Impor, sebagai kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri, adalah bagian integral dari aktivitas perdagangan global. Dalam konteks Indonesia, kegiatan impor tunduk pada berbagai ketentuan, termasuk yang terkait dengan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).
PDRI merupakan kewajiban fiskal yang harus dipenuhi oleh importir, yang pada dasarnya adalah pengusaha yang melakukan impor barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang PDRI, jenis-jenis pajak yang terkait, dan memberikan contoh perhitungan yang menggambarkan cara kalkulasi PDRI.
Apa itu PDRI?
Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) adalah bentuk pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas barang-barang yang diimpor ke Indonesia. DJBC memiliki kewenangan untuk mengenakan PDRI, dan ini melibatkan beberapa jenis pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
Jenis Pajak dalam PDRI
Dalam konteks Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), terdapat beberapa jenis pajak yang relevan dan harus dipahami oleh para importir. Mari kita tinjau lebih lanjut mengenai jenis-jenis pajak tersebut.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas impor atau penyerahan barang dan jasa kena pajak. Menurut Pasal 7 Undang-Undang No.42 Tahun 2009, tarif PPN atas impor barang kena pajak adalah sebesar 10%, dan tarif ini bersifat tetap. PPN dihitung sebagai persentase dari nilai pabean barang yang diimpor ditambah dengan besaran bea masuk.
Baca juga: Dasar Hukum & Contoh Hitung PPN Impor
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang berwujud yang tergolong mewah. Barang diklasifikasikan sebagai mewah jika tidak merupakan barang kebutuhan pokok, dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, atau digunakan untuk menunjukkan status atau kelas sosial. Tarif PPnBM bervariasi tergantung pada jenis barang yang diimpor, dengan rentang tarif antara 10% hingga 200%, sesuai dengan Pasal 8 UU 42 Tahun 2009.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor
PPh Pasal 22 Impor adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah atau badan usaha tertentu, baik milik pemerintah (BUMN) maupun swasta. PPh Pasal 22 Impor memiliki enam tarif berbeda tergantung pada kelompok barang yang diimpor, seperti yang diatur dalam Lampiran I, II, dan III Peraturan Menteri Keuangan No. 34/PMK.10/2017. Tarif PPh Pasal 22 Impor berkisar antara 0,5% hingga 10%.
Kunjungi laman konsultasi kami di https://isbconsultant.com/konsultan-pajak-semarang/ untuk mendapatkan bimbingan ahli dalam mengelola Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Dengan tim konsultan pajak berpengalaman di Semarang, Anda dapat mengoptimalkan strategi perpajakan dan mengurangi beban pajak secara legal.
Contoh Perhitungan PDRI
Untuk memahami secara lebih konkret, berikut adalah contoh perhitungan PDRI untuk suatu impor. Misalkan PT X mengimpor parfum dari Korea Selatan dengan nilai barang dalam International Commercial Terms (incoterm) Cost, Insurance, and Freight (CIF) sebesar USD$ 10.000, biaya asuransi USD$ 50, dan biaya pengiriman USD$ 100. Dengan pos tarif bea masuk sebesar 5%, dan nilai tukar USD$ 1 = Rp. 13.500, kita dapat melakukan perhitungan sebagai berikut:
Bea Masuk
Bea Masuk = tarif bea masuk × nilai pabean
= 5% × Rp 137.025.000
= Rp 6.851.250
PPN
PPN = tarif PPN × ( nilai pabean + bea masuk )
= 10% × ( Rp137.025.000 + Rp 6.851.250 )
= 10% × Rp 143.876.250
= Rp 14.387.625
PPh Pasal 22 Impor
PPh Pasal 22 Impor = tarif PPh Pasal 22 × ( nilai pabean + bea masuk )
= 10% × ( Rp 137.025.000 + Rp 6.851.250 )
= 10% × Rp 143.876.250
= Rp14.387.625
Jadi, total PDRI yang harus dibayar PT X adalah sebesar Rp 28.775.250. Dalam contoh ini, parfum tidak tergolong sebagai barang mewah, sehingga tidak dikenakan PPnBM.
API dan Barang yang Tidak Dikuasai
Dalam konteks PDRI, Angka Pengenal Impor (API) adalah nomor identitas importir yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. API diperlukan untuk importir yang memenuhi persyaratan tertentu, dan ketentuannya terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.70/M-DAG/PER/9/2015.
Barang yang tidak dikuasai mengacu pada barang impor yang tidak memiliki pemilik yang jelas. Ini dapat disebabkan oleh ketidakmampuan pemilik atau importir untuk menyelesaikan masalah dokumen atau alasan lain, sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 53/PMK.04/2008.
Baca juga: Cara Cek Barang yang Tertahan di Bea Cukai Luar Negeri
Kesimpulan
Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) merupakan bagian integral dari proses impor barang ke Indonesia. Para importir wajib memahami berbagai jenis pajak yang terkait dengan PDRI, termasuk PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor. Perhitungan PDRI melibatkan tarif bea masuk, nilai pabean, dan nilai impor barang. API menjadi identitas penting bagi importir, sementara barang yang tidak dikuasai merujuk pada barang impor yang tidak memiliki pemilik yang jelas.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang ketentuan PDRI dan contoh perhitungan yang diberikan, diharapkan para importir dapat memenuhi kewajiban fiskal mereka secara tepat dan efisien. Melalui penerapan ketentuan ini, Indonesia dapat menjaga kestabilan perekonomian dan memfasilitasi arus perdagangan internasional dengan lebih baik.