Transformasi sistem administrasi perpajakan di Indonesia telah memasuki babak baru dengan implementasi Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu perubahan paling signifikan dalam sistem ini adalah reformasi terhadap format Bukti Potong (Bupot) dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26. Perubahan yang dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025 ini ditujukan untuk menyederhanakan prosedur pelaporan, meningkatkan keakuratan data perpajakan, serta memperkuat integrasi dengan sistem digital Coretax.
Bagi banyak pelaku usaha dan instansi pemerintah, perubahan ini bukan sekadar administratif. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang untuk memperbaiki tata kelola kepatuhan pajak melalui pemanfaatan teknologi digital. Dengan memahami perubahan ini secara mendalam, wajib pajak dapat memastikan pelaporan yang tepat waktu, akurat, dan sesuai regulasi.
Latar Belakang dan Tujuan Reformasi Coretax
Sebelum Coretax diberlakukan, pelaporan PPh 21/26 dilakukan menggunakan berbagai formulir dengan struktur yang cukup kompleks dan terpisah-pisah. Format lama, meskipun telah mendukung pelaporan elektronik melalui DJP Online dan PJAP, belum sepenuhnya optimal dalam aspek efisiensi dan integrasi data.
Reformasi ini memiliki beberapa tujuan utama:
- Menyederhanakan proses pelaporan agar lebih user-friendly
- Meningkatkan konsistensi dan validitas data antarformulir
- Mengintegrasikan proses pelaporan dengan modul e-Bupot dalam sistem Coretax
- Memudahkan monitoring dan pengawasan oleh DJP
Perbandingan Format Lama dan Baru
Perubahan paling mencolok terlihat dari perampingan jumlah formulir dan pergeseran kode-kode dokumen. Di bawah ini adalah perbandingan struktur formulir antara sistem lama dan format baru dalam Coretax:
Format Lama
Formulir SPT Masa PPh 21/26:
- Formulir 1721 Induk
- 1721-I s.d. 1721-V (daftar pemotongan, SSP, daftar biaya)
Bukti Potong:
- 1721-VI s.d. 1721-VIII (untuk berbagai jenis penghasilan)
- 1721-A1, A2, A3, B1, 26 (berdasarkan jenis pegawai dan status pekerjaan)
Format Baru (Coretax dengan PER-11/PJ/2025)
Formulir SPT Masa PPh 21/26:
- Formulir Induk
- L-IA (Daftar bulanan)
- L-IB (Masa pajak terakhir)
- L-II (Satu tahun pajak)
- L-III (Selain pegawai tetap)
Bukti Potong (e-Bupot Coretax):
- BPA1: Untuk pegawai tetap & pensiunan
- BPA2: Untuk PNS, TNI, POLRI, pejabat negara
- BP21: Untuk penghasilan final & tidak final non-instansi
- BP26: Untuk penghasilan Wajib Pajak luar negeri
Manfaat Bagi Wajib Pajak
Dengan penyederhanaan ini, pelaporan menjadi lebih ringkas dan minim risiko kesalahan input data. Pengelompokan formulir berdasarkan jenis pemotongan dan jenis penerima penghasilan membuat proses lebih sistematis dan transparan.
Contohnya, sebuah perusahaan dengan 50 karyawan tetap tidak lagi harus membuat banyak dokumen berbeda untuk tiap karyawan. Dengan BPA1 dan L-IA, pelaporan bisa dilakukan dalam satu sistem terpadu.
Selain itu, wajib pajak kini dapat memanfaatkan e-Bupot Coretax yang terhubung langsung dengan data real-time. Ini mengurangi risiko duplikasi pelaporan dan mempercepat proses validasi oleh DJP.
Studi Kasus: Contoh Penghitungan
Misalkan PT Abadi Sejahtera memiliki seorang karyawan tetap bernama Rina dengan penghasilan bruto bulanan sebesar Rp15.000.000. Rina belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Biaya jabatan yang dikenakan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dan iuran pensiun Rp200.000/bulan.
Langkah-langkah penghitungan PPh 21:
- Penghasilan bruto: Rp15.000.000
- Biaya jabatan (5%): Rp750.000
- Iuran pensiun: Rp200.000
- Penghasilan netto: Rp14.050.000
Penghasilan netto ini dikalikan 12 bulan = Rp168.600.000/tahun.
PTKP untuk wajib pajak orang pribadi (TK/0) adalah Rp54.000.000.
Penghasilan Kena Pajak: Rp168.600.000 – Rp54.000.000 = Rp114.600.000
PPh 21 tahunan:
- 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
- 15% x Rp64.600.000 = Rp9.690.000
Total PPh 21 = Rp12.190.000 / 12 bulan = Rp1.015.833/bulan
Nilai ini akan dimasukkan ke dalam L-IA dan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan BPA1.
Implementasi di Lapangan dan Tantangan
Walaupun sistem baru memberikan banyak manfaat, implementasi di lapangan tidak lepas dari tantangan. Perubahan ini menuntut:
- Pembaruan sistem internal perusahaan atau instansi
- Pelatihan kepada staf pajak dan SDM
- Adaptasi dengan sistem PJAP terbaru
Untuk memastikan transisi berjalan lancar, banyak entitas kini mulai menggandeng konsultan pajak yang ahli dalam Coretax dan implementasi e-Bupot.
Di sinilah peran ISB Consultant, konsultan pajak Semarang yang berpengalaman, menjadi sangat penting. Melalui layanan profesional dan pemahaman mendalam terhadap sistem Coretax, ISBC siap membantu perusahaan Anda menavigasi kompleksitas peraturan pajak baru, sekaligus memastikan kepatuhan maksimal.
Kewajiban Penyesuaian Mulai 2025
Perlu diingat, format baru ini sudah berlaku efektif sejak awal tahun pajak 2025. Artinya, semua pelaporan PPh 21/26 untuk masa pajak Januari 2025 dan seterusnya wajib menggunakan format ini.
Instansi dan perusahaan diimbau untuk segera:
- Menyesuaikan sistem penggajian dan pelaporan
- Mengadopsi e-Bupot Coretax
- Mengarsipkan dan menyampaikan dokumen sesuai struktur baru
Perubahan format Bupot dan SPT Masa PPh 21/26 dalam sistem Coretax bukan sekadar pembaruan administratif, melainkan langkah besar dalam modernisasi perpajakan nasional. Bagi pelaku usaha, instansi, dan praktisi pajak, memahami perubahan ini merupakan bagian penting dari tanggung jawab kepatuhan.
Dengan dukungan teknologi dan bantuan dari tenaga ahli seperti ISBC, transisi ini bisa menjadi peluang untuk memperkuat tata kelola pajak dan mengurangi risiko sanksi administratif. Persiapkan bisnis Anda sejak sekarang untuk menyesuaikan diri dengan sistem perpajakan masa depan.
Baca juga: Harus Tahu! Semua PKP Wajib Gunakan e-Bupot