Ketelitian dalam pelaporan pajak bukan hanya soal kewajiban, tetapi juga tentang menjaga kredibilitas usaha di mata otoritas fiskal. Salah satu aspek penting yang kerap menjadi perhatian dalam praktik perpajakan adalah ketepatan dan kelengkapan faktur pajak. Sayangnya, tidak semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) menyadari dampak serius dari penerbitan faktur pajak yang tidak lengkap.
Faktur pajak tidak lengkap bisa berdampak luas, mulai dari pengenaan sanksi administratif hingga hilangnya hak pengkreditan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam konteks ini, memahami secara detail apa saja yang termasuk dalam kategori “faktur pajak tidak lengkap” sangat penting, terlebih setelah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 yang memberikan penegasan baru mengenai ketentuan tersebut.
Definisi Faktur Pajak Tidak Lengkap
Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) PER-11/PJ/2025, faktur pajak dapat dikategorikan tidak lengkap apabila mengandung salah satu dari hal-hal berikut:
- Tidak mencantumkan keterangan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 (untuk faktur pada umumnya) atau Pasal 52 ayat (2) (untuk faktur pedagang eceran).
- Mencantumkan informasi yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, baik mengenai identitas pembeli, penjual, jumlah barang, harga, atau data lainnya.
- Isi faktur tidak sesuai dengan ketentuan pengisian yang diatur dalam PER-11/PJ/2025.
Dengan kata lain, setiap elemen dalam faktur yang tidak memenuhi persyaratan administrasi dapat berakibat pada ketidakabsahan faktur tersebut dari sisi perpajakan.
Konsekuensi Hukum atas Faktur Pajak Tidak Lengkap
Penerbitan faktur pajak yang tidak lengkap tidak hanya sekadar kesalahan administratif. Peraturan perpajakan mengatur sanksi yang cukup berat terhadap ketidakpatuhan ini:
- Sanksi administratif berupa denda dikenakan kepada PKP yang tidak menerbitkan faktur sesuai ketentuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
- PPN tidak dapat dikreditkan oleh pihak pembeli, apabila faktur yang diterima dikategorikan tidak lengkap. Hal ini berdampak langsung terhadap efisiensi biaya bagi pembeli yang merupakan PKP.
Contoh Faktur Pajak Tidak Lengkap Berdasarkan Kasus Lapangan
Untuk memperjelas, berikut adalah beberapa contoh faktur pajak yang dikategorikan tidak lengkap menurut lampiran PER-11/PJ/2025:
Alamat Tidak Sesuai Lokasi Penyerahan
Misalnya, PT BCD menjual alat elektronik ke CV XYZ dengan penyerahan dilakukan di gudang CV XYZ di Surabaya. Namun, dalam faktur hanya tercantum alamat kantor pusat pembeli di Semarang. Karena tidak mencantumkan tempat kegiatan usaha (TKU) sebagai lokasi penyerahan, faktur ini dinyatakan tidak lengkap.
Tidak Cantumkan Identitas Konsumen Akhir
PT DEF menjual barang langsung ke konsumen akhir melalui toko fisik. Faktur yang diterbitkan tidak mencantumkan nama dan alamat pembeli sama sekali. Walaupun merupakan transaksi ritel, tetap ada syarat minimum informasi pembeli yang harus dimuat agar faktur dianggap sah. Dalam hal ini, faktur tidak memenuhi syarat formal.
Salah Input Kode Transaksi dan NSFP
PT GHI melakukan penjualan jasa konsultasi sebesar Rp100 juta kepada PT JKL. Namun, faktur diterbitkan dengan kode transaksi 07 (untuk penyerahan luar negeri), padahal seharusnya menggunakan kode 01. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan faktur tidak valid secara sistem.
Tidak Mencantumkan Harga atau Jumlah Barang Secara Benar
PT MNO menjual 500 unit perlengkapan kantor namun hanya mencantumkan 400 unit dalam faktur. Perbedaan ini, jika disengaja atau tidak segera diperbaiki, mengarah pada pengenaan sanksi serta kehilangan hak kredit pajak bagi pembeli.
Identitas Penjual Tidak Sesuai Profil PKP
Dalam kasus lain, PT PQR menjual barang atas nama anak perusahaan namun menggunakan NSFP milik induk perusahaan. Perbedaan ini menimbulkan ketidaksesuaian data yang menyebabkan faktur tidak bisa dikreditkan.
Ilustrasi Perhitungan Kerugian Akibat Faktur Tidak Lengkap
Misalkan PT STU melakukan pembelian barang senilai Rp220.000.000 (sudah termasuk PPN 10%) dari PT VWX. Namun, faktur pajak yang diberikan salah input identitas pembeli, sehingga dianggap tidak lengkap.
- Nilai DPP: Rp200.000.000
- PPN: Rp20.000.000
Karena faktur tidak lengkap, maka PT STU tidak dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp20 juta tersebut. Jumlah ini menjadi kerugian yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Ketatnya regulasi perpajakan dan sanksi yang mengintai atas kesalahan administratif sekecil apa pun, membuat pendampingan dari konsultan pajak menjadi sangat strategis. Di sinilah peran ISB Consultant Jogja menjadi krusial bagi para pelaku usaha di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Sebagai penyedia jasa konsultan pajak terpercaya, ISBC memberikan bimbingan penuh dalam pembuatan faktur, dokumentasi pajak, hingga pelaporan SPT secara benar dan tepat waktu. Dengan dukungan konsultan berpengalaman, potensi sanksi bisa diminimalkan sedari awal.