Perbedaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak pada RKP 2025

Pajak selalu menjadi tulang punggung penerimaan negara, namun tidak semua orang memahami bagaimana strategi pemerintah dalam mengoptimalkan sektor ini. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2025 menempatkan kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak sebagai prioritas nasional, menandakan betapa pentingnya dua pendekatan tersebut dalam menjaga stabilitas fiskal.

Bagi masyarakat umum, istilah ekstensifikasi dan intensifikasi pajak mungkin terdengar teknis. Padahal, pemahaman mendalam mengenai keduanya sangatlah penting, terutama bagi pelaku usaha, profesional, maupun individu dengan kewajiban perpajakan yang semakin kompleks.

Artikel ini akan mengulas secara detail perbedaan, tujuan, serta contoh penerapannya sehingga menjadi referensi komprehensif bagi pembaca yang membutuhkan arahan profesional, khususnya yang mempertimbangkan untuk menggunakan jasa konsultan pajak.

Pentingnya Pajak dalam RKP 2025

Pemerintah Indonesia menetapkan target penerimaan negara yang cukup ambisius pada tahun 2025, yaitu rasio perpajakan sebesar 10,24% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini menunjukkan adanya peningkatan dibanding target sebelumnya, yang menandakan perlunya strategi yang lebih serius dan sistematis.

Selain itu, rasio Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan sebesar 2,11% dari PDB. Secara keseluruhan, kombinasi pajak dan PNBP diharapkan mencapai 12,36% dari PDB. 

Pencapaian target tersebut jelas tidak mudah, mengingat masih ada tantangan besar berupa rendahnya kepatuhan pajak dan belum optimalnya pengawasan terhadap sektor-sektor tertentu, seperti ekonomi digital maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Apa Itu Ekstensifikasi Pajak?

Ekstensifikasi pajak adalah upaya pemerintah memperluas basis pajak dengan cara menambah jumlah wajib pajak baru. Dengan kata lain, pemerintah berusaha memastikan bahwa setiap individu atau badan yang sudah memenuhi syarat subjektif maupun objektif, benar-benar terdaftar dalam sistem perpajakan.

Sasaran Ekstensifikasi

Ekstensifikasi pajak biasanya menyasar:

  • Orang pribadi yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  • Profesional dengan pekerjaan bebas seperti dokter, arsitek, akuntan, atau konsultan.
  • Badan usaha, baik skala kecil maupun besar, yang melakukan aktivitas ekonomi.
  • Bendahara pemerintah atau institusi yang ditunjuk sebagai pemotong/pemungut pajak.

Contoh Penerapan Ekstensifikasi

Misalnya, seorang influencer media sosial dengan penghasilan bulanan Rp20 juta ternyata belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan data transaksi perbankan, DJP dapat mengirimkan surat permintaan klarifikasi agar yang bersangkutan segera mendaftarkan diri. Dengan cara ini, pemerintah berhasil menambah satu wajib pajak baru dan memperluas basis penerimaan.

Apa Itu Intensifikasi Pajak?

Jika ekstensifikasi fokus pada menambah wajib pajak baru, maka intensifikasi berfokus pada optimalisasi penerimaan dari wajib pajak yang sudah ada. Artinya, intensifikasi tidak mengejar kuantitas wajib pajak, tetapi lebih menekankan kualitas kepatuhan.

Strategi Intensifikasi

Beberapa langkah intensifikasi antara lain:

  • Pengawasan kepatuhan pelaporan: memastikan setiap wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktu dan benar.
  • Pemanfaatan data eksternal: mengintegrasikan data transaksi perbankan, aset, dan ekspor-impor untuk menguji kewajaran pelaporan.
  • Pemanfaatan sistem digital: penggunaan core tax system yang menghubungkan database pajak dengan data eksternal.
  • Program khusus: pemberlakuan kebijakan tertentu seperti pengampunan pajak (tax amnesty) untuk mendorong pelaporan yang lebih transparan.

