistem digital dan mempermudah Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya.
Dengan demikian, penunjukan PJAP bukan sekadar pengalihan tugas teknis dari DJP ke pihak ketiga, melainkan strategi untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam sistem administrasi pajak.
Jenis Layanan Wajib yang Harus Disediakan PJAP
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PER-5/PJ/2025, terdapat lima jenis layanan aplikasi perpajakan yang wajib disediakan oleh setiap PJAP yang ditunjuk oleh DJP:
1. Layanan Validasi Status Wajib Pajak
PJAP harus menyediakan fitur untuk melakukan verifikasi terhadap status perpajakan dari seorang Wajib Pajak. Ini meliputi pengecekan validitas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), status aktif/nonaktif, serta informasi dasar lain yang berhubungan dengan identitas perpajakan. Layanan ini sangat penting untuk menghindari kesalahan input data dalam pelaporan pajak atau pemotongan pajak oleh pihak ketiga.
2. Pembuatan dan Penyaluran Bukti Potong atau Bukti Pemungutan Elektronik
PJAP wajib menyelenggarakan aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk membuat, menyimpan, dan menyalurkan bukti pemotongan atau pemungutan pajak secara elektronik. Contoh umumnya adalah bukti potong PPh Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2), serta e-Bupot PPh 21. Dengan adanya sistem ini, proses pelaporan menjadi lebih tertib dan mudah dilacak.
3. Modul e-Faktur
Layanan e-Faktur menjadi salah satu komponen penting yang harus disediakan PJAP. Melalui modul ini, Wajib Pajak dapat menerbitkan faktur pajak elektronik, melakukan prepopulated data, serta menyampaikan laporan secara real-time kepada DJP. Sistem ini memungkinkan adanya sinkronisasi otomatis antara transaksi yang terjadi dan pelaporan PPN yang harus dilakukan.
4. Pembuatan Kode Billing
PJAP wajib menyediakan fitur pembuatan kode billing untuk mendukung proses pembayaran pajak secara elektronik. Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat kode billing secara manual melalui laman DJP, karena sistem PJAP yang terintegrasi dapat melakukan otomatisasi pembuatan kode tersebut, termasuk pengelompokan jenis pajak dan masa pajaknya.
5. Penyaluran SPT dalam Bentuk Dokumen Elektronik
Layanan terakhir yang bersifat wajib adalah penyaluran Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk dokumen elektronik. Ini mencakup pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan. Sistem PJAP harus menjamin keamanan data dan kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan dalam proses ini.
Layanan Tambahan Bersifat Opsional (Penunjang)
Selain lima layanan utama, Pasal 2 ayat (3) memberikan peluang bagi PJAP untuk menyelenggarakan layanan aplikasi perpajakan tambahan. Namun, penyelenggaraan layanan penunjang ini hanya dapat dilakukan jika mendapatkan persetujuan dari DJP. Contoh layanan penunjang termasuk integrasi sistem ERP dengan sistem DJP, konsultasi digital perpajakan, atau pelaporan pajak sektoral tertentu seperti pajak pertambangan atau keuangan.
Langkah ini menunjukkan fleksibilitas yang diberikan DJP terhadap inovasi yang dilakukan oleh PJAP, selama tetap mengacu pada prinsip akuntabilitas dan perlindungan data Wajib Pajak.
Penetapan Jumlah Kebutuhan PJAP
Untuk memastikan layanan tetap tersedia dan kompetitif, DJP menetapkan jumlah kebutuhan PJAP secara berkala, paling sedikit satu kali dalam dua tahun. Mekanisme ini diatur dalam Pasal 2 ayat (4) sampai ayat (6), yang mengatur bahwa jumlah PJAP akan diumumkan secara terbuka berdasarkan kapasitas teknologi, cakupan layanan, serta kebutuhan pasar. Proses seleksi dilakukan secara transparan untuk menjaga kualitas layanan dan perlindungan data Wajib Pajak.
Tinjauan Perbandingan PER-5/PJ/2025 dan PER-10/PJ/2020
Perubahan utama dalam PER-5/PJ/2025 dibandingkan dengan regulasi sebelumnya meliputi penyederhanaan redaksi serta penyesuaian fokus layanan. Jika sebelumnya terdapat penyebutan spesifik seperti pemberian NPWP untuk WP karyawan atau e-Faktur Host-to-Host, maka dalam peraturan terbaru disederhanakan menjadi layanan validasi WP dan modul e-Faktur. Hal ini bertujuan memudahkan interpretasi serta memperluas cakupan implementasi.
Secara garis besar, esensi dari regulasi lama tetap dipertahankan, namun dengan pendekatan yang lebih sistematis dan integratif. Ini menunjukkan bahwa DJP tidak hanya melakukan revisi secara redaksional, tetapi juga berdasarkan hasil evaluasi efektivitas layanan dalam praktik lapangan.
Ilustrasi Manfaat Layanan PJAP
Seorang Wajib Pajak Badan di bidang perdagangan retail ingin menyetor PPh Pasal 23 atas jasa konsultan sebesar Rp15.000.000. Menggunakan layanan PJAP, proses validasi NPWP lawan transaksi dapat langsung dilakukan secara otomatis. Kemudian sistem membuat bukti potong elektronik dan secara bersamaan menerbitkan kode billing sejumlah Rp1.500.000 (tarif 10%). Setelah itu, SPT Masa PPh 23 dapat dilaporkan dalam sistem yang sama tanpa harus mengakses banyak platform berbeda.
Peran Konsultan Pajak dalam Optimalisasi Pemanfaatan PJAP
Di sinilah peran konsultan pajak menjadi vital. Tidak semua Wajib Pajak memiliki kapasitas atau waktu untuk memahami detil teknis sistem digital perpajakan yang terus berkembang. Oleh karena itu, memanfaatkan layanan profesional ISB Consultant yang merupakan jasa pengelola administrasi pajak di Jogja tentu sangat rasional. Tim ISBC mampu membantu klien dalam mengintegrasikan proses pelaporan pajak dengan sistem PJAP secara efisien, akurat, dan sesuai regulasi.
Pemilihan jasa konsultan yang tepat bukan hanya memperlancar proses pelaporan pajak, tetapi juga menghindarkan potensi sanksi akibat kesalahan administratif. Selain itu, konsultan yang berpengalaman juga dapat memberikan strategi perencanaan pajak yang legal dan menguntungkan bagi perusahaan.
PER-5/PJ/2025 merupakan langkah maju DJP dalam memperkuat infrastruktur digital perpajakan di Indonesia. Penunjukan PJAP sebagai mitra strategis DJP memungkinkan terciptanya ekosistem perpajakan yang lebih efisien dan akuntabel. Bagi para pengguna jasa, khususnya Wajib Pajak yang membutuhkan dukungan teknis, kehadiran PJAP dan konsultan pajak berpengalaman adalah sinergi yang sangat dibutuhkan.
Dengan memahami jenis layanan PJAP yang diatur dalam regulasi terbaru ini, Wajib Pajak dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam memilih mitra penyedia layanan perpajakan elektronik, serta memastikan kepatuhan perpajakan yang optimal.
Baca juga: Tutorial Cara Ubah Status Wajib Pajak di Aplikasi Coretax