5 Kesalahan TP Doc Perusahaan yang Berujung Sanksi Pajak

Mengelola kepatuhan pajak bagi perusahaan yang memiliki transaksi afiliasi bukanlah perkara sederhana. Salah satu aspek penting yang wajib diperhatikan adalah penyusunan Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc).

Dokumen ini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan bukti konkret bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sayangnya, masih banyak perusahaan yang kurang cermat dalam menyusun TP Doc sehingga berisiko menghadapi sanksi dari otoritas pajak.

Seiring diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023, aturan mengenai transfer pricing semakin tegas dan detail. Aturan ini mengatur harmonisasi kriteria hubungan istimewa, analisis industri yang lebih mendalam, hingga mekanisme secondary adjustment.

Dengan kata lain, pemerintah menginginkan agar perusahaan lebih transparan dan akuntabel dalam melaporkan transaksi afiliasi. Maka dari itu, memahami kesalahan umum yang sering terjadi dalam penyusunan TP Doc sangatlah penting untuk meminimalisir risiko pemeriksaan dan denda.

1. Tidak Melampirkan Master File dan Local File

Kesalahan pertama yang paling sering dilakukan perusahaan adalah tidak melampirkan master file dan local file saat melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Kedua dokumen ini merupakan komponen utama dalam TP Doc yang wajib disertakan sesuai ketentuan perpajakan. Master file berisi gambaran umum grup usaha, sedangkan local file berfokus pada aktivitas perusahaan di Indonesia.

Apabila perusahaan tidak melampirkan kedua dokumen ini, SPT dianggap tidak lengkap. Konsekuensinya tidak hanya berupa denda administratif sebesar Rp1 juta, tetapi juga potensi pemeriksaan pajak yang lebih intensif.

Misalnya, sebuah perusahaan manufaktur elektronik yang melakukan penjualan ke entitas afiliasi di luar negeri tetapi lalai menyertakan master file, maka otoritas pajak berhak melakukan pengujian lebih lanjut bahkan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

2. Tidak Menyertakan Country-by-Country Report (CbCR)

Perusahaan yang merupakan bagian dari grup usaha multinasional dengan omzet konsolidasi global tertentu wajib menyertakan Country-by-Country Report (CbCR).

Dokumen ini memberikan informasi menyeluruh mengenai alokasi laba, pajak, dan aktivitas bisnis di setiap negara tempat grup beroperasi. Tujuannya adalah memastikan tidak ada praktik penghindaran pajak melalui rekayasa aliran laba.

Ketika perusahaan tidak melampirkan CbCR, sanksi yang dikenakan serupa dengan kesalahan sebelumnya, yakni denda administratif dan potensi pemeriksaan pajak.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan jasa teknologi di Indonesia yang menjadi bagian dari grup global dengan omzet miliaran dolar tetapi tidak melaporkan CbCR, akan dicurigai melakukan praktik base eosion and profit shifting (BEPS). Hal ini tentu akan memicu pengawasan ketat dari otoritas.

3. Menyerahkan TP Doc Terlambat

Kesalahan berikutnya adalah keterlambatan dalam menyerahkan TP Doc. Tidak sedikit perusahaan yang baru menyiapkan dokumen ini ketika diminta oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Padahal, waktu yang diberikan untuk penyerahan sangat terbatas. Jika perusahaan terlambat, maka dokumen tersebut tidak akan dianggap sebagai TP Doc resmi, melainkan hanya data tambahan.

Implikasinya, DJP memiliki kewenangan penuh untuk melakukan pengujian penerapan prinsip kewajaran tanpa memperhitungkan dokumen yang telat diserahkan.

Misalnya, sebuah perusahaan perdagangan impor baru menyusun TP Doc setelah diminta DJP, tetapi melewati batas waktu yang diberikan. Dalam situasi ini, DJP dapat menetapkan harga transfer yang wajar menurut versinya sendiri, yang bisa jadi jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang dilaporkan perusahaan.

4. Tidak Menyerahkan TP Doc Sama Sekali

Inilah kesalahan paling fatal. Ketika DJP meminta TP Doc tetapi perusahaan tidak menyusunnya sama sekali, maka hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius.

