Di tengah dinamika sistem perpajakan yang terus berkembang, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menghadirkan inovasi baru yang mengubah cara kita memandang dan melaksanakan kewajiban perpajakan, khususnya terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
Pada awal tahun 2024, DJP menerbitkan peraturan baru yang mengatur tata cara pembuatan bukti pemotongan dan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak (SPT) PPh 21/26. Selain itu, DJP juga memperkenalkan aplikasi revolusioner bernama e-Bupot 21/26 untuk mempermudah proses administrasi perpajakan.
Perubahan Signifikan dalam Pemotongan PPh 21/26
Peraturan Dirjen Pajak PER-2/PJ/2024 menjadi tonggak penting dalam perubahan tata cara pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26. Peraturan ini secara rinci membahas bentuk dan prosedur pembuatan bukti pemotongan, termasuk penambahan formulir dan kewajiban penggunaan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik.
Salah satu perubahan signifikan yang diatur dalam PER-2/PJ/2024 adalah penambahan formulir 1721-VIII untuk bukti potong PPh 21 bulanan, yang mencakup berbagai informasi penting seperti kode objek pajak, jumlah penghasilan bruto, dasar pengenaan pajak, dan lainnya.
Selain itu, peraturan ini juga menambahkan komponen zakat sebagai pengurang dalam bukti potong PPh 21 tahunan, menegaskan kewajiban penggunaan tanda tangan elektronik pada dokumen elektronik, serta mewajibkan pemotong pajak tertentu untuk menerbitkan bukti potong dan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan dokumen elektronik.
Baca juga: Cara Membuat Bukti Potong PPh 21 & Jenisnya
Jenis Bukti Potong PPh Pasal 21/26
Berikut adalah jenis-jenis bukti potong PPh Pasal 21/26 dan SPT Masa PPh 21/26 yang diatur dalam peraturan baru:
- Bukti Potong PPh 21 Tidak Final atau PPh 26 (Formulir 1721-VI)
Diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
- Bukti Potong PPh 21 Final (Formulir 1721-VII)
Diberikan pada saat pembuatan bukti potong PPh 21/26.
- Bukti Potong PPh 21 Bulanan (Formulir 1721-VIII)
Diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
- Bukti Potong PPh 21 Tahunan bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan (Formulir 1721-A1)
Diberikan maksimal 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
SPT Masa PPh 21/26
Sementara itu, SPT Masa PPh 21/26 terdiri dari:
- Induk SPT Masa PPh 21/26 (Formulir 1721).
- Daftar Bukti Potong PPh 21 bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan (Formulir 1721-I).
- Daftar Bukti Potong PPh 21 Tidak Bersifat Final (Formulir 1721-II).
- Daftar Bukti Potong PPh 21 Bersifat Final (Formulir 1721-III).
- Daftar Surat Setoran Pajak dan Bukti Pemindahbukuan (Formulir 1721-IV).
- Daftar Biaya (Formulir 1721-V).
Baca juga: Contoh Cara Hitung Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)
Aplikasi e-Bupot 21/26 Terbaru
Seiring dengan diberlakukannya peraturan baru tersebut, DJP memperkenalkan aplikasi e-Bupot 21/26. Aplikasi ini bertujuan untuk memfasilitasi pembuatan bukti potong PPh 21/26 dan pelaporan SPT Masa PPh 21/26 secara elektronik. Penggunaan aplikasi ini wajib mulai dari masa pajak Januari 2024.
Aplikasi e-Bupot 21/26 dapat diakses melalui laman DJP Online atau situs resmi DJP. Wajib pajak yang merupakan pemotong pajak dapat menggunakan aplikasi ini untuk membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 secara elektronik. Penting untuk dicatat bahwa penggunaan aplikasi ini menggantikan penggunaan formulir kertas dalam proses administrasi perpajakan.
Ketentuan Khusus bagi Pemotong Pajak Tertentu
PER-2/PJ/2024 juga mengatur ketentuan khusus bagi pemotong pajak tertentu yang harus menerbitkan bukti potong PPh 21/26 dan menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 dalam bentuk dokumen elektronik. Ketentuan ini berlaku bagi pemotong pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Membuat bukti potong PPh 21 tidak bersifat final atau PPh 26 dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
- Membuat bukti potong PPh 21 final dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
- Membuat bukti potong PPh 21 bulanan atau bukti potong PPh 21 final dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
- Membuat bukti potong PPh 21 bulanan dan/atau bukti potong PPh 21 tahunan bagi pegawai tetap atau pensiunan yang menerima uang pensiun berkala dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
- Melakukan penyetoran pajak dengan surat setoran pajak (SSP) atau bukti pemindahbukuan (Pbk) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.
Pemotong pajak yang tidak memenuhi ketentuan di atas tetap dapat menggunakan formulir kertas atau dokumen elektronik dalam proses administrasi perpajakan. Namun, tidak mematuhi kewajiban penggunaan dokumen elektronik dapat mengakibatkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Kesimpulan
Pengenalan peraturan baru dan aplikasi e-Bupot 21/26 menandai langkah maju dalam transformasi sistem perpajakan di Indonesia. Dengan memperkenalkan teknologi dan standar baru dalam administrasi perpajakan, DJP berupaya meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengelolaan Pajak Penghasilan Pasal 21/26.
Wajib pajak dan pemotong pajak diharapkan dapat memanfaatkan inovasi ini untuk mempermudah dan mempercepat proses perpajakan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.