Standar Satuan Ukur Pajak untuk BKP & JKP di Coretax

Dalam proses pelaporan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), akurasi dan konsistensi merupakan dua hal yang tidak bisa ditawar. Hal ini terutama berlaku dalam penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) melalui sistem e-Faktur yang terintegrasi dengan Coretax Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Di tengah dinamika perpajakan yang semakin digital dan transparan, pemilihan satuan ukur menjadi faktor krusial untuk menjamin kepatuhan dan efisiensi administrasi perpajakan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Coretax DJP telah menyediakan daftar resmi satuan ukur yang harus digunakan dalam setiap faktur pajak elektronik. Satuan ukur ini tidak hanya menjadi elemen administratif, tetapi juga memiliki peran strategis dalam menghindari kesalahan input, penolakan faktur, hingga potensi sanksi administrasi.

Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai daftar satuan ukur yang tersedia dalam sistem ini menjadi kebutuhan penting, khususnya bagi pelaku usaha yang menggunakan jasa konsultan pajak profesional.

Pentingnya Standarisasi Satuan Ukur dalam e-Faktur

Penggunaan satuan ukur yang sesuai pada e-Faktur merupakan bentuk tanggung jawab PKP dalam menjaga integritas data perpajakan. Ketidaksesuaian dalam mencantumkan satuan ukur, baik karena ketidaktahuan maupun kelalaian, dapat berdampak serius.

Kesalahan ini bisa menimbulkan selisih dalam perhitungan pajak keluaran, kesalahan dalam pembukuan, atau bahkan batalnya faktur oleh sistem. Standarisasi satuan ukur yang ditetapkan DJP bertujuan untuk mencegah hal-hal tersebut dengan memberikan panduan yang jelas bagi setiap jenis barang dan jasa.

Satuan ukur ini telah ditentukan berdasarkan karakteristik umum dari produk atau layanan yang diperdagangkan. Dengan begitu, pelaporan bisa lebih terstruktur dan data dapat ditarik secara agregat oleh otoritas pajak untuk kepentingan evaluasi dan pengawasan.

Daftar Satuan Ukur untuk Barang Kena Pajak (BKP)

Untuk Barang Kena Pajak, Coretax DJP telah menyediakan beragam satuan ukur yang disesuaikan dengan jenis dan bentuk barang. Berdasarkan data resmi, berikut adalah daftar satuan ukur yang dapat digunakan:

  • Ampere
  • Barrel
  • Boks / Box
  • Drum
  • Gram
  • Inci / Inch
  • Karat / Carat
  • Karton / Carton
  • Kilogram
  • Kiloliter
  • Lainnya / Others
  • Lembar / Sheet
  • Liter
  • Lusin / Dozen
  • MMBTU
  • Meter
  • Meter Persegi / Square Meter
  • Metrik Ton / Metric Ton
  • Piece
  • Sentimeter / Centimeter
  • Sentimeter Kubik / Cubic Centimeter
  • Set
  • Unit
  • Wet Ton
  • Yard

Apabila barang yang dijual tidak sesuai dengan daftar di atas, maka PKP diperbolehkan memilih satuan “Lainnya” (Others), dengan catatan wajib memberikan penjelasan tambahan pada kolom deskripsi dalam faktur pajak.

Daftar Satuan Ukur untuk Jasa Kena Pajak (JKP)

Berbeda dengan barang, Jasa Kena Pajak diukur berdasarkan hasil kerja atau periode waktu tertentu. Berdasarkan standar dari Coretax DJP, satuan ukur yang berlaku meliputi:

  • Bahan / Material
  • Bulan / Month
  • Hari / Day
  • Jam / Hour
  • Kegiatan / Activities
  • Lainnya / Other
  • Laporan / Report
  • Menit / Minute
  • Minggu / Week
  • Persen / Percent
  • Tahun / Year
Baca juga:  Cara Mengatasi NIK Tidak Terbaca di Coretax DJP dengan Mudah

Seperti pada BKP, jika satuan ukur yang dibutuhkan tidak tersedia, PKP dapat menggunakan satuan “Lainnya” (Other) dan memberikan rincian pendukung dalam faktur.

Contoh Penggunaan Satuan Ukur dalam Perhitungan Pajak

Agar lebih jelas, mari kita lihat contoh penerapan satuan ukur dalam pembuatan faktur pajak:

Seorang PKP menjual 15 drum bahan kimia industri ke perusahaan manufaktur. Harga per drum adalah Rp1.200.000. Maka perhitungannya adalah:

  • Kuantitas: 15
  • Satuan: Drum
  • Harga Satuan: Rp1.200.000
  • Jumlah DPP (Dasar Pengenaan Pajak): 15 x Rp1.200.000 = Rp18.000.000
  • PPN (11%): Rp1.980.000
  • Total Tagihan: Rp19.980.000

Dalam hal ini, satuan “Drum” sesuai dengan daftar satuan di Coretax dan memperjelas unit transaksi.

Risiko Jika Tidak Menggunakan Satuan Ukur yang Valid

Penggunaan satuan ukur yang tidak sesuai atau tidak terdaftar dalam sistem dapat menyebabkan berbagai konsekuensi, antara lain:

  • Penolakan faktur pajak oleh sistem e-Faktur.
  • Kesalahan dalam perhitungan DPP dan PPN.
  • Permasalahan saat audit pajak atau klarifikasi data oleh DJP.
  • Potensi sanksi administratif karena dianggap tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan.

Untuk menghindari risiko tersebut, sangat disarankan bagi PKP untuk memahami daftar satuan ukur dan selalu mencocokkannya dengan karakteristik transaksi.

Bagi para pelaku usaha yang tidak ingin terbebani oleh kompleksitas teknis sistem perpajakan, menggunakan jasa konsultan pajak adalah langkah bijak. Terutama ketika mengatur pelaporan dan satuan ukur dalam sistem e-Faktur, kehadiran konsultan dapat membantu menyesuaikan praktik bisnis dengan ketentuan DJP.

Di sinilah pentingnya mempertimbangkan untuk konsultasi penghematan pajak bersama tim profesional dari ISB Consultant, yang berbasis di Semarang. Dengan pengalaman dalam sistem perpajakan terkini termasuk Coretax DJP, ISB Consultant siap mendampingi PKP agar tidak hanya patuh pajak, tetapi juga efisien dalam pengelolaan beban pajak perusahaan.

Kesimpulan

Pemahaman terhadap satuan ukur yang berlaku dalam sistem Coretax DJP bukanlah sekadar formalitas, melainkan bagian penting dalam manajemen perpajakan yang akuntabel. Dengan mencantumkan satuan ukur yang benar, PKP akan lebih mudah dalam menyusun laporan, menghindari risiko penolakan faktur, dan mendukung efisiensi fiskal.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pelaku usaha untuk membekali diri dengan pengetahuan ini atau menggandeng profesional yang memahami aturan dengan mendalam.

Baca juga: Apa Saja BKP dan JKP yang Tidak Boleh Digunggung?