Cara Hitung PPN & PPh dari Faktur DPP Nilai Lain

Dalam dunia perpajakan, terutama pada transaksi yang melibatkan instansi pemerintah, pemahaman terhadap konsep Faktur Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain menjadi sangat penting. Banyak pelaku usaha dan penyedia jasa yang merasa bingung saat menghadapi metode perhitungan pajak yang berbeda dari biasanya. Oleh karena itu, artikel ini hadir sebagai panduan lengkap untuk menjelaskan bagaimana DPP Nilai Lain bekerja serta bagaimana menghitung pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) secara tepat.

DPP Nilai Lain bukan hanya sebuah metode alternatif, namun merupakan ketentuan yang sudah tertuang dalam regulasi perpajakan Indonesia. Dalam praktiknya, hal ini sangat relevan ketika perusahaan atau penyedia jasa menjadi rekanan bagi instansi pemerintah. Kesalahan dalam memahami perhitungan dapat berdampak pada pelaporan pajak yang keliru hingga risiko sanksi administrasi. Untuk itulah, penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam transaksi pemerintah untuk memahami seluk-beluk faktur DPP Nilai Lain.

Pengertian DPP Nilai Lain dalam Konteks Faktur Pajak

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain adalah suatu pendekatan khusus dalam menentukan nilai yang dijadikan dasar untuk menghitung PPN. Tidak seperti metode konvensional yang menggunakan nilai transaksi aktual (harga jual atau nilai penggantian), DPP Nilai Lain dihitung berdasarkan persentase tertentu dari nilai pembayaran yang disepakati. Khusus untuk transaksi dengan instansi pemerintah, DPP Nilai Lain ditetapkan sebesar 11/12 dari nilai pembayaran bruto.

Metode ini dimaksudkan untuk menyederhanakan perhitungan dan pelaporan, mengingat struktur transaksi dengan instansi pemerintah memiliki kekhususan tersendiri. Penggunaan DPP Nilai Lain telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan wajib diikuti oleh setiap pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa bagi instansi pemerintah.

Struktur Faktur Pajak dengan DPP Nilai Lain

Faktur Pajak dengan metode DPP Nilai Lain umumnya tetap mencantumkan total harga transaksi, namun dalam menghitung PPN, dasar yang digunakan adalah 11/12 dari harga tersebut. Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini struktur umum dari faktur tersebut:

  • Harga Jual atau Nilai Pengganti: nilai pembayaran bruto yang tertera dalam kontrak.
  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): 11/12 x harga jual.
  • PPN Terutang: 11% x DPP.
  • PPh Pasal 22 (bagi instansi pemerintah): 1,5% x harga jual.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun DPP digunakan sebagai dasar pengenaan PPN, namun perhitungan PPh Pasal 22 tetap mengacu pada nilai pembayaran bruto.

Contoh Perhitungan Pajak dengan DPP Nilai Lain

Untuk memperjelas konsep ini, mari kita lihat studi kasus dengan contoh yang berbeda dari artikel referensi sebelumnya. Misalnya, instansi pemerintah DEF melakukan pembelian 500 unit printer dari PT Teknoprima Solusi dengan harga per unit Rp2.000.000. Maka nilai total transaksinya adalah Rp1.000.000.000.

Baca juga:  Cara Menggunakan Simulator Coretax, Fitur & Manfaatnya

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

  1. Perhitungan PPh Pasal 22 oleh instansi pemerintah:
    • 1,5% x Rp1.000.000.000 = Rp15.000.000
  2. Perhitungan DPP Nilai Lain untuk PPN:
    • DPP = 11/12 x Rp1.000.000.000 = Rp916.666.666,67
  3. Perhitungan PPN Terutang:
    • 11% x Rp916.666.666,67 = Rp100.833.333,33

Dengan demikian, dari total pembayaran, penyedia jasa akan menerima nilai bersih setelah dikurangi PPh, sementara PPN tetap dibebankan kepada instansi pemerintah.

Alasan Penggunaan DPP Nilai Lain

Penggunaan DPP Nilai Lain tidak hanya bertujuan administratif, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak dalam transaksi. Beberapa alasan utamanya adalah:

  • Menghindari perbedaan interpretasi nilai transaksi.
  • Menyesuaikan dengan kebijakan fiskal pemerintah.
  • Memudahkan dalam pelaporan pajak berkala.

Dalam praktiknya, penyedia jasa yang tidak memahami dasar penghitungan ini bisa mengalami kendala saat pembuatan faktur, penyetoran pajak, bahkan dalam proses pemeriksaan oleh otoritas pajak.

Banyak perusahaan, terutama skala menengah dan besar, kini menggandeng konsultan pajak untuk memastikan kepatuhan perpajakan yang optimal. Dalam menghadapi pengadaan pemerintah dengan skema DPP Nilai Lain, kolaborasi dengan profesional pajak akan sangat membantu dalam menganalisis kontrak, menyusun faktur, serta pelaporan yang sesuai regulasi.

Jika Anda berdomisili di Jawa Tengah, memilih ISB Consultant sebagai konsultan pajak di Semarang yang berpengalaman dapat menjadi langkah strategis untuk menghindari risiko pelaporan yang tidak sesuai. Dengan keahlian lokal dan pemahaman mendalam tentang regulasi nasional, konsultan yang tepat akan membantu perusahaan Anda menjalankan kewajiban perpajakan secara efisien dan aman.

Kesalahan Umum yang Perlu Dihindari

Meski peraturan sudah jelas, masih banyak wajib pajak yang melakukan kekeliruan dalam penggunaan DPP Nilai Lain. Beberapa di antaranya:

  • Menggunakan harga jual penuh sebagai dasar penghitungan PPN.
  • Tidak memungut atau menyetor PPh Pasal 22 sesuai tarif.
  • Mencantumkan DPP yang tidak sesuai dalam faktur pajak.

Kesalahan-kesalahan ini dapat berujung pada koreksi oleh DJP, denda administrasi, atau bahkan pemeriksaan pajak lanjutan. Oleh karena itu, memahami dan menerapkan metode penghitungan ini dengan benar adalah langkah penting.

Faktur Pajak dengan DPP Nilai Lain merupakan instrumen penting dalam transaksi pengadaan oleh instansi pemerintah. Memahami bagaimana cara menghitung PPN dan PPh secara benar berdasarkan metode ini sangat krusial untuk menjaga kepatuhan perpajakan. Dengan menggunakan pendekatan yang benar dan didukung oleh jasa konsultan pajak profesional, pelaporan pajak dapat dilakukan secara akurat dan minim risiko.

Apabila perusahaan Anda menjadi rekanan instansi pemerintah, pastikan seluruh elemen faktur pajak disusun dengan teliti dan sesuai ketentuan. Kolaborasi dengan pihak yang ahli, seperti ISB Consultant, bukan hanya memberikan ketenangan, tetapi juga menjamin bahwa proses perpajakan Anda berjalan dengan optimal.