Dalam dunia konstruksi, arsitek memegang peranan penting dalam merancang dan menggambar bangunan serta infrastruktur lainnya. Selain memahami aspek teknis, arsitek juga perlu memahami aspek perpajakan yang berlaku. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai jasa arsitek dan aspek perpajakan yang terkait, lengkap dengan dasar hukum yang berlaku di Indonesia.
Definisi & Tanggung Jawab Arsitek
Arsitek adalah profesional yang memiliki keahlian dalam merancang bangunan dan lingkungan sekitarnya. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk estetika bangunan, tetapi juga fungsionalitas dan keamanan struktur. Mengacu pada Undang-Undang No. 6 tahun 2017 tentang Arsitek, ruang lingkup layanan arsitek meliputi beberapa aspek utama:
- Penyusunan Studi Awal Arsitektur
Ini melibatkan penelitian awal dan analisis kebutuhan proyek, termasuk studi kelayakan dan konsep desain.
- Perencanaan Bangunan dan Lingkungannya
Merencanakan desain detail bangunan dan bagaimana bangunan tersebut berintegrasi dengan lingkungannya.
- Pelestarian Bangunan Gedung dan Lingkungannya
Upaya untuk mempertahankan dan merestorasi bangunan bersejarah agar tetap sesuai dengan fungsinya.
- Perencanaan Tata Bangunan dan Lingkungannya
Melibatkan pengaturan tata letak bangunan dalam suatu area tertentu untuk memastikan efisiensi penggunaan ruang dan estetika.
- Penyusunan Perencanaan Teknis
Menyediakan detail teknis untuk pelaksanaan proyek konstruksi, termasuk spesifikasi material dan metode konstruksi.
Kolaborasi dengan Profesi Lain
Selain bekerja secara independen, arsitek sering kali berkolaborasi dengan profesional lain dalam proyek besar yang membutuhkan berbagai disiplin ilmu. Layanan praktik arsitek yang dilaksanakan bersama dengan profesional lain mencakup:
- Perencanaan Kota dan Tata Guna Lahan
Bersama dengan urban planner, arsitek membantu merencanakan pengembangan kota dan penggunaan lahan untuk menciptakan lingkungan yang terstruktur dan berkelanjutan.
- Manajemen Proyek dan Konstruksi
Mengelola proyek dari awal hingga akhir, memastikan proyek berjalan sesuai dengan jadwal, anggaran, dan spesifikasi.
- Pendampingan Masyarakat
Membantu masyarakat dalam merencanakan dan membangun infrastruktur yang diperlukan, seperti pusat komunitas atau fasilitas publik lainnya.
- Konstruksi Lainnya
Termasuk konstruksi non-konvensional seperti taman dan ruang hijau, serta struktur khusus lainnya.
Baca juga: Tarif Pajak Jasa Konstruksi & Contoh Cara Hitungnya
Kewajiban Pajak untuk Arsitek
Sebagai profesional yang menerima penghasilan dari berbagai sumber, arsitek memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016, arsitek termasuk dalam bukan pegawai yang melakukan pekerjaan bebas dan oleh karenanya, mereka memiliki beberapa kewajiban perpajakan, di antaranya:
- Pembukuan atau Pencatatan
Jika penghasilan arsitek di bawah Rp4,8 miliar per tahun, mereka diperbolehkan menggunakan pencatatan. Namun, jika melebihi jumlah tersebut, mereka wajib melakukan pembukuan.
- PPh Pasal 25
Arsitek wajib melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atas penghasilan yang diterima selama Tahun Pajak berlangsung. Ini adalah angsuran pajak yang harus dibayar setiap bulan.
- PPh Pasal 21
Jika arsitek memiliki karyawan, mereka diwajibkan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
- SPT Masa PPN
Jika arsitek telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), mereka harus memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terkait dengan jasa yang diberikan.
- PPh Pasal 4 ayat 2
Jika arsitek menyewa tempat dari pemilik pribadi dan ditunjuk sebagai pemotong, mereka wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat 2.
- SPT PPh OP Formulir 1770
Arsitek wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi menggunakan Formulir 1770.
- SPT Masa PPh Pasal 21
Mereka juga harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 setiap bulan.
Tarif PPh Pasal 21
Tarif PPh Pasal 21 untuk jasa arsitek diatur dalam Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1, dengan rincian sebagai berikut:
- Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta: 5%
- Penghasilan kena pajak mulai dari Rp50 juta hingga Rp250 juta: 15%
- Penghasilan kena pajak antara Rp250 juta hingga Rp500 juta: 25%
- Penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta: 30%
Pajak Penghasilan Pasal 23
Selain itu, jasa arsitek juga termasuk dalam objek Pajak Penghasilan Pasal 23. PPh Pasal 23 dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Tarif untuk PPh Pasal 23 adalah:
- Penyerahan jasa teknik, manajemen, konstruksi, dan jasa lain: 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
- Royalti: 15% dari jumlah bruto.
