Dalam era digitalisasi perpajakan yang semakin masif, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus bertransformasi untuk menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel. Salah satu bentuk nyata dari transformasi ini adalah peluncuran proses Bukti Permulaan Terbuka (Bukper Terbuka) yang kini terintegrasi dalam sistem Coretax. Inovasi ini bukan sekadar perubahan prosedural, tetapi merupakan langkah strategis untuk memperkuat kepercayaan publik serta meningkatkan efisiensi pengawasan pajak.
Bagi wajib pajak maupun pihak yang bergerak dalam jasa konsultan pajak, memahami secara mendalam mekanisme baru ini menjadi sangat krusial. Proses yang kini terdigitalisasi membawa implikasi terhadap hak dan kewajiban wajib pajak, serta membuka peluang baru dalam mendampingi klien menghadapi proses penegakan hukum secara cermat dan profesional.
Pengertian Bukti Permulaan Terbuka
Bukti Permulaan Terbuka merupakan tahapan awal dalam proses penegakan hukum di bidang perpajakan yang dilakukan saat DJP menemukan indikasi awal adanya tindak pidana pajak. Tidak seperti Bukper tertutup yang dilakukan tanpa pemberitahuan kepada wajib pajak, Bukper terbuka dilakukan secara transparan, dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPEMB). Hal ini berarti wajib pajak akan secara resmi diberi tahu bahwa ia sedang diperiksa atas dugaan pelanggaran.
Pemeriksaan berlangsung selama 12 bulan dan dapat diperpanjang maksimal satu kali untuk jangka waktu yang sama. Sepanjang masa tersebut, wajib pajak memiliki waktu dan kesempatan untuk bersikap kooperatif, memberikan klarifikasi, serta menggunakan hak-hak formal yang dilindungi oleh regulasi perpajakan.
Transformasi Bukper Terbuka Lewat Coretax
Sebelum implementasi sistem Coretax, proses Bukper terbuka masih bersifat konvensional, cenderung manual, dan kurang efisien. Wajib pajak harus hadir secara fisik untuk mengetahui status pemeriksaan dan mengakses dokumen terkait. Kini, dengan sistem Coretax, seluruh proses berjalan secara digital, terdokumentasi, dan dapat diakses kapan saja melalui akun wajib pajak.
Berikut ini adalah tahapan serta fitur-fitur penting yang telah tersedia dalam sistem Coretax:
1. Notifikasi Digital
Coretax menyediakan notifikasi resmi melalui menu “Notifikasi Saya”. Begitu proses Bukper terbuka dimulai, wajib pajak akan menerima pemberitahuan dan sistem akan menandai statusnya sebagai “under law handling” di profil pengguna. Transparansi ini menjadi langkah awal yang signifikan dalam mendorong kepatuhan secara sukarela.
2. Akses Dokumen Pemeriksaan
Seluruh dokumen yang berkaitan dengan proses pemeriksaan, mulai dari SPEMB, laporan hasil pemeriksaan, hingga surat-surat pendukung lainnya, tersedia dalam menu “My Documents”. Wajib pajak dapat mengunduhnya tanpa perlu mendatangi kantor pajak, menghemat waktu dan mempermudah pengelolaan dokumen secara internal.
3. Fitur Pengungkapan Ketidakbenaran
Dalam fase ini, sistem memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya secara sukarela melalui fitur “Disclosure of Incorrectness”. Pengungkapan hanya dapat dilakukan sebelum penyidikan dimulai. Hal ini memungkinkan penyelesaian yang lebih cepat dan ringan secara administratif.
4. Status Pengungkapan Ketidakbenaran
Sistem mencatat dan mengelompokkan status pengungkapan menjadi tiga kategori:
- Not Submitted Disclosure: Pengungkapan masih berupa draft dan belum dikirim.
- Disclosure Waiting for Payment: Pengungkapan telah dikirim namun pembayaran belum dilakukan.
