Perkembangan ekosistem perdagangan digital di Indonesia kini memasuki babak baru. Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, menetapkan bahwa marketplace akan berperan aktif sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Kebijakan ini secara resmi mulai diberlakukan pada 14 Juli 2025 dan menjadi tonggak penting dalam modernisasi sistem pemungutan pajak nasional.
Transformasi ini tidak hanya akan mengubah proses administrasi perpajakan dalam transaksi daring, tetapi juga mencerminkan arah baru strategi fiskal yang menyasar potensi besar ekonomi digital. Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, hingga Bukalapak kini memiliki tanggung jawab strategis dalam memastikan kepatuhan pajak para pelaku usaha yang tergabung di dalamnya.
Tujuan dan Latar Belakang Kebijakan
Penerapan PMK 37/2025 bukanlah bentuk pengenaan pajak baru, melainkan penyesuaian mekanisme pemungutan agar lebih terintegrasi dan efisien. Dalam bagian pertimbangannya, regulasi ini bertujuan menciptakan kesetaraan antara pelaku usaha konvensional dan digital, sekaligus meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap transaksi yang selama ini tersebar luas di ruang digital.
Model pemungutan pajak oleh marketplace ini telah menjadi praktik umum di berbagai negara. India, Filipina, dan Meksiko misalnya, telah lebih dulu menerapkan pendekatan serupa guna mengamankan penerimaan negara dari sektor perdagangan digital yang terus berkembang.
Siapa Saja yang Akan Dipungut Pajaknya?
Marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut PPh 22 akan memungut pajak dari pihak yang disebut “Pedagang Dalam Negeri”. Kriteria pedagang ini cukup luas, meliputi:
- Pelaku usaha orang pribadi atau badan
- Bertransaksi melalui marketplace
- Menggunakan rekening bank Indonesia, alamat IP lokal, atau nomor telepon Indonesia
Pungutan ini berlaku tidak hanya bagi penjual barang, tetapi juga penyedia jasa yang memperoleh penghasilan dari transaksi daring yang difasilitasi oleh platform. Ini mencakup jasa logistik, asuransi, dan berbagai jasa digital lainnya.
Besaran Pajak dan Cara Pemungutannya
Pajak yang dipungut adalah PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari nilai peredaran bruto. Peredaran bruto ini dihitung berdasarkan total nilai transaksi, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Yang menarik, pungutan ini dikenakan saat dana diterima oleh marketplace—biasanya ketika pembeli menyelesaikan pembayaran dan dana masuk ke sistem escrow. Dengan cara ini, seluruh aktivitas perpajakan terintegrasi secara otomatis di dalam sistem platform digital.
Contoh Perhitungan PPh 22:
Seorang pedagang pakaian menjual barang senilai Rp2.000.000 melalui marketplace. Karena transaksi ini difasilitasi oleh platform yang telah ditunjuk, maka saat pembayaran diterima oleh sistem, marketplace akan langsung memungut PPh 22:
PPh 22 = 0,5% x Rp2.000.000 = Rp10.000
Nilai ini kemudian akan disetorkan ke kas negara oleh marketplace bersangkutan.
Tidak Semua Transaksi Dipungut Pajak
PMK 37/2025 juga mengatur beberapa kondisi yang tidak dikenai pemungutan PPh 22 oleh marketplace. Pengecualian ini ditujukan untuk melindungi pelaku usaha kecil serta jenis transaksi tertentu yang dinilai tidak relevan dengan kebijakan ini. Berikut adalah daftar pengecualian:
- Pedagang orang pribadi dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta dan menyerahkan surat pernyataan kepada marketplace
- Mitra pengemudi ojek online (dalam jasa pengiriman)
- Penjual pulsa dan kartu perdana
- Penjual emas perhiasan dan barang sejenis
- Pengalihan hak atas tanah dan bangunan
- Pedagang dengan Surat Keterangan Bebas Pungut dari DJP
Bagi pelaku UMKM, sangat penting untuk segera menyerahkan dokumen pernyataan atau surat keterangan bebas pungut agar tidak terkena pungutan otomatis oleh marketplace.
Mekanisme Penunjukan Marketplace
Marketplace tidak otomatis menjadi pemungut pajak. DJP akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) penunjukan setelah mengevaluasi kesiapan teknis masing-masing platform. Setelah penunjukan, marketplace diberikan waktu satu bulan untuk mulai memungut pajak.
Sebagai contoh, jika Shopee ditunjuk pada 1 Oktober 2025, maka kewajiban memungut pajak berlaku mulai 1 November 2025. Dalam masa transisi ini, para pedagang harus segera melengkapi surat pernyataan atau dokumen pengecualian lainnya agar tidak dikenakan pungutan.
Tantangan dan Implikasi bagi Pelaku Usaha
Kebijakan ini tentu membawa konsekuensi administratif baru bagi pelaku usaha online. Mereka harus lebih teliti dalam mencatat transaksi, memahami status perpajakannya, dan menyiapkan dokumen pelengkap untuk keperluan pengecualian.
Di sisi lain, potensi terjadinya kelebihan bayar atau ketidaksesuaian dalam penghitungan pajak juga meningkat, terutama jika pelaku usaha tidak memahami secara mendalam ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, pendampingan profesional sangat disarankan.
Dalam konteks ini, ISB Consultant hadir sebagai solusi terpercaya. Sebagai konsultan pajak Semarang terbaik, ISBC siap membantu pelaku usaha memahami dan mematuhi ketentuan PMK 37/2025. Dengan layanan yang responsif, akurat, dan sesuai peraturan, ISBC akan memastikan kewajiban perpajakan Anda dikelola secara optimal.
Dasar Hukum dan Arah Kebijakan Pajak Digital
PMK 37/2025 memiliki landasan kuat dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 44E Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal ini memberi wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak demi mendukung efektivitas sistem perpajakan nasional.
Penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak mencerminkan upaya serius pemerintah dalam membangun sistem fiskal yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. Dengan digitalisasi administrasi pajak, diharapkan potensi penerimaan negara dapat dimaksimalkan tanpa membebani wajib pajak secara berlebihan.
Momentum untuk Tertib Pajak Digital
Penerapan PMK 37/2025 menjadi momen penting bagi para pelaku usaha online untuk lebih tertib dalam menjalankan kewajiban perpajakan. Marketplace bukan hanya sebagai platform jual beli, tetapi kini juga sebagai mitra strategis dalam mendukung penerimaan negara.
Untuk itu, sangat disarankan bagi para pelaku usaha untuk segera mengevaluasi posisi perpajakannya, menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan, serta menjalin kerja sama dengan konsultan pajak profesional agar tidak salah langkah.
ISB Consultant, sebagai konsultan pajak Semarang terbaik, selalu siap menjadi mitra strategis Anda dalam menyikapi perkembangan kebijakan pajak digital ini. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ISBC agar bisnis Anda tetap patuh dan tumbuh secara berkelanjutan.