Baca juga: Ketentuan PPN untuk Kegiatan Membangun Sendiri
Contoh Cara Hitung Pajak Jasa Arsitek
Untuk memahami lebih jelas bagaimana menghitung pajak bagi jasa arsitek, berikut adalah contoh perhitungan yang melibatkan beberapa jenis pajak yang telah dibahas sebelumnya. Misalkan seorang arsitek, Pak Andi, memiliki penghasilan dan pengeluaran sebagai berikut selama satu tahun:
- Total Penghasilan Bruto: Rp 1.000.000.000
- Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp 800.000.000 (setelah dikurangi biaya-biaya yang diizinkan)
- Penghasilan dari Karyawan (PPh Pasal 21): Rp 500.000.000
- PPN yang Dipungut dari Klien: Rp 100.000.000
Langkah 1: Menghitung PPh Pasal 21 untuk Pak Andi
Mengacu pada tarif PPh Pasal 21 yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1:
- Penghasilan Kena Pajak hingga Rp 50 juta
5%×Rp50.000.000=Rp2.500.000 - Penghasilan Kena Pajak Rp 50 juta hingga Rp 250 juta:
15%×(Rp250.000.000−Rp50.000.000)=15%×Rp200.000.000=Rp30.000.000 - Penghasilan Kena Pajak Rp 250 juta hingga Rp 500 juta:
25%×(Rp500.000.000−Rp250.000.000)=25%×Rp250.000.000=Rp62.500.000 - Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 500 juta:
30%×(Rp800.000.000−Rp500.000.000)=30%×Rp300.000.000=Rp90.000.000
Jadi, total PPh Pasal 21 yang harus dibayar Pak Andi adalah:
Rp2.500.000+Rp30.000.000+Rp62.500.000+Rp90.000.000=Rp185.000.000
Langkah 2: Menghitung PPN yang Dipungut dan Disetor
Pak Andi telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan harus memungut PPN sebesar 10% dari jasa yang diberikan. Dengan penghasilan bruto sebesar Rp 1.000.000.000, PPN yang dipungut adalah:
10%×Rp1.000.000.000=Rp100.000.000
PPN ini harus disetor ke kas negara dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
Langkah 3: Menghitung PPh Pasal 25 (Angsuran Pajak)
PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak yang dibayar setiap bulan berdasarkan perhitungan pajak tahun sebelumnya. Misalkan pajak yang harus dibayar tahun sebelumnya adalah Rp 150.000.000, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 adalah:
Rp150.000.000 : 12=Rp12.500.000
Pak Andi harus membayar angsuran ini setiap bulan sebagai kredit pajak untuk tahun berjalan.
Langkah 4: Menghitung PPh Pasal 23 (Jika Ada Penghasilan Lain)
Jika Pak Andi juga menerima penghasilan dari sumber lain yang dikenakan PPh Pasal 23, misalkan Rp 50.000.000 dari jasa teknik, maka pajak yang harus dipotong adalah:
2%×Rp50.000.000=Rp1.000.000
Pajak ini juga harus disetor ke kas negara.
Kesimpulan Perhitungan Pajak
Dari contoh di atas, total kewajiban pajak Pak Andi meliputi:
- PPh Pasal 21: Rp 185.000.000
- PPN yang Dipungut: Rp 100.000.000
- Angsuran PPh Pasal 25: Rp 12.500.000 per bulan (Rp 150.000.000 per tahun)
- PPh Pasal 23 (jika ada): Rp 1.000.000
Dengan memahami langkah-langkah perhitungan ini, arsitek dapat memastikan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan dan mengelola keuangan mereka dengan lebih efektif.
Untuk memastikan kepatuhan pajak yang tepat dan mengelola kewajiban perpajakan Anda dengan baik, pertimbangkan untuk bekerja sama dengan konsultan pajak di Surabaya seperti ISB Consultant. Dengan layanan profesional dan amanah, ISB Consultant siap membantu Anda dalam mengatasi kompleksitas pajak, sehingga Anda dapat fokus pada pengembangan bisnis Anda tanpa khawatir tentang masalah perpajakan. Hubungi mereka hari ini untuk solusi yang terpercaya dan efisien.
Implikasi Hukum dan Peraturan Terkait
Dalam menjalankan profesi arsitek, memahami implikasi hukum dan peraturan terkait diperlukan untuk memastikan kepatuhan dan keberhasilan praktik. Bagian ini akan membahas berbagai regulasi dan aturan yang mempengaruhi profesi arsitek di Indonesia.
Undang-Undang No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
Undang-Undang ini mengatur tentang profesi arsitek di Indonesia, meliputi:
- Pendaftaran dan Sertifikasi: Setiap arsitek harus terdaftar dan memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
- Kode Etik dan Disiplin Profesi: Arsitek harus mematuhi kode etik dan standar profesional yang telah ditetapkan.
- Pengawasan dan Pengendalian: Ada mekanisme pengawasan dan pengendalian untuk memastikan arsitek menjalankan profesinya dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016
Peraturan ini mengatur tentang pajak yang harus dibayarkan oleh profesi yang melakukan pekerjaan bebas, termasuk arsitek. Beberapa aspek penting dalam peraturan ini mencakup:
- Definisi dan Klasifikasi: Menjelaskan tentang definisi pekerjaan bebas dan siapa saja yang termasuk dalam kategori ini.
- Kewajiban Pajak: Menguraikan kewajiban pajak yang harus dipenuhi oleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, termasuk cara perhitungan dan pelaporan pajaknya.
Kesimpulan
Arsitek tidak hanya harus memiliki keahlian teknis dalam merancang bangunan, tetapi juga memahami kewajiban perpajakan yang berlaku. Dengan memahami aspek perpajakan yang terkait dengan profesi arsitek, mereka dapat menjalankan bisnis mereka dengan lebih efisien dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Artikel ini memberikan panduan lengkap tentang ruang lingkup layanan arsitek dan kewajiban perpajakan mereka, lengkap dengan dasar hukum yang relevan.