Baca juga:  Peran Pajak Hijau dan Green Accounting dalam Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

Perusahaan secara otomatis dianggap tidak memenuhi kewajiban dokumentasi transfer pricing. Dampaknya, DJP akan tetap menguji kewajaran transaksi dan berhak menerbitkan SKPKB tanpa mempertimbangkan pembelaan dari pihak perusahaan.

Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan distribusi makanan yang bertransaksi dengan afiliasinya di luar negeri mengabaikan permintaan DJP untuk menyerahkan TP Doc.

Akibatnya, DJP menetapkan margin laba wajar berdasarkan data pembanding dari perusahaan sejenis di Indonesia. Jika margin tersebut lebih tinggi, perusahaan harus menanggung tambahan pajak yang signifikan.

5. Menggunakan Data yang Tidak Sesuai Waktu Transaksi

Kesalahan lain yang sering ditemui adalah penggunaan data yang tidak relevan dengan periode transaksi. TP Doc harus disusun berdasarkan data keuangan dan transaksi pada periode yang sama dengan tahun pajak yang dilaporkan.

Jika perusahaan menggunakan data dari periode berbeda, dokumen tersebut dianggap tidak memenuhi prinsip kewajaran.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan logistik menggunakan data tahun 2021 untuk menyusun TP Doc tahun pajak 2022. Padahal kondisi pasar dan tingkat profitabilitas industri sudah berbeda.

Akibatnya, analisis kewajaran menjadi bias, dan DJP dapat mengabaikan TP Doc tersebut serta melakukan penyesuaian sendiri.

Dampak Jangka Panjang dari Kesalahan TP Doc

Selain sanksi administratif, kesalahan dalam TP Doc dapat menimbulkan dampak jangka panjang bagi perusahaan. Risiko reputasi menjadi salah satu yang paling besar, karena perusahaan akan dianggap tidak patuh terhadap peraturan perpajakan. Selain itu, perusahaan juga berpotensi kehilangan kepercayaan investor, mitra bisnis, maupun pihak regulator.

Kesalahan berulang dalam penyusunan TP Doc juga dapat meningkatkan probabilitas pemeriksaan pajak di tahun-tahun berikutnya. Semakin sering perusahaan menjadi target pemeriksaan, semakin besar pula biaya dan sumber daya yang harus dikeluarkan untuk menghadapi sengketa perpajakan.

Contoh Perhitungan Sederhana Dampak SKPKB

Sebagai gambaran, bayangkan sebuah perusahaan ekspor tekstil yang melakukan penjualan ke afiliasi di luar negeri dengan harga transfer Rp90.000 per unit, padahal harga wajar menurut DJP adalah Rp120.000 per unit. Dalam satu tahun, volume penjualan mencapai 50.000 unit. Perbedaan harga Rp30.000 per unit akan menimbulkan penyesuaian sebesar Rp1,5 miliar (Rp30.000 × 50.000 unit). Atas penyesuaian ini, DJP dapat mengenakan tambahan pajak penghasilan sesuai tarif yang berlaku.

Ilustrasi ini menunjukkan bahwa kesalahan kecil dalam penyusunan TP Doc bisa berujung pada koreksi pajak yang besar dan merugikan perusahaan.

Melihat kompleksitas regulasi dan potensi risiko yang besar, penyusunan TP Doc sebaiknya tidak dilakukan secara asal-asalan. Perusahaan membutuhkan pendampingan dari tenaga ahli yang memahami seluk-beluk aturan perpajakan serta mampu menyusun dokumen secara sistematis dan sesuai standar internasional. Di sinilah peran konsultan pajak menjadi sangat krusial.

Bagi Anda yang berdomisili di Jawa Timur, khususnya sekitar Sidoarjo, menggunakan ISBC sebagai mitra profesional bisa menjadi solusi tepat. Melalui jasa konsultan pajak Sidoarjo yang berpengalaman, perusahaan Anda akan mendapatkan layanan komprehensif mulai dari penyusunan master file, local file, hingga CbCR. Dengan demikian, risiko kesalahan dapat diminimalisir dan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi tetap terjaga.