Contoh Penerapan Intensifikasi

Contohnya, sebuah perusahaan manufaktur melaporkan laba bersih Rp1 miliar per tahun. Namun, berdasarkan data ekspor-impor, nilai transaksi riil perusahaan tersebut jauh lebih besar. DJP dapat melakukan klarifikasi dan audit, sehingga penerimaan pajak dari perusahaan itu bisa dioptimalkan sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Perbedaan Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak

Agar lebih jelas, berikut perbedaan mendasar antara keduanya:

  • Fokus utama
    • Ekstensifikasi: menambah wajib pajak baru.
    • Intensifikasi: meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang sudah terdaftar.
  • Sasaran
    • Ekstensifikasi: individu dengan penghasilan di atas PTKP, profesional, badan usaha, bendahara.
    • Intensifikasi: wajib pajak terdaftar, baik individu maupun badan.
  • Tujuan
    • Ekstensifikasi: memperluas basis penerimaan.
    • Intensifikasi: mengoptimalkan penerimaan dari basis yang ada.
  • Contoh nyata
    • Ekstensifikasi: penerbitan NPWP baru bagi influencer atau pekerja lepas.
    • Intensifikasi: audit perusahaan yang tidak wajar dalam pelaporan pajaknya.

Tabel Ringkasan Ekstensifikasi & Intensifikasi

AspekEkstensifikasi PajakIntensifikasi Pajak
PengertianPenambahan wajib pajak baruOptimalisasi dari wajib pajak yang sudah terdaftar
FokusPerluasan basis pajakKepatuhan dan ketepatan laporan
SasaranIndividu, pekerja bebas, badan usahaWajib pajak aktif
ContohPenerbitan NPWP baru, klarifikasi dataAudit, pemanfaatan data eksternal
TujuanBasis penerimaan makin luasPenerimaan lebih optimal dan berkelanjutan

Mengapa Keduanya Penting?

Ekstensifikasi dan intensifikasi bukanlah dua hal yang bisa dipilih salah satunya, melainkan harus berjalan beriringan. Tanpa ekstensifikasi, basis pajak akan stagnan. Sebaliknya, tanpa intensifikasi, penerimaan dari wajib pajak yang sudah ada tidak akan maksimal. Kombinasi keduanya memungkinkan pemerintah menggali potensi pajak secara lebih adil, berkelanjutan, dan transparan.

Dampak bagi Dunia Usaha dan Individu

Bagi pelaku usaha maupun individu berpenghasilan tinggi, kebijakan ini akan berdampak langsung. Mereka yang belum memiliki NPWP berpotensi mendapat surat teguran, sementara yang sudah terdaftar dituntut lebih disiplin dan transparan. Hal ini mungkin menimbulkan beban administrasi tambahan, namun pada sisi lain, kebijakan yang lebih adil dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Ilustrasi Cara Hitung Sederhana

Bayangkan seorang pengusaha kuliner di kota besar dengan omzet Rp1,5 miliar setahun. Setelah dikurangi biaya operasional Rp500 juta, pengusaha tersebut memiliki laba kena pajak Rp1 miliar. Jika tarif PPh Badan 22% berlaku, maka pajak yang harus dibayar sebesar Rp220 juta. Namun, apabila pengusaha tersebut hanya melaporkan omzet Rp800 juta, maka potensi penerimaan negara bisa hilang ratusan juta rupiah. Di sinilah intensifikasi melalui audit berperan penting.

Baca juga:  Apa Saja BKP dan JKP yang Tidak Boleh Digunggung?

Dalam kondisi regulasi yang semakin ketat, peran konsultan pajak sangat vital. Konsultan tidak hanya membantu perencanaan pajak yang efisien, tetapi juga memastikan kepatuhan sesuai ketentuan hukum. Di sinilah pentingnya memilih konsultan pajak yang berpengalaman dan terpercaya.

Apabila Anda sedang mencari rekomendasi konsultan pajak di Jogja, maka ISB Consultant dapat menjadi pilihan tepat. Dengan pengalaman mendampingi berbagai jenis wajib pajak, ISB Consultant mampu memberikan solusi praktis, legal, dan strategis untuk memastikan kewajiban pajak terpenuhi tanpa memberatkan arus kas bisnis.

Tantangan dalam Implementasi

Meski konsep ekstensifikasi dan intensifikasi terdengar ideal, pelaksanaannya di lapangan penuh tantangan. Beberapa di antaranya:

  • Rendahnya literasi perpajakan masyarakat.
  • Kompleksitas regulasi yang membingungkan bagi wajib pajak.
  • Kesenjangan data antara laporan wajib pajak dengan kondisi riil.
  • Perkembangan teknologi digital yang belum sepenuhnya diikuti sistem perpajakan.

Namun, dengan strategi berkesinambungan dan dukungan teknologi, tantangan ini dapat diatasi secara bertahap.

Baca juga: Pengertian Tax Ratio, Perhitungan, dan Faktor yang Mempengaruhi