Pengaturan mengenai pajak merupakan salah satu aspek penting dalam regulasi ekonomi suatu negara. Tarif pajak yang dikenakan kepada para wajib pajak menjadi perhatian utama, terutama bagi mereka yang bergerak dalam sektor usaha. Salah satu tarif pajak yang menjadi sorotan adalah tarif PPh final sebesar 0,5% yang berlaku bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Namun, muncul pertanyaan apakah wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) masih dapat memanfaatkan tarif tersebut. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kemungkinan penggunaan tarif PPh final 0,5% bagi wajib pajak PKP.
Penjelasan Mengenai PP 55/2022
Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022 menjadi landasan hukum yang mengatur penggunaan tarif PPh final 0,5% bagi UMKM. PP ini memberikan ketentuan bahwa wajib pajak yang memiliki omzet di bawah Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak dapat memanfaatkan tarif tersebut. Namun, penting untuk dicatat bahwa penggunaan tarif PPh final tidak terkait dengan status PKP, melainkan bergantung pada besarnya omzet wajib pajak.
Baca juga: Syarat UMKM Bebas Potongan PPh Final di 2024
Pengertian Peredaran Bruto
Untuk memahami lebih lanjut mengenai penggunaan tarif PPh final, perlu dipahami konsep peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan jumlah total pendapatan yang diterima oleh sebuah usaha sebelum dikurangi dengan segala macam potongan, seperti potongan penjualan, potongan tunai, dan potongan sejenisnya. Dalam konteks pengenaan PPh final, peredaran bruto menjadi dasar penghitungan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak.
Syarat Gunakan Tarif PPh Final 0,5%
Kriteria wajib pajak yang dapat memanfaatkan tarif PPh final 0,5% diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai kriteria tersebut:
- Wajib Pajak dalam Negeri
Kriteria pertama adalah wajib pajak harus merupakan wajib pajak yang berdomisili atau berkegiatan di dalam wilayah hukum Indonesia. Artinya, tarif PPh final 0,5% hanya berlaku bagi wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha di Indonesia, tidak berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
- Peredaran Bruto Tertentu atau Omzet Tidak Melebihi Rp4,8 Miliar
Kriteria kedua adalah wajib pajak harus menerima penghasilan dengan peredaran bruto tertentu atau omzetnya tidak melebihi batas yang ditetapkan. PP 55/2022 menetapkan batas omzet sebesar Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak sebagai syarat untuk dapat menggunakan tarif PPh final 0,5%. Peredaran bruto ini mencakup seluruh pendapatan yang diterima dari usaha, termasuk pendapatan dari cabang-cabang usaha yang dimiliki oleh wajib pajak.
- Waktu Pengenaan Tarif
Pengenaan tarif PPh final 0,5% berlaku dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini berarti bahwa wajib pajak yang memenuhi kriteria di atas dapat menggunakan tarif tersebut dalam periode waktu yang ditetapkan dalam regulasi perpajakan.
- Batasan Penggunaan Tarif
PP 55/2022 juga mencantumkan bahwa terdapat batasan penggunaan tarif PPh final bagi wajib pajak orang pribadi. Bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak tidak dikenai PPh. Artinya, bagi wajib pajak orang pribadi, hanya bagian peredaran bruto di atas Rp500 juta yang akan dikenai PPh final 0,5%.
Dengan memenuhi ketiga kriteria di atas, wajib pajak dapat memanfaatkan tarif PPh final 0,5% sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan.
Beda Tarif PPh Final dan PPh Pasal 25
Perbedaan antara tarif PPh final dan PPh Pasal 25 terletak pada cara pengenaannya dan objek pajak yang terkena. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai perbedaan keduanya:
- Objek Pajak:
- PPh Final: Tarif PPh final dikenakan langsung pada peredaran bruto tanpa memperhitungkan biaya-biaya atau pengurangan lainnya. Artinya, pajak ini hanya dikenakan pada jumlah bruto penghasilan tanpa mempertimbangkan biaya operasional atau pengeluaran lain yang mungkin telah dikeluarkan oleh wajib pajak.
- PPh Pasal 25: PPh Pasal 25 merupakan pajak penghasilan yang dipotong secara langsung oleh pihak yang membayar penghasilan kepada wajib pajak. PPh ini dipotong dari penghasilan yang diterima oleh wajib pajak setelah dipotong dengan biaya-biaya tertentu, seperti biaya operasional atau pengeluaran lain yang relevan.
- Tarif Pajak:
- PPh Final: Tarif PPh final umumnya lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh Pasal 25. Misalnya, tarif PPh final untuk UMKM adalah 0,5%, sementara tarif PPh Pasal 25 biasanya berkisar antara 5% hingga 30% tergantung jenis penghasilan.
- PPh Pasal 25: Tarif PPh Pasal 25 berbeda-beda tergantung pada jenis penghasilan dan status wajib pajak. Tarif ini bisa berubah-ubah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
- Pengurangan Biaya:
- PPh Final: Tidak ada pengurangan biaya yang diperhitungkan dalam perhitungan PPh final. PPh final dikenakan langsung pada peredaran bruto tanpa mempertimbangkan biaya-biaya operasional atau pengeluaran lainnya.
- PPh Pasal 25: PPh Pasal 25 dapat dikurangkan dengan biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan tersebut. Misalnya, biaya operasional, biaya produksi, dan biaya lain yang relevan dapat dikurangkan sebelum menghitung jumlah penghasilan yang akan dikenakan PPh Pasal 25.
Dengan demikian, perbedaan utama antara tarif PPh final dan PPh Pasal 25 terletak pada cara pengenaan pajak, objek pajak yang terkena, tarif pajak, dan pengurangan biaya yang diperbolehkan.
PPh final dikenakan langsung pada peredaran bruto tanpa pengurangan biaya, sementara PPh Pasal 25 merupakan pajak yang dipotong dari penghasilan setelah dipotong dengan biaya-biaya tertentu.
Proses Perhitungan PPh Final
Proses perhitungan PPh final dilakukan berdasarkan jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebelum tahun pajak bersangkutan. Besarnya peredaran bruto ini mencakup seluruh pendapatan yang diterima dari usaha, termasuk pendapatan dari cabang-cabang usaha yang dimiliki oleh wajib pajak. Dalam hal ini, peredaran bruto menjadi dasar pengenaan pajak, dengan tarif 0,5% yang dikenakan.
Baca juga: Apa Beda PPh Final dan Tidak Final?
Kendala yang Mungkin Dihadapi
Meskipun terdapat ketentuan yang mengizinkan penggunaan tarif PPh final 0,5% bagi wajib pajak PKP, namun terdapat beberapa kendala yang mungkin dihadapi. Salah satunya adalah dalam proses perhitungan peredaran bruto. Wajib pajak harus memastikan bahwa perhitungan peredaran bruto dilakukan dengan akurat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, ada kemungkinan adanya interpretasi yang berbeda mengenai penggunaan tarif PPh final bagi wajib pajak PKP, sehingga perlu konsultasi lebih lanjut dengan pihak berwenang.
Kesimpulan
Dalam konteks penggunaan tarif PPh final 0,5%, wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetap dapat memanfaatkannya selama omzetnya tidak melebihi batas yang ditentukan. Penggunaan tarif ini tidak terkait dengan status PKP, melainkan dengan besarnya omzet wajib pajak. Namun, penting untuk memahami dengan baik ketentuan yang berlaku serta melakukan perhitungan peredaran bruto dengan akurat untuk menghindari potensi masalah di kemudian hari.