- Submitted Disclosure: Seluruh proses pengungkapan telah selesai dan tercatat dalam sistem.
5. Pembatasan Pembetulan SPT
Selama proses Bukper terbuka berlangsung, wajib pajak tidak diperbolehkan melakukan pembetulan SPT atas masa dan jenis pajak yang sedang diperiksa. Ini merupakan perbedaan mendasar dengan Bukper tertutup yang masih memungkinkan pembetulan SPT dilakukan secara mandiri.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Bukper Terbuka
Penerapan sistem digital tidak menghilangkan hak-hak wajib pajak. Beberapa hak penting yang tetap dijamin antara lain:
- Mendapatkan pemberitahuan resmi melalui sistem.
- Mengakses dokumen dan informasi pemeriksaan.
- Mengajukan pengungkapan ketidakbenaran secara sukarela.
- Memberikan klarifikasi atau tanggapan atas proses pemeriksaan.
Namun di sisi lain, wajib pajak juga dituntut untuk bersikap kooperatif, memenuhi permintaan dokumen, dan hadir dalam proses klarifikasi apabila diperlukan. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat berdampak serius pada kelanjutan proses hukum.
Ilustrasi Kasus: Pengungkapan Ketidakbenaran
Sebagai contoh, seorang wajib pajak badan diketahui tidak melaporkan seluruh penghasilannya dari jasa konsultasi selama tahun pajak 2023. Dalam pemeriksaan ditemukan selisih sebesar Rp500 juta. Melalui fitur Disclosure of Incorrectness di Coretax, wajib pajak mengakui kesalahannya dan menghitung sanksi administrasi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Jika tarif sanksi administrasi adalah 150% dari pajak yang kurang dibayar, maka dengan tarif PPh Badan 22%, perhitungannya:
- Pajak Kurang Bayar = 22% x Rp500.000.000 = Rp110.000.000
- Sanksi Administrasi = 150% x Rp110.000.000 = Rp165.000.000
- Total Pembayaran = Rp275.000.000
Dengan melakukan pengungkapan sebelum proses penyidikan dimulai, wajib pajak dapat menghindari jerat pidana dan menyelesaikan kasus secara administratif.
Peran Konsultan Pajak dalam Era Coretax
Digitalisasi sistem perpajakan menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi penyedia jasa konsultan pajak. Klien kini membutuhkan pendampingan yang tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga adaptif terhadap perubahan regulasi dan sistem. Oleh karena itu, konsultasi dengan tim ahli pajak di Yogyakarta seperti ISB Consultant menjadi solusi ideal untuk memastikan seluruh proses dapat dijalankan secara tertib dan sesuai ketentuan.
ISBC tidak hanya berpengalaman dalam menangani kasus pemeriksaan pajak, tetapi juga memiliki kompetensi dalam penggunaan sistem Coretax. Dengan layanan konsultasi yang terstruktur dan berbasis analisis mendalam, klien dapat lebih siap menghadapi proses Bukper terbuka dan mengambil langkah strategis yang tepat.
Menuju Penegakan Hukum Pajak yang Lebih Akuntabel
Langkah DJP dalam mengintegrasikan proses Bukper terbuka ke dalam sistem Coretax merupakan fondasi penting dalam membangun sistem perpajakan yang modern, efisien, dan akuntabel. Keberadaan fitur-fitur digital yang mendukung transparansi serta akses informasi menjadi jembatan bagi wajib pajak untuk berpartisipasi aktif dalam proses hukum yang adil.
Dengan pemahaman yang baik dan pendampingan profesional dari konsultan pajak, wajib pajak tidak hanya dapat memenuhi kewajiban perpajakannya, tetapi juga melindungi hak-hak hukumnya secara proporsional. Transformasi ini bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk memperkuat budaya kepatuhan dan mewujudkan sistem perpajakan yang lebih sehat di masa depan.
Baca juga: Pengertian Pemeriksaan Bukti Permulaan Perpajakan