Pahami! Ini 3 Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

Sistem pemungutan pajak adalah mekanisme yang mengatur hak dan kewajiban pajak bagi setiap wajib pajak. Di Indonesia sendiri, terdapat sistem pemungutan pajak yang menjadi acuan untuk menghitung besar pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak. Berikut sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia, antara lain:

Self Assessment System 

Ialah sistem pemungutan pajak yang membebankan besaran pajak kepada wajib pajak secara mandiri. Wajib pajak berperan aktif dalam menghitung, membayar, hingga melaporkan besaran pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. 

Sedangkan pemerintah dalam hal ini berperan sebagai pengawas dari aktivitas perpajakan tersebut. Biasanya sistem pemungutan pajak ini diterapkan di pajak pusat. Contohnya seperti PPN dan PPh. Sistem ini mulai diberlakukan setelah masa reformasi pajak yaitu tahun 1983 dan hingga kini masih berlaku. 

Perlu diketahui bahwa sistem ini memberikan keleluasaan kepada wajib pajak. Namun meskipun demikian, terdapat konsekuensi dimana wajib pajak akan berusaha untuk menyetor besar pajak yang harus dibayarkan. 

Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini yang perlu diketahui yaitu sebagai berikut: 

  • Besar pajak terutang ditentukan oleh wajib pajak. 
  • Wajib pajak berperan aktif dalam memenuhi kewajiban pajaknya. 
  • Pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). Kecuali jika wajib pajak telat melapor, telat melunasi pajak terutang, maupun terdapat pajak yang tidak dibayar. 

Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak ini memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besaran pajak terutang kepada fiskus atau aparat perpajakan yang berperan sebagai pemungut pajak. Petugas memiliki inisiatif sepenuhnya untuk menghitung dan memungut pajak yang harus ditanggung wajib pajak. 

Baca juga:  Surat Ketetapan Pajak: Pengertian & Fungsi

Penerapannya ditujukan kepada masyarakat selaku wajib pajak yang dinilai belum mampu untuk diberikan tanggung jawab dalam menghitung serta menetapkan pajak. Perlu diketahui bahwa sistem ini diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maupun jenis pajak daerah lainnya. 

Dalam hal ini, KPP berperan sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak. Surat tersebut berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya. Meskipun fiskus (pemegang wewenang pajak) cukup dominan, namun setelah reformasi di tahun 1984, sistem pemungutan ini sudah tidak berlaku lagi. 

Berikut beberapa ciri dari Official Assessment System, antara lain: 

  • Wajib pajak bersifat pasif karena perhitungan pajak terutang dihitung oleh aparat pajak yang ditunjuk dalam pengelolaan pajak. 
  • Besaran pajak terutang muncul setelah aparat pajak menghitungnya dan diterbitkan SKP. 
  • Pemerintah memiliki hak penuh dalam menentukan besar pajak yang menjadi kewajiban bayar oleh wajib pajak. 
sistem pengambilan pajak Indonesia

Withholding Assessment System 

Untuk sistem ini, besaran pajak akan dihitung oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud yaitu bukan merupakan wajib pajak maupun aparat pajak. Contoh penerapan pada sistem ini yaitu pemotongan gaji karyawan yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Dengan demikian maka karyawan tidak perlu mendatangi KPP untuk membayar pajak tersebut. 

Jenis pengenaan pajak yang menggunakan sistem ini antara lain Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final), dan PPN. Dengan menerapkan sistem ini maka wajib pajak akan mendapatkan bukti potong atau Surat Setoran Pajak (SSP). Surat tersebut berfungsi sebagai bukti atas pelunasan pajak. 

Di Indonesia, terdapat 3 sistem pemungutan pajak. Setiap sistem memiliki kebijakannya masing-masing yang harus ditaati oleh setiap wajib pajak tentunya. Sebagai wajib pajak, sangat penting untuk memahami ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia agar mempermudah proses pembayaran pajak.