Apa itu SKPKB? Ini Cara Mengatasinya

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan salah satu instrumen perpajakan yang memiliki dampak signifikan bagi wajib pajak di Indonesia. Sebagai salah satu dari lima jenis surat ketetapan pajak, SKPKB diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menegakkan kewajiban pembayaran pajak. Artikel ini akan menyajikan pemahaman mendalam mengenai SKPKB, termasuk pengertiannya, dasar hukumnya, kondisi penerbitan, serta strategi mengatasi SKPKB.

Pengertian SKPKB

SKPKB adalah singkatan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Surat ini digunakan oleh DJP sebagai alat administrasi untuk melakukan penagihan pajak kepada wajib pajak yang memiliki kewajiban kurang bayar. SKPKB menetapkan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, kekurangan pembayaran, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Dengan kata lain, SKPKB menjadi instrumen yang memberikan kepastian hukum terkait dengan kewajiban pajak yang belum dipenuhi oleh wajib pajak.

Baca juga: Pengertian SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak)

Dasar Hukum SKPKB

Dasar hukum SKPKB dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Undang-Undang tersebut, yang telah beberapa kali diubah, memberikan kewenangan kepada DJP untuk menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu lima tahun setelah terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak. Dalam SKPKB, DJP menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, kekurangan pembayaran, sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Kondisi Penerbitan SKPKB

Penerbitan SKPKB terkait dengan beberapa kondisi yang diatur dalam Undang-Undang KUP. Beberapa kondisi tersebut mencakup:

  • Ketidakpatuhan Pembayaran Pajak
    Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, DJP dapat menerbitkan SKPKB.

  • Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan
    Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan tidak direspon setelah teguran tertulis, DJP dapat menerbitkan SKPKB.

  • Ketidakpenuhan Kewajiban Pembukuan dan Pemeriksaan
    Jika kewajiban pembukuan atau pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang, DJP dapat mengeluarkan SKPKB.

Denda dan Sanksi dalam SKPKB

Wajib pajak yang menerima SKPKB tidak hanya dihadapkan pada kekurangan pembayaran pajak saja, tetapi juga harus membayar denda atau sanksi administrasi yang ditetapkan. Beberapa jenis denda yang mungkin diterapkan dalam SKPKB meliputi:

  • Bunga Keterlambatan
    Wajib pajak harus membayar bunga sebesar 2% dari nilai kekurangan pajak per bulan. Bunga ini dihitung berkali lipat setiap bulan, dengan sanksi maksimal terhitung 24 bulan sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak sampai diterbitkannya SKPKB.

  • Denda Pajak Penghasilan (PPh)
    Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang bayar dalam satu tahun pajak.

  • Denda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
    Tambahan bayar denda berupa kenaikan sebesar 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
Baca juga:  Manfaat Pengampunan Pajak Bagi Masyarakat

  • Denda Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan
    Denda sebesar 50% dan 100% dikenakan kepada wajib pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan pajak sesuai tenggat waktu yang ditentukan.

Baca juga: Hati-hati! Inilah Sanksi Telat Bayar Pajak dan Cara Menghindarinya

Cara Mengatasi SKPKB

Menghadapi SKPKB bukanlah situasi yang menyenangkan bagi wajib pajak, namun ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini:

Koordinasi dengan DJP

Setelah menerima SKPKB, penting untuk segera berkoordinasi dengan DJP. Memahami dengan jelas penyebab penerbitan SKPKB dan mencari solusi bersama dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.

Evaluasi Kembali Pencatatan Keuangan

Jika SKPKB diterbitkan karena ketidakpatuhan pembukuan, wajib pajak perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem pencatatan keuangan mereka. Memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dalam pencatatan keuangan sangat penting untuk mencegah situasi serupa di masa depan.

Pemberian Bukti dan Keterangan

Wajib pajak memiliki hak untuk memberikan bukti atau keterangan yang dapat mendukung klaim mereka terhadap SKPKB. Proses ini memerlukan kejelasan komunikasi dengan DJP dan penyampaian bukti yang sesuai untuk mengkaji ulang perhitungan pajak yang terutang.

Negosiasi dan Pembayaran Pajak

Dalam beberapa kasus, negosiasi dengan DJP mengenai pembayaran pajak yang terutang dapat dilakukan. Membahas opsi pembayaran yang fleksibel dan menjalin komunikasi yang baik dapat membantu mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Menghadapi SKPKB seringkali memerlukan pemahaman mendalam tentang peraturan perpajakan. Konsultasi dengan ahli pajak atau profesional keuangan, seperti yang dapat Anda temukan melalui https://isbconsultant.com/konsultan-pajak-semarang/, dapat memberikan pandangan yang lebih terperinci dan membantu merumuskan strategi terbaik untuk mengatasi SKPKB.

Contoh Perhitungan Denda

Untuk memberikan gambaran lebih jelas, mari kita lihat contoh perhitungan denda untuk sebuah perusahaan fiktif, PT Insan Sejahtera:

  • Penghasilan Kena Pajak: Rp 100.000.000

  • Pajak Penghasilan Terutang: Rp 30.000.000 (30% x Rp100.000.000)

  • Kredit Pajak: Rp 10.000.000

  • Pajak yang Kurang Dibayar: Rp 20.000.000

  • Bunga 24 Bulan: Rp 9.600.000 (24×2% x Rp 20.000.000)

  • Jumlah Pajak yang Harus Dibayar: Rp 29.600.000

Meskipun SKPKB PT Insan Sejahtera terbit lebih dari dua tahun setelah berakhirnya tahun pajak terutang, besaran bunga yang dikenakan atas kekurangan tersebut tetap dikalikan 24 bulan atau dua tahun saja karena hitungan ini merupakan sanksi maksimal.

Kesimpulan

SKPKB merupakan instrumen yang efektif dalam menegakkan kewajiban pajak di Indonesia. Memahami pengertian, dasar hukum, kondisi penerbitan, dan konsekuensi SKPKB penting bagi wajib pajak. Mengatasi SKPKB melibatkan koordinasi dengan DJP, evaluasi kepatuhan pembukuan, pemberian bukti dan keterangan, negosiasi, pembayaran pajak, dan konsultasi dengan ahli pajak. Dengan pendekatan yang tepat, wajib pajak dapat mengelola dan mengatasi SKPKB secara efektif serta mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan.